Bab 6 - Ritual Malam

237 32 3
                                    

Gue mengikuti arah langkah kaki Xava, Zaidan, dan Anton

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue mengikuti arah langkah kaki Xava, Zaidan, dan Anton. Mereka ingin bawa gue ke mana? Maaf gue lupa mereka kan mau membawa gue untuk berkeliling di sekolah SMA Tenshi 08.

Kini mata gue menangkap sebuah bangunan mirip asrama. Asrama itu bernuansa putih abu-abu. Kalau kata Anton ini adalah asrama putra yang di dalamnya terdapat banyak kamar.

Gue juga diajak keliling mengitari kolam renang sekolah, ruang wakasek, ruang guru juga.

Pasti diantara lo semua ada yang nanya, ini sekolah umumkan? jawabannya adalah, Iya ini memang sekolah umum tapi bedanya, sekolah ini menyajikan asrama di dalamnya. Alasannya? Kalau kata Zaidan, angkatan dulu itu banyak yang terlambat pergi ke sekolah. Pihak sekolah membuat solusinya, dengan membuat asrama seperti ini. Sekali lagi, itu kata Zaidan ya.

Eh, kata mereka juga, mereka punya pembiasaan yang mungkin bisa dibilang cukup aneh?
Gue aja yang mendengar pernyataan mereka tantang pembiasaan yang aneh juga sempat berpikir untuk yang ke dua kalinya. Pembiasaan ini nggak bakal mungkin pembiasaan dari sekolah,'kan?

Pembiasaannya itu adalah setiap jam 10 malam, mereka akan berbagi cerita yang mereka rasakan hari ini. Siapa yang menciptakannya? Oke, gue sebut ini ritual malam. Jadi, curhat itu seperti keharusan bagi mereka. Why?

Karena gue belum pernah merasakan berkawan dengan makhluk yang namanya manusia, gue masih merasakan keasingan yang menghantui pikiran gue. Gue nggak percaya kalau gue bisa berteman sama mereka. Selama ini, gue hanya bersahabat dengan buku pelajaran dan juga novel.

Sebenarnya, gue punya peluang kesempatan untuk gue cerita tentang si Almira itu. Akan tetapi, gue masih enggan mengobrol bersama mereka. Gue sebenarnya lebih nyaman menyendiri sih daripada bersosialisasi.

Gue ingin mengelak dari situasi ini. Gue mencoba usaha untuk bisa keluar dari zona nyaman gue. Do'a kan saja gue berhasil.

***

Ketika sore tiba, lebih tepatnya pukul 16. 34, benar saja Almira mengirimkan sebuah pesan Whatsapp kepada gue. Ya jelas gue kaget lah gimana enggak kaget coba? Bayangin deh ada orang yang lo suka terus sekonyong-konyong dia chat lo. Ini sih lebih horror daripada film horror.

Ada satu kata yang sukses menggambarkan hati gue. Terkejut. Gue mau teriak juga, gue gengsi. Karena apa ? Karena kata orang kalau gue teriak itu kayak cewek lagi teriak. Gue juga pernah dibilang ketawanya bikin merinding bikin orang bergidik ngeri. Takutnya gue di-bully lagi kan nggak lucu.

"Kenapa lo senyum-senyum kayak gitu? Kemasukan setan apa sih lo?" tanya Zaidan. Gue tidak menggubris perkataannya Zaidan, yang terpenting sekarang gue seneng banget ya di WhatsApp sama orang yang gue suka.

Dia cuma mengirim poster latihan beladiri sih. Dia mau endorse? Apa dia les di sana? kalaupun iya gue mau ikut asalkan ada Almira. HAHAH.

Zaidan Yang penasaran dengan apa yang gue lakukan di balik layah ponsel, menempelkan dagu di bahu gue. Siap-siap aja gue merasakan sensasi kegelian yang menjijikan.

ALMIRA : JANGAN PAKSA MEMBENCIMU (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang