Bab 21- Selamat Tinggal

88 8 1
                                    

EITT, SEBELUM KALIAN MEMULAI BACA INI, FOLLOW AUTHOR DULU YAKK. Bisa juga sambil mendengarkan lagu ini. Enjoyyyy.

Gue menatap jam tangan gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue menatap jam tangan gue. Sudah jam sepuluh malam, ya? Gue membelah jalanan kota Jakarta dengan sedikit  buliran air mata jatuh membasahi pipi gue. Gue merasa kesal dengan diri gue saat ini. 

Setangkai bunga tulip masih berada dalam genggaman gue. Bunga tulip merah ini hanya untuk lo, Al. Gue nggak mungkni susah - susah ke rumah Rio untuk mengambil bunga ini kalau bukan lo penyebabnya, Al. Almira nggak akan tahu sehancur apa perasaan gue saat dia bilang kalau dia kecewa berat. Gue mengerti kok, Al. Sudah beribu maaf yang gue lontarkan, tapi Almira menepisnya satu per satu.

Gue tahu gue salah. Gue tahu kalau gue cowok yang nggak bisa membuat lo merasakan bahagia, tapi tolong kasih gue waktu untuk merubah sikap bodoh gue. Soal akademik, gue emang pintar, kalau soal hati gue suka kalah. Seandainya Almira memilih Kak Baron, gue nggak akan keberatan, Kak Baron pantas untuk Almira. Kak Baron selalu berusaha membuat Almira dapat melukiskan senyum di kedua bibirnya. Gue cuma bisa membuatnya marah, menangis, kecewa, gue akan mundur secara teratur kalau dia mau.

Gue mendaratkan motor di depan sekolah. Gue merasa capek karena urusan tadi. Ketika gue sampai di ambang pintu kamar, ada tiga orang yang hendak memarahi gue. Gue pasrah. Semarah apapun mereka ke gue, gue akan terima dengan lapang dada. 

"Ilham Nandana Adya, ternyata lo cukup pandai dalam hal begini," ucap Xava yang masih memantau gue. 

Gue merasa heran dengan yang dia bicarakan. Semarah itu mereka ke gue? 

"Lo sudah membuat seorang Almira Azzahra Putri Ayu menangis dihadapan kami," lanjut Anton.

Gue semakin tidak mengerti. Apa yang mereka pikirkan? Almira menangis di antara rempong boys. Jadi suara isakan Almira itu tidak dibuat - buat? 

"Mulai sekarang lo nggak usah ngobrol lagi sama kita," ujar Zaidan yang mewakili semuanya. 

"Dan satu lagi yang perlu lo tahu. Almira, dia akan ke Jepang besok. Selamat datang di penjara kehidupan, Ilham," tutur Xava sebelum mengalihkan tatapannya dari gue. Almira ke Jepang besok? Mau apa ? Bagimana dengan tulip yang masih berada dalam genggaman gue? Gue belum tuntas menyelesaikan masalahnya.

Drttttttttt.

Fine! Hari ini adalah hari chaos  gue.  Ini siapa lagi sih? Hah? Arumi. Ada apa Arumi menelpon gue malam - malam begini. Gue mengangkat sambungan telpon itu. 

"Ham, lo udah tahu kalau Almira akan ke jepang besok? Dia memutuskan nyusul ortunya yang lagi dinas, sekalian mau mengasah karatenya langsung. Aneh banget nggak sih, kenapa nggak master karatenya aja yang ke Indonesia? Terus kalau--"

"Bisa nggak lo ngomongnya to the point," sela gue. Gue sekarang tidak mau berbasa - basi dengan orang. 

"Lo mau kagak ikut gue ke cafe di bandara? Anggap saja ini sebagai perpisahan," tawar Arumi.

ALMIRA : JANGAN PAKSA MEMBENCIMU (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang