Bab 12 - Hukuman di Karate Camp

161 17 9
                                    

PERHATIAN! SEBELUM KALIAN BACA CERITA INI, MARI BUDAYAKAN VOTE DAN KOMEN SUPAYA AUTHOR MAKIN SEMANGAT NULIS! Saran juga untuk membacanya sambil dengerin musik instrumen di atas. Happy reading!!

 Happy reading!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kenapa sih? Saat gue udah mulai percaya sama orang, ingin menjadikan kawan.. gue selalu dikhianati. Jangan jauh - jauh deh, gue waktu itu pas sekolah menengah pertama, gue pernah punya temen. Namanya Aldi. Aldi sama saja seperti Nissa. Dia teman sebangku gue sekaligus teman pertama gue. Gue udah anggep dia lebih dari sahabat. Tapi kenapa.. dia menghianati gue dengan begitu mudah?

Aldi menyebarkan rumor bahwa gue terlahir sebagai orang yang tak mempunyai ayah. Seorang sahabat yang baik, tak pernah menyebarkan hal privasi ke orang lain. Apa lagi nih, Aldi mengumumkan hal itu persis di depan mata. Sebuah pamflet berada di mading bertuliskan "ILHAM ANAK ANEH"

Gue saat itu bener - bener hancur. Kini, Nissa yang mengingkari kepercayaan gue padanya. Apa mungkin Nissa hanya mau memanfaatkan gue saja? Pasti dia punya alasan kenapa dia bersikap seperti itu. Sepertinya, Nissa tak layak untuk dipanggil sebagai kawan.

Huft.

"Kenapa lo? Kemasukan setan?" tanya Zaidan heran.

Gue menggeleng lemah.

Gue nggak mau bergurau dulu untuk saat ini.
" Ham, kita jadi nggak ikut sama lo?" kelakar Xava.

Masa minjem ke Kak Baron sih? Nanti gue berantem lagi, Almiranya marah lagi. Kalau soal itu, gue kurang setuju

Lagian nih kalau misalnya mereka ikut, gue juga yang susah. Di sekolah gue yang dulu, gue pernah kena razia karena membawa alat - alat di luar kegiatan. Kalau udah kena, langsung deh.. di suruh push up lima puluh lima kali, shit up lima puluh kali, keliling lapangan, pokoknya hukuman yang diberikan berat - berat semua.

Kalau di sekolah ini, gue belum tahu apa hukumannya kalau membawa barang di luar kegiatan. Lebih sadis atau malah lebih ringan?

Kini gue berada dalam ruangan serba putih yang tak lain adalah kamar asrama gue. Udahlah, gue males bahas hukuman. Jangan memikirkan hal yang tak penting seperti itu.

Kalau karate camp sama aja kayak camping biasa nggak sih? Sama lah.. terus nanti gimana? Tengah sibuk memikirkan karate camp, gue menoleh bermaksud memastikan Xava, Zaidan, dan Anton masih berada di sana. Tapi pada kenyataannya? Mereka tidak ada?! Kemana mereka? Gue lamat - lamat memperhatikan yang sekarang berada di sana. Gue mendapatkan figur Anton di sana. Lantas, di mana Xava dan Zaidan?

"Nton, lo tahu nggak Xava dan Zaidan di mana?" tanya gue langsung to the point. Katanya di luar. Mata gue kini beralih pada arah yang ditunjuk Anton. Hah? Itu seriusan Xava dan Zaidan? Satu kata buat mereka berdua. Dasar! Kekanak - kanakan. Ngapain coba mereka merentangkan tangan dan menyebut nama siswa satu persatu di sini? Termasuk Almira. Mereka kira mereka guru yang sedang mengabsen para muridnya?

ALMIRA : JANGAN PAKSA MEMBENCIMU (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang