Menanti-[ekstrapart.02]

905 65 15
                                    

Typo bertebaran.

Hidup ini terus berjalan. Saling menunggu kapan rasa sedih dan susah berakhir. Dan saling menanti kapan kebahagiaan akan datang. Sedih bahagia semuanya pasang surut. Terus berganti saling menukar, hingga hidup berakhir.
Karena itu kita harus menanti kematian menjemput kita. Kematian menanti takdir kita.
~raeni.ny12~

Happy Reading.

Kini usia Gildan sudah memasuki tahun ke limanya. Sikapnya jangan di tanyakan. Tentu saja, pasti ada miripnya dengan Fildan dan Lesty. Dan jangan lupakan si kecil Purnama. Ama sudah hampir berumur satu tahun. Sekecil itu sangat menggemaskan bagi siapapun yang melihatnya.

Sore ini keluar Fildan tengah berkumpul di ruang keluarga. Menikmati waktu kebersamaannya setiap menjelang magrib. Di isi dengan canda tawa. Dan tentunya Gildan yang seraya mengerjakan tugas sekolahnya.

"Yah. Ini gimana?" tanyanya kepada sang Ayah yang sedari tadi sibuk bermanja dengan Bundanya. Bahkan Ama yang masih kecil pun terasa terabaikan oleh kelakuan Ayahnya yang selalu ingin mengambil alih perhatian Bunda.

Sudah tidak ingat umurkah?

"Mana?" tanyanya dengan sedikit kesal.

Bagaimana tidak kesal? Dirinya tengah bermanja-manja dengan istri tercinta. Tetapi anak sulungnya malah mengganggunya.

Fildan tahu betul anaknya itu tidak serius bertanya tentang tugas sekolahnya, itu pasti hanya akal-akallannya saja. Karena Fildan yakin anaknya tidak mengalami kesulitan dalam mengisi tugasnya, meski terkadang ada salah satu tugasnya yang susah menurut Gildan.

Gildan memang sering begitu saat melihat dirinya bermanja dengan istrinya. Berbeda dengan si kecil Ama. Ama sedari tadi anteng dengan mainannya. Dia di dudukkan di samping Lesty dan Fildan di sampingnya lagi. Mereka tengah duduk di karpet. Sedangkan Gildan tengah tengkurap di samping Fildan.

Meski seperti itu mereka tetap saling menyayangi.

"Nih Yah. Sini coba. Lepas tuh rangkulannya" katanya dengan nada kesal. Sepertinya ini memang tugas yang sulit bagi Gildan hingga dia bertanya pada Fildan.

"Ck. Ck. Kamu sirik aja" cibir Fildan seraya menggeser posisinya agar lebih dekat dengan Gildan.

Disaat seperti itu, Lesty hanya menggelengkan kepalanya. Suami dan anak pertamanya memang selalu begitu. Daripada memikirkan putra dan suaminya, Lesty lebih baik bermain dengan si kecil yang sedari tadi memperhatikan Abangnya dan Ayahnya.

"Ayah sama Abang emang gitu, sayang" kata Lesty seraya memangku Ama agar duduk di pangkuannya.

"Sini Yah. Deketan" kata Gildan seraya menepuk sisi karpet biar Ayahnya bisa melihat buku tugasnya.

"Hm. Mana sih?" tanya Fildan dan Gildan segera menunjukkan bagian mana yang dirinya tak mengerti.

Setelah Ayahnya menunduk, memperhatikan kata demi kata yang ada di buku tugasnya. Gildan segera pindah posisi agar bisa bermanja ria dengan Bundanya. Saat sudah di samping Lesty, Gildan langsung memeluk Lesty dari samping seraya memperhatikan Ayahnya yang sedang sibuk dengan tugas yang Gildan tunjukan.

Saat Fildan sedang sibuk memperhatikan kata demi kata yang terangkai menjadi kalimat. Fildan mendadak seperti orang bodoh yang mudah di kelabui.

Matanya melotot tidak percaya. Mulutnya menganga. Pikirannya melayang memikirkan apakah jawaban yang dirinya simpulkan benar atau tidak.

'1. Seorang perempuan yang memiliki anak. Maka kedudukannya sebagai? Sebutkan sesuainya panggilan kalian.'

'2. Kepunyaan seseorang berarti itu?'

MENANTI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang