[12]. Gosip

2K 146 40
                                    

Happy Reading...

"Tau kan office girl baru itu?" Tanya seorang karyawan perempuan.

"Gue sih denger dari beberapa karyawan lain, kalo liat sih belum." Jawab salah satu temannya.

"Gue pernah papasan sih tapi gak peduli ngapain juga gue perhatiin, emang kenapa?" Sahut teman lain nya.

"Gue ada liat karena beberapa karyawan laki-laki pada ngomongin tu office girl, jadi gue penasaran karena banyak yang bilang dia tu cantik." Seorang perempuan itu tampak memutar bola matanya malas, "dan penasaran gue terjawab waktu gue suruh office girl lain buat nyuruh tu cewek bikinin gue teh, kalo dilihat sekilas si ya lumayan cantik, kulitnya putih mulus lumayan tinggi, body nya juga oke." Lanjutnya.

"Iya laki-laki di sini lagi pada heboh tuh, mungkin karena sebelumnya gak keliatan jadi gak terlalu heboh. Eh giliran dah beberapa hari ini jadi bahan pembicaraan, ya maklum kali office girl yang ya,- lumayan muka nya dia doang." Balas temannya malas. 

"Denger-denger ada yang pernah liat dia ngobrol sama pak Fajar, keliatannya akrab." Fajar adalah sahabat sekaligus asisten pribadi kepercayaan Gavin yang selalu membantu menghandle pekerjaan Gavin wajar dia selalu berada di sekitar Gavin.

"Ih jangan-jangan dia jadi cewek penggoda yang ngincer cowok tajir, tau gak sih perusahaan kita ini gak lagi nerima lowongan pekerjaan office girl, kalian kan tau seberapa ketat perusahaan ini buat nyeleksi orang yang bakal kerja di sini sekalipun itu cuma office girl dan denger-denger dia langsung masuk aja, pake pelet apaan dia." Ucap seorang perempuan itu dengan nada sinisnya.

"Serius lo? Wah gak beres dong dia mainnya pake tampang biar bisa kerja di sini, tapi level dia gak jauh dari kata babu." Tawa mereka serempak.

"Dah deh gak guna banget ngomongin dia, mending ngomongin bos cakep kita yang super dingin itu yang lagi digosipin sama bu Anes." Ucap salah satu teman perempuan itu mengubah topik pembicaraan yang menurutnya menarik.

"Lebih tepatnya itu banyak yang setuju kalo mereka jadian aja, ya secara bu Anes cantik banget, tapi katanya mereka emang deket. Temen dari kecil katanya, katanya sih." Sahut temannya.

"Ya gak papa sama bu Anes gak ada salahnya karena dia itu juga perfect asal jangan sama upik abu aja kaya office girl itu." Tawa yang lain.

"Tapi pak Kevin kan,- " 

"Yaudah deh balik yuk, takut ada yang ngaduin kita gosip." Sela teman lainnya, Mereka mengangguk pergi meninggalkan tempat itu, namun diam-diam Nara mematung mendengar semua obrolan mereka, ia memang ingin membersihkan toilet tapi tiba-tiba perutnya mendadak mulas, namun saat hendak keluar ia justru mendengar percakapan yang menyesakan.

🌿🌿🌿

Nara diam merenung di tepi ranjangnya, percakapan karyawan suaminya masih berputar di kepala nya. Ia tak mempermasalahkan bagaimana pandangan orang terhadapnya tapi entah mengapa tentang Gavin dan sekretarisnya itu sangat mengusik sisi hatinya.

Nara menggeleng pasrah, tak mungkin rumah tangga nya akan berjalan dengan baik kalau jauh-jauh hari laki-laki itu sudah menolak kehadirannya lebih dulu. Ia saat ini bingung dengan status suami nya jika dulu mama nya mengatakan bahwa yang akan menikahinya adalah laki-laki beristri lalu mengapa laki-laki itu masih di jodohkan juga dengan sekretaris cantiknya atau mungkin mereka tidak tahu Gavin sudah menikah dan mungkin saja laki-laki itu sudah bercerai, Nara sedikit pusing memikirkannya. tapi untuk apa laki-laki itu mau menikahinya walau pada akhirnya nanti akan berpisah juga, padahal jika dilihat mama Arga yang Nara sendiri tak tau namanya itu sangat cantik dan anggun, Nara tak mengerti bagian mana yang kurang dari wanita itu. 

Kevin juga akhir-akhir ini berada di rumah bersamanya, pantas Arga merasa rindu pada papa nya karena laki-laki itu sudah jarang pulang bertemu Arga. Walau seandainya Gavin sudah resmi bercerai tapi tetap saja tak lantas mengurangi intensitas bertemu dengan anak nya kan. Mengingat Arga, ia merasa sangat bersalah pada bocah lucu itu karena ia sudah masuk dalam keluarga kecil mereka. namun Nara kembali mengingat kalimat suaminya usai bermain bersama Arga.

"Jangan besar kepala dengan kebersamaan kita tadi, saya lakukan itu hanya demi Arga."

Nara menghela nafas sesak, ia bangkit dari ranjang untuk turun ke bawah, tiba-tiba rasa haus membuat ia harus pergi mengambil minum sebab botol minum yang selalu berada di kamarnya belum terisi air.

"Apa susahnya kamu menerima istrimu itu Gavin." Nara yang masih di ujung tangga mengurungkan niatnya untuk melangkah menuruni tangga begitu mendengar suara familiar laki-laki paruh baya.

"Bahkan mama sempat kaget mendengar kamu mempekerjakan dia di kantor sebagai office girl, ini juga alasan papa sama mama dateng kesini." Sahut wanita paruh baya. 

"Sebelumnya juga bukan keinginan ku untuk menikahi wanita itu." Jawab Gavin tak suka.

"Tapi sekarang dia istrimu juga, tidak ada rugi nya kamu menikahi dia. Dia cantik bukan? tidak begitu buruk berdampingan dengan kamu. bahkan dia terlihat anak yang baik." Ucap laki-laki paruh baya dengan nada kesalnya.

"Tetap saja dia begitu merepotkan, dan dia bukan istri yang aku inginkan." Gavin beranjak dari duduknya, melangkah pergi menaiki tangga. Begitu Gavin sudah berada di pertengahan anak tangga ia menghentikan langkahnya begitu mengetahui kehadiran Nara di atas sana. Tatapan mereka saling bertemu namun Nara buru-buru mengalihkannya hingga Gavin kembali melewati Nara begitu saja.

Nara yang sadar dengan apa yang terjadi barusan hanya berusaha menguatkan hati nya untuk tetap bertahan, dengan mengulas senyuman, Nara bergerak menuruni tangga untuk menemui mertua nya.

"Ma, pa,- maaf Nara gak tau kalo mama papa datang." Nara tersenyum ramah menyalami kedua orang tua suaminya.

"Gak papa, kamu sakit? Kelihatannya pucat." Ucap Dania,- mama mertua nya.

"Enggak kok ma, Nara baik-baik saja." Nara kembali mengulas senyum sopan, "Papa sama mama udah lama?"

"Baru aja kok." Jawab Dania tersenyum.

"Kamu tidak tertekan kan nak tinggal di sini?" Pertanyaan Arta, - papa mertua nya itu membuat Nara terdiam kaku, bohong jika ia merasa baik-baik saja dengan pernikahan paksa dan rumah tangga yang jauh dari keinginannya apa lagi ia begitu tak diinginkan oleh laki-laki itu, tapi Nara tak ingin menjawab tidak sopan karena mereka juga hutang mendiang papa nya bisa lunas.

"Nara baik-baik aja kok pa, Nara seneng bisa tinggal di rumah ini." Nara mencoba tersenyum namun sorot matanya mengatakan tidak.

Laki-laki paruh baya tersebut hanya mengangguk, tak berselang lama ia berpamitan keluar untuk mengangkat telpon menyisakan Dania dan Nara dengan kesunyian.

"Yang sabar ya sama Gavin, orangnya memang keras." Ucap Dania dengan senyum teduhnya, khas seorang ibu. 

"I-iya ma Nara paham." Nara mengulas senyum tipis, setidaknya ia bersyukur kedua orang tua Gavin sangat baik kepadanya tidak seperti yang ia bayangkan,- begitu kejam pada menantu yang jauh derajatnya dari mereka. Sama sekali mereka tidak seperti itu, justru mereka terlihat hangat menyambutnya. 

"Tapi kamu harus tau, sedingin-dinginnya Gavin kalau dia sudah nyaman kamu akan melihat sisi lain dari dirinya yang penyayang." Kekeh Dania.

"Terimakasih ma sudah mau menerima Nara, walau-,"

"Maaf kalau awalnya kami sedikit memaksa kamu harus menikahi Gavin, kami punya alasan tersendiri untuk itu. Mungkin saat ini kalian belum menyadari tapi suatu saat kalian akan mengerti." Ucap mama Dania membuat Nara mengernyit bingung.

"Ma, kita pulang sekarang ada tamu penting yang akan kerumah." Dania mengangguk pada suaminya, lalu bangkit dari duduknya di susul Nara yang ikut berdiri.

"Mama sama papa pulang dulu ya." Dania mengelus lengan Nara dengan lembut, Nara pun tersenyum mengangguk lalu menyalami kedua mertuanya sebelum pergi, sebenarnya ia penasaran dan ingin bertanya lebih lanjut tapi tak mungkin Nara menahan mertua nya yang sedang buru-buru.

TBC

Lembaran kisah (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang