[7]. Rumah

2.4K 136 28
                                    

Happy Reading...

Sebuah mobil melaju meninggalkan hotel dimana Nara menginap semalam, ia dalam perjalanan menuju rumah yang akan ia tinggali untuk hari ini dan kedepan nya.

Perasaan nya sungguh tak tenang selama di perjalanan, membayangkan kemungkinan ia akan satu rumah bersama istri pertama dan seorang anak membuat dirinya begitu cemas. Saat menikah kemarin Nara tak melihat mereka karena pernikahan itu memang hanya dihadiri oleh kedua orang tua Gavin dan beberapa orang laki-laki dengan pasangan nya yang Nara tak tahu mungkin saja keluarga laki-laki itu, mereka juga tak terlibat percakapan lebih sebab Nara sudah lebih dulu meninggalkan tempat di mana mereka mengikat janji sebab diri nya merasa tak enak badan dan berakhir di kamar hotel. Mengingat semalam, setelah Nara keluar dari kamar mandi ia sudah tak menemukan laki-laki itu di kamar nya hingga tadi pagi ia sudah di jemput oleh sopir pribadi Gavin, namun laki-laki itu belum juga terlihat.

Untuk kedua orang tua Gavin hanya mengantar sampai sebelum Nara memasuki mobil menuju rumah nya, mengobrol sesaat dengan nasehat-nasehat yang kedua orang tua laki-laki itu berikan, salah satu nya untuk Nara lebih bersabar. Mereka juga meminta maaf tak bisa menemani lebih lama karena mereka memiliki kesibukan lain, dan Nara memaklumi. 

Nara memasuki sebuah rumah besar dengan interior mewah di dalam nya, ia sedikit takjub dengan desain rumah yang sangat tersusun dengan indah, namun ia kembali tersadar bahwa kemungkinan semua ini jelas ada campur tangan perempuan yang sangat laki-laki itu cintai dan rumah ini bukan milik nya. 

"Pagi nyonya." Sapaan seseorang membuat Nara terkejut, ia melihat seorang wanita paruh baya tengah berdiri di depannya, "Saya Ainur yang akan membantu nyonya di rumah ini." Lanjutnya.

"Tidak usah memanggil nyonya bi, saya merasa tidak nyaman." Ucap Nara tersenyum ramah.

"Maaf saya tidak bisa nyonya, tuan akan marah dengan saya kalo tidak memperlakuan nyonya dengan baik." Jawabnya, Nara tentu memahami bahwa bibi Ainur tidak tau menau dengan pernikahan tuan nya yang tak diinginkan.

"Maaf nyonya apa nyonya sendiri ke sini? Saya tidak melihat tuan Gavin." 

"Ah,- ya, saya dijemput sopir bi, seperti nya mas Gavin sedang ada urusan." Bibi Ainur mengangguk paham.

"Tuan memang seperti itu, terlalu pekerja." Kekeh bibi Ainur, "oh ya mari nyonya biar saya bawakan barangnya ke kamar atas." Lanjutnya.

"Biar saya saja yang bawa bi, ini tidak terlalu berat buat saya."

"Tap-,"

"Tidak apa-apa bi, bibi tunjukan saja kamar nya." Potong Nara, bibi Ainur mengangguk pasrah membawa Nara menuju kamar atas.

Nara terpana dengan kamar bernuansa maskulin yang terlihat sangat rapi, kamar besar dengan beberapa pintu di dalam nya yang mungkin tidak hanya kamar mandi juga ada ruangan lain yang Nara sendiri belum tau. Mengingat kamar ini cukup besar apakah ini adalah kamar laki-laki itu?

"Bi, apa kita tidak salah kamar?" Tanya Nara membuat bibi Ainur tersenyum.

"Tidak nyonya, ini adalah kamar tuan Gavin." Jawab bibi Ainur.

"Bi kenapa kita kekamar nya?" Tanya Nara refleks. 

"Loh nyonya ini gimana, nyonya kan istri nya Tuan masa saya harus bawa ke kamar tamu nanti saya di marahin tuan." Kekeh bibi Ainur, Nara hampir lupa dengan status nya yang kini sudah menjadi seorang istri di tambah bibi Ainur yang tidak mengetahui keadaan yang terjadi. Tapi Nara sedikit mengernyit bingung jika ini kamar laki-laki itu lalu di mana kamar istri dan anaknya? Ah Nara sadar mungkin saja ini rumah untuk diri nya dan Gavin, tentu saja laki-laki itu tak akan mau membawanya tinggal bersama mereka.

Lembaran kisah (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang