Part 15

957 41 7
                                    

Jalal memutar bola matanya malas,
Neneknya sangat cerewet, untung dia
sayang pada wanita tua renta itu.

"Sudahlah Nek, memangnya kenapa?
Aku dan Jodha itu suami istri secara
sah hukum dan agama, hal yang
wajar jika kami melakukan hubungan
suami istri." ucap Jalal santai
di depan sang Nenek.

"Tapi Nenek tidak suka, dasar cucu
tidak tahu sopan santun." omel Nenek
Jalal lagi sambil menunjuk-nunjuk
ke arah Jalal dengan jari telunjuknya.

"Terserah apa kata Nenek. Oh ya
Nenek kan haus, sebaiknya tunggu
saja di kamar. Biar aku saja yang
ambilkan minum untuk Nenek."
ucap Jalal tersenyum, merangkul
bahu Neneknya dan menuntun sang
Nenek masuk ke dalam kamar tamu.

Jalal ke dapur, mencari botol besar
dan untunglah benda itu ada. Tanpa
buang waktu, di isinya air dari galon
ke botol besar ditangannya. Setelah
penuh, Jalal keluar dari dapur dan
berniat menuju tangga tapi berhenti
saat mendengar suara bel rumahnya
berbunyi, sambil membawa botol
yang telah berisi air Jalal berinisiatif
membuka pintu, pintu pun terbuka
lebar dan di depannya saat ini sedang
berdiri Meher dan Sarabjit.

"Ada apa kalian berdua selarut ini
datang kemari?" tanya Jalal heran.

"Nenek menghilang! Apa Nenek
ada di sini? Bibi dan Paman panik
karena Nenek keluar rumah tidak
bilang pada siapa-siapa." jawab
Meher menjelaskan kenapa ia dan
Sarabjit datang ke rumah Jalal.

"Nenek ada di kamar tamu."

"Syukurlah." Meher dan Sarabjit
bernafas lega.

"Nenek membuat kami khawatir
saja. Aku jadi lega ternyata
Nenek di sini."

"Aku telpon Paman dan Bibi dulu.
Sayang, kau masuklah lebih dulu."
ujar Sarabjit lembut pada istrinya.

Meher mengangguk dan mengikuti Jalal masuk ke dalam rumah, Jalal mengantarkan Meher ke kamar
tamu tempat sang Nenek beristirahat. Dibukanya perlahan pintu kamar, terlihat Neneknya sudah tertidur
pulas di atas tempat tidur.

"Sebaiknya kita biarkan saja Nenek
istirahat, ayo kita keluar." kata Jalal
yang langsung diangguki Meher.

Sebelum keluar, Jalal menaruh
botol berisi air putih di atas nakas
di samping tempat tidur.

Di ruang tamu, Sarabjit duduk
dengan santai sambil menghisap
rokoknya. Meher berdecak kesal.
Sejak dulu, Meher memang tidak
menyukai asap rokok. Dengan kesal,
Meher menghampiri suaminya dan
duduk di sebelahnya. Diambilnya
puntung rokok yang sedang dihisap
Sarabjit, lalu dibuangnya ke asbak
yang tersedia di atas meja.

"Sudah berapa kali aku bilang,
jangan merokok jika aku sedang
bersamamu," omel Meher kepada
suaminya.

"Tadi kan kau tidak bersamaku,
Sayang. Mana aku tahu kau keluar
tiba-tiba," sahut Sarabjit membela diri.

Jalal menahan tawanya melihat
pasangan suami istri itu berdebat
kecil. Ia jadi teringat pada istrinya.
Tanpa sadar, Jalal tersenyum ketika
mengingat pertengkarannya yang
hampir setiap hari dengan Jodha.

"Hei Jalal! Kenapa kau senyum-
senyum? Kau mengejekku, ya?"
tegur Sarabjit, merasa sepupunya
itu sedang menertawakan dirinya
yang berdebat dengan Meher.

"Tidak. Aku hanya mengingat istriku
saja. Aku dan Jodha hampir setiap
hari bertengkar," ucap Jalal santai.

"Oh ya, apa kata Ayah dan Ibuku?"
lanjutnya bertanya.

"Mereka akhirnya pulang ke rumah.
Kata Paman, biarkan saja kalau
Nenek menginap di rumahmu,"
jawab Sarabjit.

"Sejak aku masuk ke rumahmu,
tidak melihat istrimu. Ke mana dia,
Kak Jalal?" tanya Meher.

Pernikahan Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang