Part 17

1.6K 55 11
                                    

Jalal sudah selesai melakukan konferensi pers, dia merasa lega karena satu masalah telah selesai. Tinggal mencari siapa dalang yang sudah membocorkan surat perjanjian pernikahan mereka ke wartawan. Syukurlah, banyak yang bisa
menerima penjelasannya saat
di dalam tadi.

"Sudah tiga hari aku tak bertemu Jodha. Semoga dia baik-baik saja. Tunggu aku sayang, aku akan pulang hari ini," batin Jalal, merasa lega sekarang.

"Pak, langsung ke rumah saya saja ya," perintah Jalal pada sopirnya.

"Tapi Tuan, kata nenek Anda setelah ini harus pulang ke rumah orangtua Anda dulu," ucap sopir mengingatkan.

"Jika kau lebih menuruti perintah
nenek daripada perintahku, mau aku
suruh Ayahku memecatmu," ancam
Jalal sambil melotot tajam dari
balik kaca spion mobilnya.

Wajah sang sopir langsung berubah
panik. Tentu saja pria paruh baya
itu tidak mau dipecat hanya karena
masalah sepele menurutnya.
Buru-buru sang sopir mengangguk
menyetujui perintah Jalal, dan lihat
ekspresi wajah sang anak majikan,
tersenyum penuh kemenangan.

~~

Jodha sedari tadi hanya mengaduk-
aduk makanan yang dimasak oleh Meher, bukan bermaksud tidak menghargai masakan Meher, dia hanya tidak nafsu makan karena sudah tiga hari ini terus memikirkan Jalal. Sempat terlintas di benaknya, Jalal akan meninggalkan dirinya seperti dulu saat Jalal lebih memilih impiannya ketimbang hubungan mereka. Meher melihat Jodha dengan pandangan sedih, ia bahkan tidak sedikitpun merasa marah karena Jodha terkesan tidak menghargai masakannya. Kalau sudah seperti ini, Meher akan membujuk Jodha agar mau makan walaupun hanya sedikit. Itulah yang ia lakukan selama tiga hari ini jika Jodha masih tetap tak nafsu makan.

"Kak, makan ya. Apa masakanku tidak enak, sampai kau selalu tidak selera makan begitu setiap kali aku masak untukmu?" tanya Meher, sengaja menampilkan wajah sedih.

Jodha cepat-cepat menggelengkan kepalanya. "Maafkan aku Meher, masakanmu sangat enak. Aku hanya lagi tidak selera makan karena merindukan suamiku."

"Kenapa Kakak tidak menelponnya saja?" saran Meher.

"Aku tidak mau mengganggunya," balas Jodha sedih.

"Apa Kakak mau aku suapi?"

Saat Jodha hendak membalas
ucapan Meher, tiba-tiba..

"Atau kau ingin aku yang
menyuapimu?"

Jodha tersenyum. Ia tentu saja
mengenali suara itu walau tanpa
melihat wajahnya sekalipun.
Ya, itu suara Jalal, suami yang telah
ia rindukan. Dari balik punggung
Jodha yang duduk di ruang makan,
Jalal juga tersenyum menunggu
reaksi Jodha selanjutnya. Masih
dengan senyum yang tak hilang
dari wajahnya, Jodha berdiri dari
duduknya dan berbalik lalu sedikit
berlari ke arah Jalal yang telah
merentangkan kedua tangannya,
bersiap menyambut pelukan Jodha.

Bugh.

Tubuh Jalal terdorong ke belakang
akibat terjangan istrinya yang
terlalu kuat saat memeluknya.
Jalal balas memeluk Jodha dengan
melingkarkan kedua tangannya pada
punggung Jodha, ia tenggelamkan
wajahnya di ceruk leher sang istri,
sesekali Jalal mengecupi area
belakang leher Jodha.

Meher tersenyum melihat sepasang
suami istri yang saling merindukan
sedang berpelukan tepat tidak jauh
dari tempatnya duduk. Meher jadi
merindukan suaminya yang masih
berada di luar kota.

Meher sudah pulang kerumahnya,
kini tinggallah hanya Jalal dan Jodha
di rumah mereka, sejak kepulangan
Jalal, istrinya itu tidak sedetikpun
melepaskan pelukannya. Mereka
saat ini telah berpindah ke kamar,
dengan nyaman Jodha bersandar
di dada bidang suaminya, tangan
Jalal membelai lembut rambut Jodha.
Bisa Jalal rasakan jemari istrinya,
membelai-belai dada telanjangnya
dengan cara memutar, Jalal berusaha
menahan desahannya, apa yang
dilakukan Jodha benar-benar
membuat sesuatu di bawah perutnya
mengeras.

Pernikahan Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang