part 17 : Tidak pernah ada kita

1.1K 51 4
                                    

"raia, saya mau minta tolong. Nanti ke ruangan saya ya?"

"maaf pak tidak bisa, hari ini saya ada bimbingan."

Entah sudah berapa kali dia menyuruhku ke ruangannya dan sudah berapakali juga aku alasan. Tadi pagi sekali dia minta tolong ke kampus membantu asistensi di kelasnya, lalu tadi jam 9 dia meminta tolong ambilkan berkas di Gedung fakultas ke ruangannya, jam 11 dia memintaku membantunya memeriksa laporan, dan tadi baru saja dia meminta tolong apalah itu dan aku menolaknya juga.

Sudah beberapa hari aku memaang menghindarinya. Berdekatan dengannya membuat hatiku sakit, apalagi harus mengingat bahwa pemeran utama kisahnya sudah Kembali, yang berati aku sebagai pemeran pengganti sudah tidak dibutuhkan lagi .

Berdekatan dengannya hanya membuatku sedih, karena kenyataan nantinya aku tidak bisa memilikinya. Aku tidak mau egois dan membut orangtuaku harus tersakiti lagi dengan makian kakaku yang bangsat itu.

"sebentar saja raia. Kumohon."

"maaf pak."

Aku berjalan berlalu darinya. Berdekatan dengannya hanya membuatku semakin ingin memilikinya. Ayo raia jangan ingat ingat dia, hanya ingat ingat saja dengan keburukannya ayo raiaa.

"raia. Aku merindukanmu."

kalimat itu membuat langkahku terhenti bersamaan dengan Air mataku yang jatuh. Mengapa ini sangat menyakitkan tuhan. Aku menghapus airmataku dan Kembali berjalan meningggalkannya, aku harus pura pura tidak mendengarnya.

Aku pasti bisa melewati semua ini. Aku yakin.

Aku berjalan menyusuri Lorong, dengan perasaan tak karuan. Aku benar benar harus mengebalikan moodku. Karena happy mommy happy kid. Aku harus bisa melewati semua ini.

"Permisi Bu, kalau Bu Nadia ada? Saya mau bimbingan." Ucapku pada pegawai yang bekerja di ruangan dosen.

"tunggu sebentar ya saya cek terlebih dahulu." Ucap pegawai itu sembari berlalu.

Aku duduk di bangku tunggu yang tersedia disini. Memperhatikan ruangan dosen milik Ryandrien membuatku sedih. Mengingat ucapannya tadi di depan lift membuatku sedih.

"udah di pake berapa kali lu sama pa ryan?"

Wanita itu duduk di sampingku secara tiba tiba. Dia adalah Dini mahasiswa yang seangkatan denganku, dia memang begitu mulutnya selalu julid.

Aku tidak menjawabnya. Masa bodo, aku mau bimbingan, jangan sampai moodku jelek.

"tuli ya? Pura pura ga denger kan? Berarti kenyataan ya kan? Gampang ya mau nilai bagus tinggal nawar nawar. Haha" tawa jahatnya sangat menyebalkan di telingaku.

"Maaf, ngomongin diri sendiri ya?" ucapku santai.

Santai saja bukan? Balasnya pelan pelan saja tidak usah sambil pakai tenaga.

"Apa?!"

Kan? Baru di balas gitu saja sudah marah.

"eh lu kalau udah ketauan salah gausah nuduh balik ya anjing. Udah berapa orang yang pake lu? Punya gadun berapa lu hah?! Perut lu yang bunting itu gabisa boong."

"kalau engga salah yang videonya tersebar itu lu ya? Tiba tiba nyalahin orang. Ngerasa punya saingan? Oh atau lupa sama skandal lu? Mau di tayangin satu kampus?"

"NGOMONG SEKALI LAGI, GW ABISIN LU SEKARANG JUGA. GW MALU MALUIN LU SEKARANG JUGA SOAL LU DENGAN PA RYAN." Dia membentak bentak saat ini membuat beberapa dosen keluar dari ruangannya. Dia dengan muka merah dan mata melototnya melihat kearahku.

Dan aku? Aku hanya melihat matanya balik dan tentu saja dengan tenang.

"silahkan. Gw ga takut. Sebarin sesuka lu, dengan begitu orang orang makin ngecap lu jelek din."

dia teriak frustasi Ketika mendengar ucapanku tadi. Dan mulai menjambak rambutku. Rusak sudah namaku sebentar lagi jika aku menjambaknya balik. Jadi aku harus tidak menjambaknya dan hanya menutupi perutku saja. Karena bayiku harus aman.

Beberapa dosen dan pegawai disini melerai, namun cengkraman dini masih saja kuat terus ke rambutku. Rontok sudah rambut indahku, dia harus membayarnya nanti.

"Apa apaan ini?!" suara bariton itu menghentikan aksi dini.

"pak dia manfaatin bapa biar nilai dia bagus. Padahal dia Cuma pelacur pak, bapak bukan orang pertama yang pake dia."

Wahh aku takjub jujur dini berbicara seperti itu di depan dosen pembimbingnyaa yang adalah ryandrien Wijaya. Siap siap surat peringatan akan meluncur dinii. Aku berharap surat peringatan itu tidak muncul untukku juga huft.

"Maksud kamu apa bicara seperti itu dini?! Kamu pikir sopan seperti itu hah?"

"tapi pak dia mulai duluan." Ucap dini.

Playing victim ala dini mode on. Kalau ini bukan ruangan dosen mungkin saat ini aku sudah mengigit tangannya itu.

"dia, Raia Shelsaraya Adzky istri saya. Dia sedang mengandung anak saya. Dia tidak di pakai sana sini seperti apa yang kamu bilang. Dia wanita baik baik ngerti kamu."

Darahku berdesir mendengar penuturan ryandrien. Dia mengakui aku istrinya di depan orang orang padhal sebelumnya mati matian menutup nutupinya. Dia kenapasih?

"kamu udah inget semuanya kan?"

Aku tidak menjawabnya. Aku harus bersikap acuh padanya, karena dengan begini aku yakin dia akan melepaskanku.

"kenapa ga bilang sama aku. Kamu terus ngehindarin aku, kamu pikir aku gasakit tiap kamu ngehindarin aku?"

Entah kenapa suasana yang sepi di apartemen ryandrien menambah suasana yang menyedihkan ini.

"ga penting juga lagian buat apa saya bilang? Yakin sakit setiap saya ngehindarin bapa? Perasaan dulu sebelum saya lupa ingatan yang menghindari saya habis habisan bapa kan? Sampai menyuruh saya pulang ke rumah orangtua saya."

"okey raia. Aku akuin memang aku salah. Maafkan aku okey?"

"dimaafkan. Selesai kan? Saya mau pulang." Ucapku agar cepat selesai agar aku cepat bisa keluar dari situasi ini.

"raia, aku serius maafkan aku. Aku ingin kita Kembali seperti kemarin lagi, aku mohon."

"biar saya ingatkan kepada anda tuan Ryandrien Wijaya. Tidak pernah ada kita, yang ada hanya anda dan saya sebagai pemeran pengganti. Sekarang pemeran utama telah Kembali. Saya sudah tidak di butuhkan lagi bukan?" menahan suaraku agar tidak terdengar parau tidak mudah ini terasa sulit apalagi hatiku rasanya sakit mengungkapkan semua itu.

"engga raia engga. Tidak ada dia, lupakan dia. Mungkin kita memang salah di awalnya, jadi mari ulangi semuanya dari aawal lagi. Apalagi sebentar lagi akan lahir buah hati kita di tengah kita."

Aku terdiam dan mengigit bibir bawahku untuk menahan air mataku agar tidak turun. Mengapa ini terlihat sulit astaga.

"anda benar. Dari awal kita memang salah. Lalu untuk apa di lanjutkan? Memang dari awal seharusnyaa tidak seperti ini. Seharusnya saya menepati janji saya. Seharusnya saya tahu bahwa sasha akhirnya akan Kembali. Seharusnya saya lebih tahu diri untuk tidak hamil bukan?"

Dia mengusap wajahnya gusar. Dia terlihat seperti sangat pusing. Kalau boleh jujur dalam lubuk hatiku yang paling dalam aku ingin berlari kearahnya dan memeluknya dan bilang, ayo mulai dari awal lagi. Tapi tidak semudah itu, apalagi jika aku ingat Tindakan sasha di rumah saat itu merusak barang barang orangtuaku. Belum lagi memaki orangtuaku.

"kembalilah kepada Sasha. Dan surat perceraian akan ku kirim padamu setelah aku melahirkan. Aku permisi."

Aku berjalan kearah pintu keluar, namun terhenti saat tangan yang dahulu ku tahu kokoh sekarang terlihat sangat lemah itu menahanku.

"beri aku kesempatan raia. Untuk satu bulan saja. Jika untukmu hubungan kita sudah tidak ada harapan, maka baiklah aku kabulkan untuk kita berpisah."

Ucap pria itu sambil berlutut di hadapanku. Entah kenapa kata 'kabulkan untuk berpisah' itu sukses membuat hatiku sakit.

Why Should i ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang