"Tambah makannya sayang."
Aku menggelengkan kepalaku kearah Adrien. Dan memberikan piring kotorku ke Bi Irma. Adrien menyewa pembantu sekarang. Katanya agar aku tidak usah mengerjakan tugas rumah karena harus focus Menyusun skripsi, dan takut aku kelelahan karena ada nyawa di perutku yang harus aku jaga.
Soal yang waktu itu aku memberikannya waktu 30 hari untuk meyakinkanku itu aku terima. Bohong jika aku tidak bawa perasaan apalagi saat ini Adrien sangat perhatian padauk. Kadang jika aku sedang sibuk di depan laptop dia menyuapiku makan agar tak lupa makan.
Dan hal hal kecil lainnya. Mungkin sepele namun menurutku itu sangat bermakna. Bohong sekali jika aku tidak mau menerimanya Kembali, malah dari awal aku sudah ingin Kembali kepelukannya.
Aku sekarang banyak melihat sisi lain Adrien. Dari tingkah lucunya saat berbicara dengan bayi di perutku. Belum lagi kalau bayiku sedang cegukan di dalam perut dia selalu mengusap ngusap perutku, padahal aku tahu kondisi dia sangat mengantuk.
Aku pernah mendengar beberapakali Ketika aku tidur, dan tentu saja aku pura pura tertidur. Padahal mana bisa aku tertidur kalau bayiku bergerak gerak di perut.
"anak bayi. Tolong bantu papa ya untuk meyakinkan mamamu yang dingin ini agar hubungan kami membaik. Agar kita bisa berkumpul sekeluarga. Dan kamu jangan terlalu membuat mamamu kerepotan ya di dalam sana. Papa sayang kamu."
Dan hal itu membuat anak di dalam perutku menenddang nendang. Begitupun aku yang mendengarnya membuat darahku berdesir. Kalau saja tidak serumit ini mungkin saat ini aku sedang Bahagia bercengrama malam dengan Adrien membahas segala hal yang mungkin tidak penting.
"hari ini sudah tepat 30 hari ya." Ucapku dingin.
Aku selalu bersikap dingin sebulan ini. Berusaha bersikap dingin seperti ini tidaklah mudah. Terkadang pertahananku hamper runtuh, dan terkadang aku selalu menangis di kamar mandi sambi menyalakan shower agar tidak terdengar olehnya.
"tiga puluh hari apa raia?" ucapnya menegang.
"sesuai perjanjian, jika aku merasa hubungan kita tidak akan membaik aku bisa minta pisah bukan?"
Dia terdiam dan berhenti menyantap makanannya.
"jadi, kamu kembalilah ke pelukan sasha. Lupakan tentang kita yang sebenarnya memang tidak pernah ada. Surat cerai akan ku kirim ke alamatmu. Untuk urusan anak jangan khawatir aku tidak akan menutup akses untukmu bertemu dengannya."
Aku beranjak dari meja makanku melewatinya. Dan tanganku ditahan oleh tangannya. Aku meihat tetesan air mata di pipinya.
"sudah ku bilang tidak akan ada sasha lagi bukan? Sasha sudah Kembali pada dunianya. Aku sudah mengurusinya dan tidak akan Kembali untuk mengacau kita ataupun orangtuamu jika itu yang kau takutkan."
"bukan hanya karena sasha. Ini soal perasaan. Aku tidak mencintaimu jadi untuk apa?" aku bohong tentu saja.
"tapi dulu kau bilang mencintaiku raia." Suaranya yang parau membuatku ingin menangis.
"iya, tapi itu dulu. Sekarang telah berubah. Sudahlah, lupakan tentang kita. Aku akan berkemas sekarang."
"tapi aku mencintaimu raia, ah tidak lebih tepatnya aku sangat mencintaimu melebihi aku mencintai diriku sendiri."
Aku menegang mendengar penuturannya. Tuhan mengapa harus serumit ini sih?
Dia berlutut di depanku dengan airmatanya yang terus saja mengalir. Ku kira dia akan marah besar karena usahanya selama ini ternyata hasilnya sia sia. Namun dia malah memohon bukannya marah padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Should i ?
RomanceMenikahi seorang Ryandrien Wijaya alias dosen charming di jurusanku ternyata tak sebahagia apa yang aku bayangkan. Ryandrien yang pertama kali aku temui sangat berbeda dengan sifat aslinya. Dan aku benci situasi saat ini. Saat aku hanyalah pengantin...