"apa kau bilang? Dia jatuh kedalam air?" Haechan menatap Jaemin dengan mata terbelalak kaget saat melihat Renjun berada digendongan Jaemin dengan basah kuyup. Jaemin bahkan harus melepaskan infus mereka berdua secara paksa karena merasa kesulitan membawa Renjun dengan benda itu.
"memangnya kenapa?" Jaemin menatap Haechan takut – takut.
"saat bangun mungkin dia akan histeris" Haechan menggigit – gigit kukunya, itu adalah kebiasaannya ketika merasa tegang dan takut.
"sebaiknya kau berganti baju Jaemin, begitu pula dengan Renjun" Jeno menarik tubuh Jaemin dari kamar Renjun "kau juga harus memasang kembali infusmu"
Jaemin ingin mengabaikan anjuran Jeno, tapi sepertinya meninggalkan ruangan Renjun adalah pilihan yang baik karena Renjun memang harus berganti pakaian, atau lebih tepatnya Haechan yang mengganti pakaian Renjun.
"ayo kembali" dan Jeno hanya mengangkat sebelah alisnya saat mendengar ajakan itu dari Jaemin.
Jaemin memang terlihat sebagai pribadi yang hangat. Tapi tidak, Jaemin tidak sehangat itu.
Pria itu benar – benar tipe orang yang lebih suka mengabaikan sekitarnya daripada memberikan perhatiannya secara lebih.
Lalu untuk apa dia perduli dengan keadaan Renjun.
"aku ingin bertanya kenapa, tapi baiklah" Jeno berdiri dan berjalan keluar kamar terlebih dahulu.
Saat mereka berada didepan rawat inap Renjun dengan pintunya yang terbuka lebar, terdengar suara teriakan dan tangisan histeris Renjun.
Suara yang sangat memilukan ditelinga Jaemin karena terdengar seperti wanita itu tengah berada diambang kematian.
Jaemin tanpa sadar berjalan mendekat, menarik tubuh Haechan yang mencoba memeluk Renjun yang sedang histeris menjauh digantikan tubuhnya. Tubuh kecil itu bergetar hebat, dan dimatanya terpancar rasa takut yang sangat mengerikan.
Tangannya terus menerus meremas baju didepan dadanya.
"hei Injunie" Jaemin tersenyum setelah memanggil Renjun dengan nada paling lembut yang ia miliki. Injunie adalah panggilan khusus yang dibuat putra mahkota untuk putri mahkotanya dimasa lalu.
"lihat aku menyelamatkanmu kali ini" Jaemin memeluk tubuh kecil itu dan mengusap punggungnya lembut "kau tidak mati, kau tidak akan mati" Jaemin tersenyum tipis pada perawat yang nampaknya mempersiapkan suntikan berisi obat penenang dan menyuntikkannya pada kantong infus Renjun.
"kenapa? Karena kali ini aku akan menarik tanganmu Injunie, aku tidak akan membiarkanmu mati tenggelam seperti mimpi – mimpi kelammu"
"jika aku tau kau bisa menenangkannya seperti tadi aku akan mengenalkanmu pada Renjun terlebih dahulu daripada aku memperkenalkannya pada si kaku ini" Haechan memberikan teh pada Jaemin dan Jeno.
"kau tau aku lebih suka americano" Jaemin menatap teh didepannya kesal.
"minum saja, ini teh kesukaan Renjun" Haechan menatap Jaemin kesal.
"lagipula kenapa kau tidak mau mengenalkannya denganku?" Jaemin meminum tehnya.
"kau tipe provokator Jaemin, saat melihat kami bertengkar kau mungkin akan membuat pertengkaran kami makin besar" penjelasan Haechan tanpa sadar diangguki oleh Jaemin, karena jika dibandingkan dengan Jeno mungkin emosinya sedikit lebih labil.
"tapi bagaimana jika aku lebih memilih membela Renjun daripada kau?" Jaemin mengedipkan sebelah matanya.
"Renjun terlalu takut dengan kematian sampai dia tidak punya waktu dengan hubungan asmara" Haechan mengangkat bahunya.
"sejak kapan kalian saling mengenal?" Jaemin menopang dagunya "kupikir dia bukan teman satu jurusanmu"
"kami bertemu di paduan suara" Haechan tersenyum tipis "kami selalu bertengkar, hanya itu"
"tapi semuanya berubah saat kami mengikuti acara camping, saat itu kita semua berumur sembilan belas tahun" Haechan meremas pengangan cangkir tehnya "aku dan Renjun bertengkar hebat sampai dia terpeleset dan jatuh kedalam danau"
"Renjun ditemukan? Tentu saja, tapi dia bangun tiga hari kemudian dan langsung histeris. Aku ketakutan? Tentu saja" Haechan menatap Renjun yang terbaring diatas tempat tidurnya "aku bersyukur orang tua Renjun tidak menyalahkanku, tapi semenjak saat itu aku selalu berada disekitar Renjun karena setelahnya dia selalu pingsan dalam kurun waktu tiga atau enam bulan sekali"
"awalnya karena rasa bersalah, tapi akhirnya aku menyadari kalau Renjun sudah lebih seperti saudaraku sendiri"
"cerita yang sedikit aneh untukku" Jeno memiringkan kepalanya "tapi melihat bagaimana Renjun histeris saat bangun tadi, kupikir Renjun menganggap saat jauh kedanau adalah saat kematiannya"
"dia selalu mengatakan kalau dia bermimpi mati jatuh didalam danau didepan seorang pria tampan" Haechan tersenyum geli "yang membuatku bingung adalah, kenapa pria itu tidak menolongnya"
"karena pria itu yang mendorongnya" itu suara Jaemin, terdengar begitu dingin dan keras membuat Haechan tidak bisa berkutik. Pemuda itu berjalan pergi membawa tongkat infusnya keluar.
Dan Jeno yang kebingungan hanya menegakkan punggungnya karena terkejut, kenapa Jaemin berpikir demikian.
"ada apa dengannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
FanfictionON HOLD Jaemin terjebak pada takdir yang mempertemukannya dengan seseorang yang ia bunuh dikehidupan sebelumnya Destiny, sometimes referred to as fate, is a predetermined course of events. It may be conceived as a predetermined future, whether in ge...