Jaemin terbangun dari tidurnya. Keringan membanjiri seluruh tubuh pemuda itu, ia bahkan memegangi lehernya dengan nafas tercekat. Mimpinya terasa begitu nyata membuat Jaemin sedikit banyak merasa sangat ketakutan.
"seperti akulah yang akan dibunuh" Jaemin mengambil ponselnya guna melihat jam berapa ia terbangun.
"sudah jam lima" Jaemin berdiri dan masuk kedalam kamar mandi.
Jaemin menatap gedung didepannya kebingungan.
Seingatnya, kemarin ia sudah melakukan presentasi pada perusahaan yang menggunakan jasanya tersebut.
"kenapa kita diminta kembali kemari" Jaemin bertanya pada rekan kerjanya. Jayden.
"kudengar pimpinan mereka ingin bertemu langsung denganmu" Jayden menjawab sambil melihat kearah jam tangannya. "Ayo keruang konferensi"
"lantai berapa?" Jaemin bertanya saat mereka sudah ada didalam lift.
"lantai sebelas" Jayden kembali menyahut "sepertinya klienmu kali ini sangat murah hati, aku yang tidak terlibat proyek saja diberikan bayaran"
"kau terlihat senang" Jaemin tersenyum sinis.
"siapa yang tidak senang diberikan uang secara cuma – cuma?" Jayden mengangkat sebelah alisnya.
"kalau begitu kau saja yang menjawab pertanyaan yang dilemparkan" Jaemin menepuk bahu Jayden da berjalan keluar lift ketika pintunya terbuka.
"dasar licik" Jayden menggerutu kesal
"apa masih lama?" Jaemin bertanya pada Jayden karena orang yang mengundang mereka tidak kunjung datang.
"tuan Park kedatangan tamu secara mendadak" sekretaris dari orang yang mengundang Jaemin dan Jayden bersuara.
Disaat Jayden mengucapkan kalimat tidak masalah dan sebagainya, Jaemin malah terdiam dengan jantung berdegup kencang.
Ia jadi teringat dengan tangan dan lehernya yang ditebas dengan mudahnya oleh seseorang bermarga Park.
"tuan Park tiba" suara sang sekretaris kembali terdengar.
Jaemin berdiri guna memberikan hormat dan melihat siapa klien yang dengan gilanya membayar begitu mahal untuk desain bangunan darinya.
Tiba – tiba kaki Jaemin tidak bisa menopang beban tubuhnya lagi.
Jaemin terjatuh setelah mundur dua langkah, ia begitu terkejut.
"ada apa?" Jayden menatap Jaemin terkejut.
"kau jelaskan sendiri, aku tidak bisa berada disini lebih lama lagi" dan Jaemin keluar dari ruangan dengan langkah cepat.
Keringat membanjiri wajahnya.
Ia bahkan langsung memasuki lift dan berencana pulang sesegera mungkin.
Saat menuju tempat parkir, Jaemin tanpa sadar menoleh kearah kaca dimana terdapat taman kecil disamping gedung perusahaan.
Jaemin melihat Renjun disana tengah duduk sendirian sambil mengayunkan kakinya.
Tanpa sadar ia berbelok dan mendatangi Renjun.
"Jaemin sedang apa di-" pertanyaan Renjun terenhenti karena pelukan tiba – tiba dari Jaemin.
"pasti menakutkan" Jaemin menenggelamkan kepala Renjun didadanya.
"apanya?" Renjun bertanya kebingungan.
"apa rasanya sangat menakutkan saat pertama kali kau melihatku?" Jaemin berbicara tanpa menghiraukan Renjun.
Renjun melepaskan paksa pelukan Jaemin dan mendongak menatap pemuda itu
"kau kenapa?" tanya Renjun dengan alis tertaut karena kebingungan.
"tidak ada" Jaemin menggeleng dan berjalan pergi meninggalkan Renjun.
"apa dia sudah gila?" Renjun bertanya pada dirinya sendiri saat Jaemin kembali membuka pintu kaca yang tadi ia lewati.
Mau up lebih awal. Eh ketiduran dong
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
FanficON HOLD Jaemin terjebak pada takdir yang mempertemukannya dengan seseorang yang ia bunuh dikehidupan sebelumnya Destiny, sometimes referred to as fate, is a predetermined course of events. It may be conceived as a predetermined future, whether in ge...