•••
Kafe yang baru saja dibuka ini memiliki suasana hangat dan santai sehingga cocok digunakan sebagai tempat untuk berkumpul dan mengobrol. Dari sekian banyaknya pelanggan yang ada di sana, nampak pula Sasuke dan Akash yang juga berada disana. Beberapa hari yang lalu keduanya memang membuat janji untuk bertemu hari ini.
Akash bersedekap seraya memperhatikan Sasuke yang nampak asyik meminum minumannya seraya memandangi jalanan yang nampak padat.
"Kudengar-dengar, dia sudah kembali, bukan?" tanyanya.
Sasuke menoleh pada sahabatnya dengan kening yang berkerut bingung. "Dia siapa?"
"Hinata."
Sasuke terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Aa, kau benar. Aku juga sudah sempat bertemu dan mengobrol dengannya, meski hanya sekali." sahutnya.
Akash tersenyum tipis kala memperhatikan raut wajah Sasuke yang menjadi tak terbaca karena pembahasan kali ini. "Bisa kutebak, sepertinya kau sudah merasa lebih nyaman pada Sakura dibandingkan Hinata, bukan begitu?" tebakan Akash itu membuat Sasuke seketika tertegun.
Sasuke hanya bungkam. Tak menjawab. Akash semakin memperlebar senyumannya. "Aku tahu kau sedang bingung bagaimana untuk menjawabnya, Sasuke. Jika aku ada diposisimu mungkin akupun akan mengalami hal yang sama. Rata-rata, dalam pernikahan meski sekalipun itu adalah pernikahan terpaksa, pasti akan tetap timbul rasa nyaman meski hanya sedikit, baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuannya. Dan rasa nyaman itu timbul karena terbiasa. Lalu biasanya, rasa nyaman itu pun bisa berkembang menjadi cinta."
"Akash... a-aku, aku hanya mencintai Hinata. Hanya dia. Jadi, sepertinya tidak mungkin aku mencintai Sakura. Mungkin rasa nyaman itu memang ada. Tapi cinta tidak." ujar Sasuke.
"Aku antara percaya dan tak percaya ketika kau mengatakan barusan, ada nada ragu-ragu dalam kata-katamu itu, Sasuke. Lagipula, sebaiknya coba kau kenali dan telaah lebih dalam dan meluas lagi apa rasa cinta yang kau rasakan pada Hinata. Maaf jika kau tersinggung atau merasa tak terima, Sasuke. Tapi, sebenarnya aku sudah lama sekali ingin mengatakan sesuatu hal ini padamu." Akash berhenti sejenak dan memandang tenang Sasuke yang sepertinya sudah menantikan sesuatu hal apa yang ingin ia katakan.
"Ingatkah kau saat masa sekolah dulu? Kau dan Hinata dulu hanya lah sebatas sahabat, bukan? Kau yang terkadang suka menolongnya karena menjadi korban bully otomatis telah membuat kalian dekat bahkan sampai menjadikan kalian sepasang kekasih. Dan bisa saja perasaan pada Hinata yang kau sebut-sebut dengan rasa cinta itu sebenarnya hanyalah sebatas rasa iba dan kasihan belaka. Bukan benar-benar rasa cinta dalam artian sebenarnya. Sekali lagi maaf jika mungkin kau tersinggung atau tak terima dengan ucapanku barusan, tapi aku hanya mengatakan apa yang selama ini ingin kukatakan padamu.
"Sasuke, saranku, coba kau pikirkan lagi baik-baik dan matang-matang. Aku tahu ini memang sulit dan membuatmu bingung juga bimbang. Tapi memikirkannya lagi itu sangat perlu. Jangan sampai saat kau telah sadar jika yang kau cinta itu adalah Sakura, tapi pada akhirnya Hinata lah yang kemungkinan besar akan menjadi istrimu setelah kau dan Sakura bercerai. Jika saja itu semua sampai terlambat, mungkin akan membuat banyak hati tersakiti, termasuk hatimu sendiri.
"Lagipula, tak mungkin juga kau tidak merasa nyaman bahkan sampai tak jatuh cinta pada Sakura, jika mengingat bagaimana sikap istrimu itu. Aku merasa, dia itu benar-benar istri idaman, Sasuke. Lalu, ditambah lagi dengan kehadiran Sasura. Rata-rata kehadiran buah hati itu memang bisa menjadi pengikat hati bagi kedua orangtuanya. Sekali lagi, pikirkan semua penjelasanku itu baik-baik dan matang-matang, jangan sampai semuanya terlambat, semua keputusan ada ditanganmu, lagipula, tinggal seminggu lagi sisa waktu pernikahanmu dan Sakura, Sasuke."
Penjelasan-penjelasan Akash itu benar-benar membuat Sasuke tertegun. Otaknya menjadi memikirkan kembali kata demi kata penjelasan dari sahabatnya itu.
Demi Tuhan, semua ini sungguh membuatnya bingung dan bimbang.
.
.
.Beberapa hari ini sikap Sasuke menjadi cukup aneh. Terhitung sejak tiga hari bertemu dengan Akash dan mendengarkan segala penjelasan dari sahabatnya itu. Sasuke pun merasakan sendiri perubahan sikapnya ini. Ia menjadi lebih pendiam dan lebih sering melamun karena penjelasan-penjelasan Akash itu terus berputar di benaknya dan membuatnya lagi-lagi terpikirkan terus.
Tapi ternyata sepertinya istrinya itu ikut merasakan pula perubahan sikapnya yang aneh itu.
"Sasuke? Kau kenapa? Kenapa diam saja?" tegur Sakura kala melihat suaminya itu hanya diam melamun, sedangkan makan malamnya baru dihabiskan setengah.
Lamunan Sasuke langsung buyar, dan pria itu segera memandang istrinya. "Ah, iya, maafkan aku, Sakura." ujarnya, kemudian melanjutkan kembali kegiatan menyantap makan malamnya yang sempat tertunda karena lamunannya.
"Kau tahu? Aku merasa sikapmu tiga hari ini menjadi aneh sekali? Lebih pendiam dan sering melamun? Apa kau ada masalah? Masalah pekerjaan mungkin?" tanya Sakura.
Sasuke menggeleng pelan. Lalu pria itu tersenyum. "Tidak, Sakura. Tidak ada masalah. Sepertinya aku hanya sedang tak enak badan saja." setelah berkata seperti itu, perasaan bersalah pun timbul direlung hatinya, ia terpaksa berdusta, rasanya ia tak siap dan tak ingin jika harus bercerita tentang apa yang sudah bergelayut di benaknya selama beberapa hari ini.
Sakura mengamati lamat-lamat raut wajah suaminya yang nampak menenangkan. Sebelum pada akhirnya wanita itupun mengangguk dan memilih untuk mempercayai Sasuke.
"S-sakura?" gumam Sasuke terkejut kala istrinya itu tiba-tiba mengambil alih sendok dan garpu yang dipegangnya.
"Diamlah. Biar kusuapi saja. Aku yakin sebentar lagi pasti kau akan berhenti makan dan malah melamun lagi." omel Sakura.
"Lalu makanmu bagaimana?"
"Aku akan melanjutkannya nanti setelah selesai menyuapimu."
Sasuke diam-diam mengulum senyum kala istrinya mulai menyuapinya dengan telaten. Dan ia menerima suapan Sakura dengan senang hati dan lahap.
TBC
Tingkatkan voment kalian ya, biar cepet di next lagi. Sorry for Typo. Arigato.
12-04-2020
@uchiharizkia
KAMU SEDANG MEMBACA
1 YEAR [END]
FanfictionPAIR:❤SASUSAKU❤ Kesalahan satu malam membuat mereka terikat dalam pernikahan yang dilandasi oleh keterpaksaan. Kebersamaan dan rasa nyaman perlahan dapat menumbuhkan cinta di hati. Hingga cinta itu membuat mereka terlena akan kebahagiaan. Tak sadar...