21 ~ PULIH

42 5 2
                                    

"Cekalang buka mata kakak pelan pelan. Dadah kakak. Ala cayang kakakk"

Cup.

Kecupan Terakhir ara berbarengan dengan kecupan Devan yang mendarat dikening Tasya.

"Aa.. ra" Suara serak Tasya mampu membungkam suara tangis yang sedari tadi menggema dalam ruangan itu.

"Tasya? Kamu sadar sayang?.. Hikss.. Mami tau kamu pasti sadar... Dokter tadi bohongin Mami... Mami sayang kamu sayang.. Jangan pergi lagi.."

Tasya merasakan genggaman tangan Ara tergantikan dengan genggaman tangan Maminya.

Ia menuruti perintah terakhir Ara untuk membukan matanya perlahan. Ya Ara benar, sekarang ia bisa melihat pemandangan pilu yang tadi ia saksikan dengan Gadis kecil itu.

Tenaga medis berjalan menghampiri posisi Tasya.

"Ini merupakan sebuah keajaiban. Pasien berhasil melewati masa kritisnya dan bahkan kembali hidup setelah organ dalanya berhenti befungsi"

"Alhamdulillah" Semua orang yang melihat kejadian itu mengucap syukur atas kembalinya Tasya.

Tasya tersenyum kearah mereka semua.

"Pih..kak" 

Devan berjalan mundur beberapa langkah, memberikan ruang untuk Andra dan Andrea menghampiri Tasya.

"Dek lo jahat tau gak. Lo hampir buat gue gila" Andra Mengusap lembut puncak kepala Tasya. Sementara sang adik hanya membalas dengan sebuah senyuman.

"Sayang" Sang Papi mengencup lembut pipi sang putri. Bagaimana bisa gadis kecinya berada diposisi ini.

"Mami" Kali ini Tamara memeluk erat putri kesayangannya seolah tidak akan pernah rela jika Tasya kembali meninggalkan dirinya.

"Opa?" Sekarang pandangan mata Tasya tertuju pada laki-laki paruh baya yang berdiri di depan pintu.

"Maafin Opa yang gagal jagain kamu disekolah Sayang" Alex memeluk cucunya penuh kasih sayang. Ia merasa gagal sebagai Opa sekaligus Kepala Sekolah cucunya.

"Tasya sayang opa" hanya itu yang mampu Tasya ucapkan ia masih belum terlalu kuat jika harus banyak mengeluarkan suara.
Tangannya bergerak mengusap air mata Sang opa.

"Opa juga sayang Tasya. Maapin opa ya nak" lirih Alex.

Tasya hanya menggangguk sambil tersenyum lembut. Bahkan gadis itu tidak pernah menganggap bahwa Opa nya bersalah dalam hal ini.

Kini mata Tasya beralih pada kedua orang tua Devan yang terus tersenyum bahagia melihat dirinya benar benar kembali. Tasya membalas senyuman itu dengan Air mata yang sedikit menetes.

Ia mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan, mengabsen satu persatu sahabat sahabatnya yang ternyata ikutan mewek sejak tadi.

Aling, Vanka, dan Aurel tersenyum bahagia menatap sahabat mereka. Tasya merentangkan tangan, memberikan isyarat agar mereka bertiga segera memeluknya.

Tasya, Aling, Vanka dan Aurel berpelukan dengan sangat erat membuat semua orang dalam ruangan itu tersenyum bahgia.

"Udah kayak teletubies aja lu berempat. Minggir dong, gue juga mau liat ibu bos gue nih" cerocos seseorang yang kini berjalan kearah mereka.

"Wahyu?" Tasya Tertawa kecil melihat Sahabat Devan yang baru saja menganggu moment bahagianya dengan sahabat sahabatnya.

"Wahyuu!! Lo kok ninggalin gue di mobil sih?" Seseorang masuk dengan heboh kedalam ruangan Tasya. Seketika tatapan membunuh dari orang orang di dalam sana membuat ia mengurungkan niatnya untuk menghajar wahyu habis-habisan.

Because You Are The Reason Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang