Wonwoo memasuki rumahnya. Hal yang pertama ia lihat adalah adik-adiknya. Mereka terlihat khawatir dan murung.
"Kalian kenapa?"
Sana berdiri dan menghampiri Wonwoo, "Kak, kenapa gak jawab telponnya sih?"
Pria itu terdiam sejenak. Merasakan hal aneh dari mereka. Wonwoo menggandeng Sana untuk kembali duduk. Ia mencoba bertanya apa ada hal buruk terjadi.
"Kak Wonwoo harus ke Swiss. Ayah sakit. Kakak harus kesana sekarang." jawab Heejin diikuti anggukan dari Sagang, "Sagang mau ikut. Aku bisa pindah sekolah. Aku bisa bantu."
Pria itu terdiam.
Bagaimana dengan Eunha?
"Barusan Sana udah pesen taksi. Ini barang Kakak, Sagang, Heejin." Sana berdiri dan menunjukkan koper Wonwoo.
"Bener-bener sekarang?" tanya Wonwok ragu.
"Kak!" bentak ketiga adiknya bersamaan.
Tak ada pilihan. Wonwoo dan kedua adiknya harus berangkat ke Swiss sekarang, Sana juga mengantar ke bandara.
▶▶▶
Tidak ada yang bicara sedikit pun. Mereka tenggelam dalam ketakutan masing-masing. Takut kehilangan orang tua yang mereka kasihi lagi.
Mereka dan orang tua angkatnya bertemu di rumah sakit, tepat saat orang tua kandung mereka wafat. Awalnya, mereka hanya pria dan wanita asing yang juga kehilangan kedua putra dan satu putrinya.
Dengan satu batang coklat. Kedua insan itu masuk ke kehidupan mereka berempat. Bersama-sama membuat kenangan baik. Maka dari itu mereka berempat sangat mengasihi orang tua angkat mereka.
Wonwoo menurunkan koper. Mereka bertiga masuk ke bandara, sementara Sana pulang. Ia merasa sesak karena tidak bisa ikut. Hanya bisa berharap kesembuhan bagi orang tua angkat mereka.
Pria itu membantu adiknya lalu mencari tempat duduk. "Sini duduk sebelah Kakak."
Wajah kedua adiknya ini pucat. Tidak banyak yang bisa Wonwoo lakukan. Dengan dada yang terasa sesak juga, ia mencoba menenangkan kedua adiknya itu.
Melihat arlojinya, pesawat mereka akan tiba dalam dua jam. Lalu memandang kosong ke depan, wajah wanita terbayang.
Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, pria itu gugup. Jika tidak bertemu Eunha, bagaimana ke depannya?
Tangannya meraih ponselnya. Baterainya tersisa 2 persen. Ia membuka kunci dan segera menyadari banyaknya panggilan dari Eunha.
Matanya terbuka.
Tak sadar ia berdiri dari duduknya. Ia berjongkok di depan adiknya. "Heejin, Sagang." panggil Wonwoo. Mereka menoleh walaupun tidak menjawab.
"Kakak mau ketemu sama temen dulu. Sebentar aja, boleh kan?" pinta Wonwoo. "30 menit aja. Please?"
"Kak Eunha, ya?" tanya Sagang tiba-tiba. Wonwoo mengangguk, membenarkan. "Harus banget ya, Kak? Kalau terlambat gimana?"
Pria itu memerah matanya, mulai ada rasa sakit di tenggorokannya. "Kakak harus ketemu Eunha sebentar."
Heejin memberikan powerbank miliknya. "Yaudah, Kak. Tapi jangan telat. Ponselnya juga jangan sampe mati." ucapnya memberikan Wonwoo izin.
Heejin tau perasaan keduanya— Wonwoo dan Eunha dan gadis itu gak mau egois.
Wonwoo mengambil powerbank yang diberikan. Lalu ia berlari menuju luar dan mencari taksi. Ia segera masuk setelah mendapatkannya, "Paling cepat, Pak. Saya bayar lebih."
Sedangkan Sagang terheran dengan Heejin. Ia merasa marah karena sudah memberikan Wonwoo Izin.
"Kak! Kurang dari dua jam lagi pesawat dateng! Dari rumah ke bandara aja 30 menit lebih!"
Heejin hanya terdiam. Ia percaya dengan Kakak tertuanya, "Kak Wonwoo bakal dateng tepat waktu."
▶▶▶
Dengan napas yang tak teratur ia turun dari taksi, meminta agar supir menunggu 10 menit, karena ia gak punya waktu buat cari taksi lagi nanti.
Ia sampai didepan rumah Eunha.
"Eunha! Jung Eunha!"
Ia melihat arlojinya. Sudah pukul 1 malam. Merasa gugup kalau tidak bisa bertemu Eunha sebelum ia berangkat menemui orangtua angkatnya.
Tak punya pilihan ia melemparkan batu kecil ke jendela kamar Eunha. Caranya berhasil membuat lampu kamar Eunha menyala, menandakan Eunha terbangun.
"Jung Eunha!"
Tirai jendelanya terbuka. Menampakkan Eunha yang tengah memakai baju tidur pinknya. Matanya terbulat sempurna. Tanpa pikir panjang, Eunha turun dan menemui Wonwoo.
"Kak.. Kenapa telpon aku gak dijawab!" ucapnya dengan nada kesal dan seperti ingin menangis.
Wonwoo tidak bisa mendengarkan cerita Eunha dulu. Waktunya tidak memungkinkan. Pria itu meraih tangan Eunha, mencoba tersenyum dengan matanya yang memerah dibalik kacamata.
"Kakak kenapa? Nangis?"
Melihat mata Wonwoo yang memerah, tentu membuat Eunha merasa khawatir. Ia mendekat dan mencoba melihat mata Wonwoo.
"Eunha. Saya kesini mau izin pergi dulu, ya." pengucapan Wonwoo lemah. Suara Wonwok memang biasanya kecil, namun ini terdengar lebih lemah dari biasanya.
"Pergi... Kemana?"
"Orang tua angkat kami."
Eunha tidak bisa berkata-kata. Ia hanya dapat melontarkan pertanyaan seperti. "Ada masalah apa? Berapa lama? Kakak gak bakal pergi lama, kan?"
"Saya gak bisa jelasin kenapa, waktu penerbangan kami mepet. Berapa lamanya... Saya juga gak tahu." Wonwoo meraih pucuk kepala Eunha. "Saya minta maaf, ya."
"Wonwoo sayang Eunha."
Itu ucapan terakhir sebelum prianya kembali masuk ke taksi dan berangkat.
Mereka benar-benar tidak kembali dalam waktu yang cukup lama.
######
double up! Biar samaan double up gitu sama yg cerita sebelah
![](https://img.wattpad.com/cover/212857481-288-k712642.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
my best boy. (jung eunha)
Fiksi Penggemar• GFriend series [Series] 1# Math - Jung Yerin 2# ILYMTY - Kim Sojung 3# My Best Boy - Jung Eunha 4# coming soon 5# coming soon 6# coming soon © cover : ashui.zz Start : 17 april 2020 End : 27 desember 2020