Bulan | 03 | Lagi?

220 27 7
                                    

Desahan dan umpatan dari mulut Bulan tak henti-hentinya di lontarkan dalam hatinya. Dia benar-benar kesal dengan laki-laki itu. Bagaimana bisa dia baru tau sifat ketos yang baru ini? Nyebelin dan banyak drama. Kalo sudah begini kan dia jadi terlambat pulang hanya perkara sepatu.

Kesialannya pun nambah menjadi-jadi, ketika tau bahwa mobil yang dia gunakan untuk pulang mengalami kesalahan, ban bocor. Pak Dadang, sopir Bulan pun sedang mencoba menghubungi pihak bengkel.

Kini, Bulan berada di pinggir jalan trotoar, sambil berdiri menunggu kabar pak Dadang yang masih sibuk dengan telpon genggamnya.

Lalu, Pak Dadang kembali ke hadapan Bulan. "Non."

"Iya Pak? Gimana, udah bisa ke angkat sama pihak bengkelnya?" tanya Bulan.

"Sudah Non, saya juga sudah hubungi tuan, katanya Tuan, Non nanti di jemput sama Den Bani," ujar pak Dadang.

"Huftt syukurlah, yaudah Pak, saya duduk di halte bis situ ya? Capek," ucap Bulan seraya menunjuk halte bis di sebrang jalan dari tempatnya berdiri.

"Iya Non, hati-hati nyebrangnya, kalo ada apa-apa telpon saya saja, saya tungguin disini sampai Den Bani datang," kata pak Dadang.

"Iya Pak."

Bulan pun mulai berjalan dan menyebrang. Lalu, dia segera menduduki bokongnya ke tempat duduk halte bis itu. Sambil mendesah panjang.

"Akhirnya bisa duduk juga ya Allah."

Setelah 20 menit berlalu, tiba-tiba ada sebuah motor ninja keluaran terbaru berwarna merah terang berhenti di depan halte bis.

Langsung saja, Bulan yang melihat itu mengamati siapa pemiliki motor keluaran terbaru itu.

"Lama ya?" ucapnya.

Dia pun melepaskan helm di kepalanya lalu mengarahkan matanya ke arah Bulan.

"Yaampun! Bang Bani? Motor baru?" ujar Bulan menatap Bani tak percaya.

Bukannya menjawab pertanyaan Bani, Bulan justru fokus pada kendaraan motor di depannya itu.

Emang jiwa Bulan yang lama itu gak bisa di bohongi, walaupun udah jadi Bulan yang baru.

Bulan pun bangun, dan meneliti setiap inci motor itu.

"Gila lo, kok bisa dapet sih?" ucap Bulan dengan nada tak percaya dan sedikit iri.

"Bisa lah, Bani gitu, bukan Bulan," kata Bani sambil memukul dadanya seolah menunjukkan dia ini hebat.

Bulan memutar bola matanya jengah. "Heh cengcorang, gua bawa motor ke sekolah lagi nanti, liat aja lo."

"Oke, kita liat ya? Apakah seorang Bulan di perbolehkan lagi untuk membawa motor? Tapi, gua sih kurang yakin Lan, secara lo kan sekarang anak jemputan," ledek Bani.

"Mulut lo belum pernah gua jait make pisau ya?" ancam Bulan.

"Belum pernah lah, ngapain mulut indah gua, eh ralat! Bibir indah gua di jait, apalagi make tangan lo itu? Dih ogah!" ujar Bani sambil nunjuk-nunjuk Bulan dengan ekspresi jijik.

"Bangsat lo Bang!" sewot Bulan seraya memukul lengan Bani.

"Aduh, aduh, iya, iya, gausah di pukul gua njing!" keluh Bani.

"Lo tuh! Ngeselin monyet!! Gua ini lagi bete banget, lo tambah-tambahin ya setan!"

"Yee, mulut lo Lan, kalo Pak Dadang denger. Bisa di aduin lo ama Nyokap Bokap, mampus!" kata Bani.

Begitulah Bulan yang lama selalu bar bar.

"Ck, gak di sekolah, gak di rumah, apa gua harus selalu jaga tabiat wanita? Kayak jaga sopan santun? Dih, capek Bang!" keluh Bulan.

Bulan [Completed✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang