Bulan | 22 | Kebenaran

62 10 0
                                    

Mereka berjalan menjauhi pohon rindang lebat yang menjadi tempat parkir motor Gema tadi. Berjalan entah ke arah mana. Keduanya saling diam tanpa berbicara satu sama lain. Gema masih menuntun Bulan berjalan hingga pada ujung jalan mereka sama-sama melihat ada sebuah gang di sana.

Bulan mencoba mengingat kembali. Karena ia yakin bahwa ia pernah datang ke sini juga.

Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah taman dengan pohon yang tua dan lebat. Tampak sekali pohon itu sudah berumur puluhan tahun.

Seketika Bulan tegang dan jantungnya berdetak lebih cepat. Pikirannya kemana-mana. Tangan Bulan masih dipegang oleh Gema sedari tadi.

"Maaf," Bulan langsung menoleh ke samping. Tempat Gema berdiri dan ia melepaskan kaitan tangannya dengan Bulan.

"Semenjak lo dateng ke sekolah. Waktu itu lo pernah nabrak gua. Karena lo lagi buru-buru. Awalnya gua gak tau kalo itu lo. Sampai akhirnya gua liat tulisan di kalung lo. Dan saat gua liat mata lo, itu sama kayak pemilik mata dia, orang yang sama," Gema menoleh ke samping tempat Bulan berdiri dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Semakin dalam tatapan itu hingga Bulan bersuara.

"Lo ngomong apaan sih?" Bulan bukannya mau menghindar dari situasi ini atau berpura-pura tidak mengenal Gema. Dia hanya ingin Gema jujur dan menjelaskan segalanya.

Gema membuang nafas berat lalu melengos berjalan mendekati pohon tua itu. Bulan hanya diam tanpa mau mengikuti.

"Lo masih inget? Dulu di sini lo pernah nulis nama gua dan lo. Goa dan batu, apa lo inget?" ujar Gema sambil memegang batang pohon tua itu.

Deg!

Bulan mendadak senam jantung. Dia memang tau bahwa Gema adalah sahabat kecilnya. Tapi ucapan yang dia lontarkan secara langsung lebih terasa menegangkan daripada saat ia mengetahuinya sendiri.

Gema berbalik dan menatap mata Bulan dengan sangat dalam. "Maaf, gua gak ngomong apa-apa ke lo. Gua gak mau kalo di sini hanya gua yang inget. Gua gak mau lo lupa sama gua. Mangkanya gua bersikap seolah kita emang gak pernah kenal. Maaf Lan gua egois," ujar Gema dengan nada rendah dan mampu membuat Bulan memalingkan wajahnya karena tak sanggup menatap mata Gema.

"Harusnya gua yang minta maaf. Karena gua adalah sahabat paling bego," ujar Bulan lalu ia berkekeh kecil.

"Gak seharusnya gua lupa nama asli lo. Gak seharusnya gua gak ngenalin lo selama ini. Bahkan kita udah kelas 11. Sebego itu gua. Maaf, gua bener-bener minta maaf," ujar Bulan dengan tulus sambil menundukkan kepalanya dan membuat Gema menggelengkan kepalanya tanda ia tak setuju dengan ucapan Bulan.

Gema berjalan mendekati Bulan lalu ia memegang pipi milik Bulan dan mengangkatnya dengan pelan. Gema menatap mata Bulan dengan penuh cinta dan kasih sayang namun Bulan tak bisa mengartikan tatapan itu.

"Jangan minta maaf. Gua gak suka," ujar Gema.

Bulan melepaskan tangan Gema dari pipinya. "Gua udah tau sebelum lo ngasih tau gua," ucapan Bulan barusan membuat Gema mengerutkan keningnya.

"Mangkanya gua bilang gitu ke lo kemarin. Biar lo cepetan bilang ke gua. Gua mau tau alasan lo nyembunyiin itu kenapa. Gua tau pas gua ketiduran di kamar lo waktu mabuk," ujar Bulan menjelaskan.

Gema mengelus kepala Bulan lembut. "Pinter, selalu pinter."

"Jadi, gak usah ada perjanjian konyol lagi dimana gua harus nurut lo selama 1 bulan," Gema menurunkan tangannya lalu memasukkan tangannya ke dalam saku celana lalu melengos pergi.

"Ih kok pergi sih?!" ujar Bulan lalu mengikuti Gema.

"Gak bisa," Bulan cemberut tanda tak suka mendengar ucapan Gema.

Bulan [Completed✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang