Sebelum baca. Kuy klik bintang pojok kiri.
Jan lupa tinggalkan jejak.
Happy Ridin' 🌱
Chandra mengerjapkan matanya perlahan, menyesuaikan penglihatannya yang masih agak buram.
"Eh Mbak sudah sadar. Saya panggilkan suaminya dulu," Ucap perawat yang menunggui Chandra di samping brankarnya. Perawat itu langsung keluar dari ruang UGD.
Chandra mengerutkan keningnya. 'Suami, siapa?'
Hingga pintu UGD terbuka, dengan seorang laki laki yang masuk setelahnya.
"Jeno?" Chandra berkata ragu.
"Chandra eh kapan bangun?" Jeno tersenyum lebar, menghampiri Chandra.
"Baru aja Jen." Chandra masih bingung kenapa Jeno tiba tiba ada di sini, seingatnya rumah Jeno bukan kawasan sini.
"Mau minum ga?" Tawar Jeno.
Chandra mengangguk.
Jeno langsung mengambilkan gelas di meja samping brankar Chandra, Perlahan Jeno membantu Chandra meminum air dari gelas yang di pegangnya.
Kening Chandra mengerut saat wajah Jeno mendekat di hadapannya. Mata Chandra melihat seperti bekas telapak tangan di pipi Jeno yang agak memerah dan juga mata Jeno agak sembab dengan hidung sedikit memerah, nampak habis menangis.
"Makasih Jen." Chandra berujar sambil berusaha menampilkan senyumnya.
"Yoi." Jeno meletakkan gelasnya kembali ke meja di samping brankar Chandra.
"Udah baikan? Atau masih ada yang sakit?"
Chandra mengulum senyumnya, "Udah baikan kok Jen. Nggak se pusing tadi."
Jeno mengangguk lalu mendudukan dirinya ke kursi di samping brankar Chandra.
"Hmm gua bingung mau nanya gimana nih. Gue tau lo anak baik baik, selalu dalam pantauan Mark dan nggak aneh aneh juga." Jeno menggaruk hidungnya gugup.
Chandra yang melihatnya seketika menunduk.
"Lo udah tau kondisi lo kan?" Jeno menatap lekat Chandra.
Chandra mengangguk, menatap kosong tanganya.
"Siapa Ayahnya?"
Chandra menggelengkan kepalanya.
Tangan Jeno mengepal. "Dia anak Mark kan?"
Chandra terdiam.
"Kan!" Jeno menjambak rambutnya frustasi.
Chandra semakin menundukkan kepalanya dalam, malu sekaligus takut pada temannya ini. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
"Terus si bule kanada itu kemana sekarang? Lari dari tanggung jawab? Mana handphonenya ga aktif lagi."
"Mark ke Canada ... " Jawab Chandra lirih.
Jeno membulatkan matanya, "Hah? Terus dia udah tau kabar ini?"
Chandra menggeleng, air matanya sudah menderas di pipinya.
Jeno mengusap wajahnya kasar, "Yatuhan! Tuh orang minta banget ye gue sleding."
Air mata Chandra semakin deras, takut jika Jeno akan memberi tahu Mark dan benar benar menghajarnya.
"Kapan dia berangkat? Lo nggak cegah dia?"
"Barusan hiks--gue nganter dia ke bandara. Sekarang--hiks dia lagi di pesawat, penerbangan ke Canada."
"Kenapa lo nggak bilang? Nggak minta pertanggung jawaban dia?" Jeno mulai gemas.
"Gue gak mau ngerusak mimpi sama cita cita dia. Dia harus sukses di masa depan." Chandra mantap menjawab Jeno.
"Terus lo relain aja gitu dia pergi? Lo egois cuma mikirin masa depan dia. Lo nggak liat masa depan lu rusak gara gara dia? Dengan seenaknya aja dia ninggalin lo dalam keadaan kek gini. Anak lo nggak bakal tiba tiba ada kalo bukan invetasi dari dia juga kan."
Mereka sama sama terdiam, sama sama larut dalam pikiran masing masing.
"Lo terlalu baik Chan."
"Gue minta tolong ya Jen jangan kasi tau siapa siapa perihal anak gue." Chandra menautkan kedua tangannya di depan dada, memohon pada Jeno.
"Anak Mark juga lah Chan. Anak kalian." Ralat Jeno.
"Iya Jen. Anak gue sama Mark." Suara Chandra melirih saat menyebut nama Ayah dari anaknya.
"Terus lo gimana? Mau ngurusin semua sendiri?"
Chandra mengangguk lemah.
"Yakin lo sanggup ngurus semuanya sendiri? Lo nggak ada siapa siapa lagi kan di sini. Dalam kondisi hamil gini? Lo mau nangung semuanya sendiri gitu?"
Chandra tidak pernah berfikir sejauh itu, yang ada di otaknya hanya tidak ingin mematahkan mimpi sahabatnya dan tak pernah sedikitpun dia memikirkan bagaimana hidupnya kedepan setelah ini.
Melihat tatapan kosong Chandra, Jeno menghela napas kasar.
"Yaudah biar gue aja yang nanggung semuanya."
"Hah? Gimana Jen?" Chandra mengangkat wajahnya bingung.
"Gue, sebagai sahabat lo sama Mark ngerasa turut bersalah. Biarin gue yang tanggung jawab buat biayain lo kedepan. Tapi gua nggak bisa kalo nikahin lo." Jeno menatap dalam Chandra, wajah seriusnya nampak meyakinkan.
"Eh nggak Jen. Ini anak gue, lo nggak perlu lakuin ini semua. Cukup lo masih mau berteman sama gue aja itu udah lebih dari cukup. Lagian Bang Lucas pasti tetep ngasi gue uang bulanan kok." Mata Chandra berkaca kaca menolak Jeno.
"Iya Chandra, terima saja tawaran Jeno." Tiba tiba Mama Tya memasuki ruang UGD sambil mengusap air matanya.
Kemudian menarik Chandra kedalam pelukannya.
Diam diam sejak tadi, Mama Tya menguping di depan pintu.
🌻🌱🌻
Satu Jam sudah berlalu sejak pesawat Mark lepas landas. Entah kenapa hatinya mendadak gelisah.
Untung kursi yang ia tempati hanya ada ia sendiri, kebetulan kondisi pesawat hari ini tidak terlalu ramai. Jadi dia tidak khawatir jika sikapnya yang sejak tadi uring uringan tanpa alasan akan mengganggu orang lain.
Akirnya Mark hanya menatap kosong jendela di sampingnya. Perlahan daratan berwarna coklat berganti menjadi hamparan warna biru gelap yang sedikit menyilaukan mata.
Mark mengehela napas berat untuk kesekian kalinya.
"Minumnya Mas?" Tiba tiba seorang pramugari menawarkan beberapa macam minuman.
'Ah keknya gua kurang minum deh.' Mark menelisik satu persatu minuman di hadapannya.
"Jus Jambu." putus Mark akhirnya pada jus berwarna pink pekat itu.
"Terimakasih." Mark menyunggingkan senyum tipis.
Mark menatap kosong gelas di tangannya.
"Chandra gasuka Jus jambu." Gumamnya lalu menegaknya sekali tembakan.
Setelah gelasnya kosong, mark meletakkannya di meja.
Kemudian sedikit memundurkan kursinya agar ia bisa merebahkan tubuhnya dengan benar.
Mark memejamkan matanya, sambil bersenandung kecil lagu favoritnya.
Pikirannya melayang entah kemana ujungnya, Hingga tak lama kemudian perlahan kesadarannya menghilang, alias terlelap.
Tebece
Haduh, bego ga si, si Chandra?
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDS
FanficChandra memilih tidak memberitahu Mark, jika ia tengah mengandung anaknya, agar Mark tetap pergi mengejar mimpinya ke Canada. Tak sengaja pula Chandra bertemu dengan Jeno dan keluarganya, yang justru hendak bertanggung jawab atas bayinya. Lantas b...