Chapter 5

52 10 0
                                    

Davin menggenggam tangan Thalia selama mereka menuju panggung. Saat tiba di samping panggung, ia menangkup pipi Thalia dengan kedua tangannya.

"Semangat ya, jangan grogi. Kalo grogi liat gue aja."

"Ish, sempet-sempetnya."

"Udah sana naik panggung. Semangat!"

Thalia pun naik ke panggung. Perlahan, ia menarik nafasnya untuk menghilangkan rasa groginya. Ia menyapu pandangan ke semua sudut ruangan. Dan ia temukan Davin yang sedang tersenyum sambil melambaikan tangannya. Dan berkata tanpa suara, "Semangat.”

Thalia sedikit menarik mic,

"Selamat Malam semuanya."

Ia memulai sambutan dengan senyum gugup tapi tetap manis.

"Disini saya sebagai perwakilan dari Abraham Company ingin mengucapkan sepatah dua patah kata dalam rangka telah dibukanya cabang perusahaan Mahesa Group."

Thalia pun menarik nafasnya sambil menutup mata. Perlahan, ia hembuskan kemudian mulai kalimat selamat.

"Ekhem."

“Disini, saya sebagai perwakilan dari Abraham company, Thalia Clarabelle Abraham akan  menyampaikan sambutan singkat saja. Pertama-tama saya mengucapkan selamat untuk Tuan Ganendra Rizan Mahesa atas dibukanya cabang baru di Bandung."

Sambil membaca spanduk besar di depannya.

"Semoga Mahesa Group tetap berkembang dengan baik dan terus melahirkan karya-karya dari penulis hebat. Untuk yang kedua saya sampaikan beribu terima kasih dari berbagai rekan perusahaan lain yang telah menyempatkan waktunya untuk hadir di acara malam ini. Semoga untuk kedepannya jalinan kerjasama kita tetap berlangsung dengan baik dan setia mewadahi para calon penulis hebat untuk mempersembahkan karyanya di khalayak masyarakat. Demikian sambutan saya, terima kasih dan selamat malam," ucap Thalia mendapat tepukan yang meriah dari para hadirin.

"Oke baik, itulah sambutan dari perwakilan Abraham Company. Selanjutnya adalah acara sambutan dari Bapak Bupati Bandung," ucap MC dengan meriah.

"Gimana? Nggak nervous kan? B aja kan?" tanya Davin sambil menyerahkan tangannya pada Thalia lalu membantunya turun panggung.

"Iya ehe."

Mereka pun berjalan menghampiri Satya dan Gavin.

"Thalia! Gila lo tadi bagus banget di panggung. Kata kata lo beuh udah pantes jadi reporter," ucap Gavin seperti biasanya, histeris.

"Lo keren banget Tha," puji Satya terkagum-kagum.

"Satya!" Seseorang memanggil dengan suara bariton nya.

Satya dengan refleks berbalik. Dengan wajah yang seketika tegang Satya menghampirinya.

"Gue pergi dulu gaes," pamit Satya pada teman teman nya dengan nada khawatir.

"Satya kenapa?" tanya Thalia penasaran.

"Gavin yang ganteng nggak tau bang Sat kenapa," kata Gavin sambil memakan kue.

"Gue sih nggak peduli," kata Davin santai.

"Kok lo gitu Dav?" tanya Thalia heran, tak seperti biasanya Davin seperti ini.

"Emang nggak peduli gue sama si setan kembaran si Gavin," kata Davin yang menatap sekilas Thalia.

"Gue gini gini abang lo kampret!" bentak Gavin emosi.

Disisi lain, ada Satya yang sedang didesak oleh ayahnya.

"Gimana puisi mu?"

"Satya belum bikin Pa."

"Hah? Belum bikin? Kamu selama ini ngapain aja?!" sentak ayahnya Satya.

"Satya udah berusaha Pa, tapi Satya nggak bisa," balas Satya dengan kepala menunduk.

"Kamu ini! Nggak guna banget jadi anak. Mau disimpan dimana muka Papa kalo mereka tahu anak papa nggak bisa bikin puisi sama sekali?!" bentak Pak Mahesa geram.

"Maaf Pa, Satya akan bikin puisinya sekarang," ucap Satya sambil menundukkan kepalanya.

"Jangan buat Papa kecewa Satya," kata Pak Mahesa menegaskan.

"Iya Pa," jawab Satya lemah.

Pak Mahesa meninggalkan Satya begitu saja.

Sedangkan di lain tempat Thalia sedang melihat kolam ikan yang berada di belakang rumah Satya. Ia sedikit khawatir mengenai keadannya.

"Ngapain sih gue mikirin dia."

Satya yang sedang berjalan di koridor menuju kolam renang, tak sengaja melihat Thalia disana. Tanpa aba-aba Satya langsung menarik tangan Thalia. Thalia hendak memprotes tapi mengurungkan niatnya saat Satya berkata, "Please... ikut gue sebentar aja." 

Satya terlihat memohon dan itu membuat Thalia sedikit iba padanya .

Satya mengajak Thalia ke Taman di samping rumah Satya. Hanya beberapa orang, namun setidaknya cocok untuk berbicara berdua.

"Gue butuh bantuan lo."

"Maksud lo?"

"Ajarin gue bikin puisi."

"Nggak."

"Pliss Tha, gue butuh banget malam ini," ucap Satya memohon.

"Enggak," tolak Thalia.

"Tha, gue mohon Thaa, pliiss..." ucap Satya dengan penuh harapan.

"Kalo gue bilang kagak ya kagak Sat.." Ucapan Thalia terpotong ketika ada suara bariton memanggil Satya.

"Satya!" Panggil Pak Mahesa.

Satya berbalik pelan dengan wajah yang terlihat pasrah. Thalia yang penasaran apa yang terjadi perlahan mengikuti Satya.

See you guys!

MusicopoeticaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang