Chapter 14

10 2 1
                                    

[Davin POV]

Davin dan Gavin sedang asik memainkan PS. Tapi, tiba-tiba Davin teringat Satya dan Thalia. Ia khawatir sakit perutnya Satya datang lagi. Ah ralat, bukan khawatir pada Satya, tapi khawatir pada Thalia. Takut Thalia jatuh cinta pada Satya.

"Gav, gue keluar dulu ya bentar," pamit Davin.

"Mo kemana lo? Serius mau ninggalin gue sendirian? Tega banget sih lo jadi adek," rajuk Gavin.

"Laknat lo Dav, gue kutuk tau rasa lo!"

"Bisa lo ngutuk gue?"

"Bisalah! Doa orang yang terzolimi itu selalu di kabul oleh Allah swt.," jelas Gavin serius.

"Cielah si setan dah tobat."

"Ngomong apa lu?!"

"Kagak."

"Dah ah gue mau keluar," sambung Davin.

"Dav elah! Tega amat lu ninggalin gue!" bentak Gavin dengan ekspresi memohon.

"Ah elah, lebay amat sih lo! Gue cuma mau cari angin dulu bentaran. Pusing lama lama diem di depan layar."

"Daaaaviiinn adek unyu gueee jangan pergiii..." kata Gavin lebay.

"Alay lo bang!"

"Gak disebut setan, disebut alay. Heran idup gue kek gini amat," gumam Gavin pelan.

Davin pun segera meninggalkan Gavin. Saat turun tangga, ia bertemu dengan mama Satya.

"Eh Davin, mau kemana?"

"Mau keluar dulu bentar tante, cari angin."

"Ujan loh Dav, nanti kamu sakit," ingat mama Satya.

"Ujannya udah berenti kok tan."

"Oh iya, hati-hati ya. Kalo ketemu Satya suruh dia pulang," pesan Mama Satya.

"Siap tante. Kalo gitu Davin pamit dulu ya."

Mama Satya pun hanya membalas dengan anggukan. Davin pun langsung keluar dari rumah Satya. Ia terus menjalankan motornya, sampai tidak sadar kini kakinya sedang berdiri tidak jauh dari kedai bakso tempat makan Thalia dan Satya.

Ia melihat Satya sedang menyuapi Satya. Davin hanya menatap mereka dengan tatapaan yang nanar. Ah sakit juga melihat orang yang dicintai sedang bersama orang lain.

"Gue baru aja ketemu lo lagi Thal, eh sekarang lo malah lagi pdkt sama cowo lain. Sedih amat hidup gue, untung ujan udah berenti. Kalo ujan masih turun, nalangsa banget hidup gue."

"Ngeliat lo tersenyum emang bikin gue bahagia tapi kalo alasan lo tersenyum karena Satya, gue cuman bisa elus dada," sambung Davin sambil menghapus jejak air mata di pipinya.

Davin pun segera meninggalkan tempat itu. Ia kembali menjalankan motornya.

***

Sang Surya perlahan menghilang dibalik awan yang indah. Meninggalkan goresan jingga di pergantian hari menjadi malam. Davin memakirkan motornya di halaman Villa yang megah. Ia berniat menuju Taman yang menyerupai Kebun disana. Namun, karena hari telah berganti malam. Ia memutuskan masuk ke dalam.

Ia menuju kamarnya yang berada di lantai 2. Melepas jaket dan membuang asal dan pergi ke balkon untuk menghirup udara segar. Ia sangat menyukai tempat ini. Dimana balkon yang langsung menghadap ke Taman, sejenak, ia tersenyum. Beban penat seakan hilang entah kemana.

"Apa kabar teruntuk bunga yang bermekaran? Apa kalian baik-baik saja? Tumbuhkah dengan baik? Aku harap baik ya. Jangan seperti pemilikmu ini. Fisik doang tumbuh baik eh hati malah enggak."

Davin menghela napas sejenak, "Apa kalian tahu? Aku telah menemukan kembali gadis dari masa lalu. Dia masih sama. Hobinya sama. Kebiasaannya sama. Bahkan lengkungan senyumnya pun sama." Davin terkekeh dibuatnya.

"Cuma sayang sih. Perasaan aku sama dia yang beda."

"Ini pertama kalinya aku merasakan suka sama seseorang. Entahlah. Itu rasa suka yang berujung cinta atau sekadar obsesi belaka? Hufftt.. dari segala kemungkinan, presentase terbesar adalah sakit yang kurasa. Melihat seseorang yang kau cintai menyukai sahabatmu sendiri. Begitu pula sebaliknya."

"Jika aku berkorban untuk sahabat apa aku tak layak untuk bahagia? Namun, jika aku tetap memaksa. Apakah ia mau denganku?" Davin menggunggam dan menahan sesuatu agar tidak lolos dari matanya.

"Jika mencintai sesakit ini, haruskah aku berhenti?"

Davin mengepal erat tangannya dan mengusap kasar air mata yang mengalir di pipinya. Ia kembali masuk ke dalam dan mulai merebahkan tubuhnya. Ia menghubungi orang rumah supaya tidak mencemaskan dirinya.

Davin menelpon kakaknya.

"Bang, gue nggak pulang ke rumah. Di Villa kakek. Kabarin mama papa ya."

"Yoi. Tumben? Lo lagi ada masalah?"

"Nggak kok. Lagi pengen aja gue."

"Lo kagak ngidam kan?"

"Gue cowok tulen bang."

"Siapa tau."

"Gue titip tas ya bang."

"Oh yaudah. Besok tas lo gue bawain."

"Oke."

"Bilang apa sama abang gavin yang ganteng ini??"

"Apaan?"

"Bilang makasih kek, gak tau diri banget lo jadi adek."

"Thanks, bang."

"Telat elah."

"Ya maap bang."

"Btw, vin. Aku tahu apa yang kamu rasain dan apa yang kamu pikirin. Jangan sungkan cerita sama abang. Kita dua bersaudara. Jadi, kalau udah siap cerita ya. Abang siap dengerin. Jangan merasa sendiri. Yang sayang sama kamu itu banyak, salah satunya abang," Gavin mengucapkan kalimat tersebut sedikit bergetar dan memaksakan senyumnya di ujung sana.

Sejenak, Davin sedikit terenyuh, dengan perkataan Gavin. Meskipun dia terkadang gila, sifat dewasa masih melekat dalam dirinya.

"Alay banget lo bang pake aku-kamu."

"Gue lagi serius Vin."

"Ah bullshit, lu kan banyak bullshitnya."

"Laknat bener lo jadi adek, di kasih perhatian juga!"

"Bodo ah gue capek."

"Ya. Lo tidur gih."

"Ini juga mau bang."

"Yaudah sono."

"Iyeiye."

"Eh Vin?"

"Apaan? Mau gue tutup nih telpon nya."

"Jangan lupa kalo lo udah siap buat cerita sama gue telpon gue ya."

"Iya."

Davin pun memutuskan panggilannya. Setelah berbicara dengan kembarannya, ia merasa tak ada perubahan. Lantas, ia pun turun dari kasur dan berjalan ke arah meja belajar di pojok kamar.

Ia mengambil barang barang disana, lalu melemparkan ke segala arah.

"ARGHHH.." teriak Davin kencang sambil menjambak rambutnya keras.

"Kenapa si gue harus cinta sama lo Thal," gumam Davin pelan.

"Kenapa cinta pertama gue harus lo," kata Davin penuh penekanan tiap katanya.

"Kenapa sahabat gue suka juga sama lo."

"Dan kenapa lo juga keliatan suka sama dia?"

"Kenapa hah?! Kenapa!" teriak Davin dengan air mata yang sudah mengalir sejak tadi.

Setelah itu, Davin pun duduk dengan memeluk lututnya di tengah barang barang yaang berhamburan akibat ulahnya.

MusicopoeticaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang