"Sejeong-ah, bisakah kau antarkan ini ke meja nomor lima?"
Sejeong yang saat itu tengah mengecek stok bahan makanan menoleh ketika Nayoung memanggilnya dan meminta bantuan.
"Baiklah. Yang lain kelihatannya sedang sibuk, ya?" Ucap Sejeong, memperhatikan beberapa rekan kerjanya yang lain.
Nayoung mengangguk, "Ya begitulah. Pelanggan benar - benar menumpuk di jam makan siang, kita jadi kewalahan seperti ini. Sudahlah, ayo cepat antarkan. Terimakasih, Sejeong-ah. "
"Oh ayolah, ini sudah menjadi tugasku juga, kan?" Sahut Sejeong, sambil berlalu dengan senampan pesanan pelanggan ditangannya.
Gadis itu berjalan diantara ramainya restoran, menghampiri meja bernomor lima seperti yang Nayoung pesankan padanya.
"Silahkan, " Ucap Sejeong sambil menyajikan pesanan - pesanan itu di meja. Setelah selesai, ia kemudian berbalik dan berjalan masuk kembali ke dapur disambut Seongwoo yang sudah membawa hidangan lain yang harus Sejeong antarkan kembali ke meja pelanggan.
"Maaf Sejeong-ah, tapi ada beberapa hidangan yang harus diantarkan dan aku tak bisa mengantarnya sendirian. Tolong kau antar ini ke meja nomor sepuluh dan empat belas. "
Sejeong hanya mengangguk paham dan berlalu pergi. Keadaan kafe yang sedang ramai seperti sekarang mau tak mau membuatnya harus bekerja lebih keras. Rasanya senang karena itu artinya para pegawai akan mendapatkan bonus. Tapi Sejeong tak bisa menyembunyikan fakta kalau tubuhnya saat ini tak baik-baik saja.
Kepalanya pusing dan tubuhnya sakit dimana-mana.
Sejeong tahu hal ini mungkin terjadi akibat tadi pagi ia hanya mengompres lebamnya dengan air hangat—karena cuma obat merah yang tersedia dirumahnya. Belum lagi luka dibagian punggungnya yang tak bisa ia sentuh, serta sarapan yang Sejeong lewatkan begitu saja memperparah semua itu.
Tapi gadis itu kemudian menguatkan diri. Berusaha sebaik mungkin untuk tidak terpengaruh dengan rasa sakit yang sudah menghantuinya sejak tadi pagi.
Sejeong yakin, ia baik-baik saja.
Ya. Gadis itu memang berhasil sampai di meja nomor sepuluh seperti yang diperintahkan Seungwoo—
tapi dalam kondisi pingsan, tak sadarkan diri.
.
.
.
Sebenarnya, kejadian mengerikan seperti apa yang telah dialami gadis itu?
Sehun cepat - cepat menghilangkan hal itu dari pikirannya. Pria itu kini mulai fokus mengangkat tubuh Sejeong yang tidak sadarkan diri menuju mobilnya.
Ditemani Kim Nayoung—salah satu pegawai kafe sekaligus rekan kerja yang paling dekat dengan Sejeong—mereka Akhirnya berangkat menuju Rumah Sakit.
"Dia tidak bercerita padamu tentang ini sebelumnya? " Sehun melirik Nayoung yang kini duduk di jok belakang mobilnya dengan Sejeong yang turut dibaringkan disana.
Nayoung terdiam sejenak. Matanya menatap sang atasan takut - takut sebelum menjawab, "T-tidak Tuan. Dia hanya bilang sedang flu. Saya tidak tahu kalau ternyata sampai separah ini. "
"Baiklah, kalau begitu. "
Mereka bertiga sampai di Rumah sakit sekitar dua puluh menit kemudian. Tubuh Sejeong langsung saja dibawa ke salah satu ruangan bersama beberapa pasien lain untuk diberi tindakan.
Sehun berdiri disana dan memperhatikan ketika dokter itu mulai memeriksa Sejeong. Ia juga masih disana saat suster - suster rumah sakit mulai memasangkan infus—menyingkap lengan baju panjang yang dipakai gadis itu dan mau tidak mau memperlihatkan lebih banyak luka serta memar lain yang tidak pernah Sehun bayangkan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement | Sehun & Sejeong
FanfictionDemi kesembuhan adiknya, Sejeong menyetujui perjanjiannya dengan Sehun tanpa rasa ragu hari itu. Gadis itu memang nekad. Ia rela melakukan apa saja, termasuk memberikan separuh dari hatinya untuk ibu Sehun, hanya agar sang adik bisa menjalani operas...