Sejeong menunggu didepan ruang operasi dengan hati cemas. Gadis itu tertunduk sembari menautkan jemarinya, berharap hal itu itu bisa membuatnya merasa lebih baik.
Sejeong tidak bisa berbohong, Menit demi menit yang ia lewati disini rasanya mengerikan.Terlebih lagi ia hanya sendirian, tidak ada seseorang pun yang bisa memberikannya kekuatan kecuali keyakinan kalau sang ibu selalu ada disisinya.
Itu yang selalu Sejeong jadikan pegangan untuk melewati hari - hari tersulit nya belakangan ini.
"Operasi berjalan cukup lancar. Meski sempat terjadi beberapa kendala, tapi pasien bisa melewatinya dengan baik." Jelas Dokter itu pada akhirnya setelah proses operasi yang memakan waktu berjam - jam.
Lelaki jangkung bermarga Hwang itu kini terlihat tersenyum kecil sebelum melanjutkan. "Ia gadis kecil yang kuat—terlepas dari berapa banyak rasa sakit yang tubuhnya derita, Keinginannya untuk tetap hidup yang masih sangat besar membuat kami takjub. Ia— masih ditakdirkan untukmu. "
Mendengar semua itu, Sejeong dilimpahi rasa syukur "Terimakasih Dokter—terimakasih banyak. " Ungkapnya sembari membungkuk dalam - dalam.
..
.
Ceklek.Sejeong menoleh saat mendengar suara pintu ruang perawatan yang terbuka, mendapati sosok Kim Doyoung muncul dari sana.
"Kim Sejeong, " Panggil pria itu dengan wajah cemas sembari berjalan mendekat. "bagaimana operasinya? Semua berjalan lancar, kan? Maaf aku terlambat, di kantor terjadi sedikit masalah tadi, maafkan aku."
Sejeong hanya tersenyum. Kehebohan Doyoung yang mengkhawatirkannya adalah favorit Sejeong. Pria ini benar - benar sebaik itu.
"Kau tidak usah khawatir, Dokter bilang Harin akan baik - baik saja. Operasinya berjalan lancar."
Doyoung terlihat menghela napas, "Syukurlah." Ungkapnya.
"—Permisi"
Keduanya menoleh ketika tiba - tiba seseorang lain muncul dari pintu.
"Tuan Oh?" Sejeong membungkukan badannya sebentar sebelum mempersilahkan Sehun masuk.
"Silahkan masuk, Terima kasih sudah datang. "
Ketiganya kemudian mendekat ke arah ranjang, mendapati gadis kecil yang berbaring terlentang dengan berbagai macam alat penyokong kehidupan diatasnya.
"Kira - kira kapan Harin akan sadar, Sejeong-ah? Aku harap ia segera sembuh. Aku ingin bermain dengannya." Ucap Doyoung murung, tangannya perlahan menggengam tangan mungil Harin pelan.
Pemuda Kim itu memang sudah beberapa kali datang mengunjungi Harin sebelum hari ini. Meskipun belum pernah ketika anak itu dalam keadaan sadar, tapi Doyoung bilang sudah merasa cukup dekat dengannya.
Untuk Oh Sehun, ini pertamakalinya. Sejeong sendiri tidak menyangka, ia pikir Sehun orang yang terlalu sibuk untuk sekedar berkunjung, apalagi di waktu selarut ini.
"Sayangnya tidak dalam waktu dekat. Ia diberi obat pemicu koma agar bagian pada otaknya segera pulih." tutur Sejeong.
Mendengarnya, raut Doyoung tampak muram "Begitukah? Sayang sekali." ungkapnya kecewa.
Sejeong hanya mengangguk. Netranya kemudian melirik ke arah Sehun yang hanya menyimak percakapan mereka tanpa berbicara apapun.
Ppallippalli pihae righ
Cherry bomb, feel it yum
Ppallippalli pihae right
Cherry bomb, feel it yum
Ppallippalli pihae right
Cherry bomb, feel it yum
Ppallippalli pihae—Ketiganya tersentak saat mendengar nada dering bervolume—sangat— kencang dari ponsel Doyoung.
Sang pemilik ponsel hanya menunjukkan cengiran khasnya lalu memberi kode bahwa ia akan segera keluar dari sana.
Setelah Doyoung keluar, suasana di ruang perawatan itu menjadi hening. Tak ada yang membuka mulut sampai Sehun tiba-tiba mengajukan pertanyaan.
"Kenapa dia bisa sampai seperti ini?" ujar pemuda itu pelan.
Sehun memang pernah mendengar dari Kim Doyoung kalau adik Sejeong menderita cedera otak parah, Tapi tidak pernah mengetahui apa penyebabnya.
"I-ia mengalami kecelakaan bersama ibuku sekitar dua minggu yang lalu, Tuan." jelas Sejeong.
Sehun mengangguk mengerti, "Lalu bagaimana dengan ibumu? Kau tidak mengunjunginya juga?"
"Aku ingin menemuinya. Tapi tidak mungkin kulakukan sekarang, Tuan."
Sehun baru akan bertanya kenapa, tapi kemudian perkataan gadis itu selanjutnya membuatnya bungkam.
"Karena pemakaman hanya dibuka hingga pukul enam sore."
—agreement—
Setelah percakapan singkat dan jawaban Sejeong tadi—lagi dan lagi—ruangan itu diselimuti keheningan. Doyoung, yang merupakan pemecah rasa canggung mereka pun raib entah kemana.Sehun dan Sejeong sama-sama tidak tahu lagi harus berbicara apa sampai suara pintu terbuka menginterupsi keduanya.
"A-ah, silahkan masuk, Dokter. " Begitu menyadari kedatangan Dokter Hwang, Sejeong bangkit dan menyambutnya.
Dokter muda itu membungkuk sopan ke arah keduanya kemudian mengecek keadaan Harin. Menyuruh suster disampingnya untuk mencatat beberapa hal dan mendekat kearah Sejeong dengan ekspresi tak terbaca.
"Bagaimana, Dokter? Dia baik-baik saja, kan? "
"Sejauh ini kondisi pasien cukup stabil. Namun, seperti yang sudah pernah kami sampaikan sebelumnya, setelah operasi dilaksanakan pasien penderita cidera otak traumatik berat kebanyakan kehilangan kemampuan pergerakan dasar seperti berjalan dan berbicara." jelas Dokter itu, " Jadi, pihak keluarga dimohon sudah siap dengan segala yang akan terjadi." Lanjutnya.
"Tapi, adik saya pasti bisa sembuh seperti semula, kan Dok?"
"Tentu saja, pasien bisa menjalani rehabilitasi untuk mengembalikan kemampuannya. Hanya saja, tahap ini mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama." katanya. "Ah, saya permisi dulu, masih banyak pasien lain yang harus dicek."
"Ya, silahkan Dokter. Terima kasih banyak." Dokter Hwang tersenyum dan keluar bersama suster yang mencatat perkembangan Harin.
Sehun mendengarnya. Ia mendengar semuanya. Sementara Sejeong sibuk bertanya - tanya
Sebenarnya—
—takdir menyedihkan seperti apa lagi kali ini?
—agreement—
Thank you for waiting for this story despite the uncertain update schedule.
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement | Sehun & Sejeong
FanfictionDemi kesembuhan adiknya, Sejeong menyetujui perjanjiannya dengan Sehun tanpa rasa ragu hari itu. Gadis itu memang nekad. Ia rela melakukan apa saja, termasuk memberikan separuh dari hatinya untuk ibu Sehun, hanya agar sang adik bisa menjalani operas...