D-Day

1.8K 211 11
                                    

"Halo? Ya, saya anak perempuan Nyonya Park Minyoung, memangnya ada apa? "

"......... "

"Hah? Meninggal karena kecelakaan? B-Baik, saya akan segera kesana. "

Kim Sejeong yang tengah dalam perjalanan pulang ke rumahnya, kini terpaksa harus memutar langkah menuju rumah sakit.

Sesampainya disana, Sejeong hanya bisa terpaku memandangi tubuh sang ibu yang terbujur kaku di ruang jenazah.
Kemudian, dengan sisa tenaganya gadis itu berlari keluar dari sana hingga tanpa sadar sudah sampai di sebuah Jembatan yang memang hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumah sakit itu.

Sejeong jatuh terduduk dipinggiran jembatan Mapo. Kabar kematian sang ibu seakan menamparnya keras. Ia tak bisa membayangkan harus hidup tanpa wanita yang sudah belasan tahun merawatnya itu.

Kenapa? Kenapa harus Sejeong? Kenapa harus dia yang mendapatkan skenario menyedihkan seperti ini?

Dibuang di panti asuhan saat masih bayi, disiksa oleh sang ayah angkat dan sekarang—

Apa harus Tuhan mengambil ibunya juga?

Sebuah ide gila kemudian tiba-tiba muncul dikepalanya.

Gadis itu mulai berdiri, lalu memandang nanar kearah air sungai yang nampak tenang. Jika melompat, Sejeong yakin segala rasa sakitnya akan berakhir. Lagipula sekarang, untuk siapa lagi ia harus hidup?

Sejeong mulai memposisikan diri. Ia menutup mata dan akan segera melompat jika saja wajah sang adik yang sedang tersenyum tidak terlintas begitu saja dikepalanya.

Ah, Kim Harin. Bagaimana Sejeong bisa sampai lupa? Bahkan ia belum melihat keadaan Harin sama sekali sejak sampai di rumah sakit. Bagaimana mungkin ia mati dan meninggalkan adiknya yang baru berusia enam tahun itu sendirian?

Gadis itu kemudian berlari kembali ke rumah sakit sambil berusaha menyadarkan diri kalau keberadaannya di dunia ini masih diperlukan—

setidaknya bagi Harin, sang adik satu - satunya.

—agreement—


Sejeong  memperbaiki letak apronnya. Karena jam makan siang belum tiba, restauran masih cukup lenggang.  Para pegawai—termasuk Sejeong—belum terlalu disibukkan dengan kegiatan melayani pelanggan.

"Sejeong,  ini minumlah dulu. "

"Ah terimakasih. " Ucap Sejeong tersenyum saat menerima minuman bersoda dari Nayoung.

"Aku sebenarnya ingin menanyakan hal ini sejak lama tapi tidak pernah kulakukan. " Ucap Nayoung membuat Sejeong menoleh penasaran, "Menanyakan soal apa?"

"Soal kau dan Tuan Sehun. Maksudku dia seringkali menolongmu, dia juga mengenal Harin, apa ada yang aku tidak tahu  tentang kalian berdua? Ayo ceritakanlah.  "

Sejeong tersenyum tipis. Mungkin ini sudah saatnya sahabatnya itu tahu yang sebenarnya. Sejeong dan atasannya itu sesungguhnya memiliki hubungan yang rumit.

"Nayoung-ah, kau benar - benar ingin mendengarkan ceritaku? "
.

.

.

"Sejeong-ah, apakah kau sudah gila Huh!? Katakan padaku! Bagaimana bisa kau membuat perjanjian seperti itu?" Ucap Nayoung saat Sejeong selesai menceritakan semuanya.

"Aku tidak punya pilihan lain.  Aku tidak punya uang sepeserpun saat itu dan Harin harus segera di operasi. Aku tidak mungkin kehilangannya begitu saja. "

Agreement | Sehun & SejeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang