"Ibu mereka meninggal dalam kecelakaan itu. Gadis kecil itu juga jadi bisu karena ulahmu. Dan sekarang, Sejeong justru menjadi pendonor untuk ibu. Dia menyelamatkan ibumu dan kau membunuh ibu Sejeong! Kau tahu berapa banyak rasa bersalah yang aku rasa tiap kali melihat dan mendengar mereka berterimakasih padaku? Berapa banyak penderitaan lagi yang harus mereka dapat dari kita? KUBILANG JAWAB AKU OH YERIM! "
Sejeong menutup mulutnya tak percaya setelah mengetahui fakta yang baru saja ia dengar.
Jadi ini alasan mengapa pria itu selalu membantu Sejeong selama ini? Karena ia merasa bersalah?
Sejeong berusaha menahan isakannya nya agar tak keluar. Rasanya ia belum bisa menerima kenyataan bahwa pelaku penabrakan sang ibu yang ia cari merupakan adik dari seseorang yang sudah banyak membantunya selama ini.
Gadis itu akhirnya memutuskan untuk kembali menutup pintu dan bersembunyi sampai Yerim pergi.
Setelah dilihatnya Yerim sudah masuk ke lift, Sejeong masuk ke dalam apartemen . Bernapas lega saat tak melihat sosok Sehun di ruang tengah, gadis itu kemudian segera menyimpan belanjaan diatas meja dan masuk ke kamar.
Menyusul Harin yang sudah lebih dulu terlelap, Sejeong merebahkan dirinya di ranjang. Ia memeluk tubuh mungil milik gadis kecil itu seiring dengan isak tangis yang telah berhasil menerobos keluar.
Sehun pria yang sangat baik. Sejeong tidak mungkin lupa pada kebaikan-kebaikannya selama ini. Tapi kenapa ia harus berbohong?
Andai saja pria itu berbicara jujur sejak awal, mungkin rasanya tidak akan sesakit ini, kan?
Mengetahui kalau seseorang yang ia percaya adalah satu - satunya orang yang membohonginya benar - benar terasa menyakitkan.
.
.
.
"Harin-ah. Kim Harin. Ayo bangun. "
Sejeong menepuk-nepuk pelan pipi Harin yang tengah tertidur pulas. Wajar saja, ini baru pukul tiga pagi.
Harin akhirnya membuka matanya perlahan. Merasa sedikit heran saat melihat kakaknya menyodorkan jaket dan syal kehadapannya serta koper mereka yang juga ada disana.
"Ini, pakailah. Diluar dingin. "
Harin akhirnya memakai jaket itu meski rasa herannya belum hilang.
"Memangnya kita mau pergi kemana, Kak?"
"Dengarkan kakak, " Ujar Sejeong, "mulai sekarang kita tidak bisa tinggal disini lagi, Harin-ah. "
"Tapi kenapa kak? "
"Bagaimanapun, kita tetap harus pulang. Kau pasti tahu kalau kita tidak akan bisa tinggal disini selamanya, kan? " Sahut Sejeong, "Sekarang ayo keluar, Kakak sudah membereskan semua barangmu. "
Harin kemudian mengangguk paham lalu segera mengikuti langkah Sejeong keluar kamar. Walaupun rasanya tetap saja aneh. Kenapa mereka harus pergi saat hari masih gelap begini?
Sementara itu, Sejeong hanya bisa berharap mereka bisa pergi tanpa membangunkan Sehun meski pria itu akan tahu juga pada akhirnya. Sejeong tahu Sehun pasti akan melarangnya untuk melakukan ini, dan ia sendiri tidak cukup kuat jika mereka harus berdebat. Pikirannya kacau sejak semalam.
"Harin-ah, ayo, sudah waktunya pergi. "
Sejeong menarik tangan Harin pelan. Anak itu kelihatannya masih enggan untuk meninggalkan tempat ini, dia masih asik memperhatikan seisi apartemen dan membuat Sejeong ikut terdiam lantas melakukan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement | Sehun & Sejeong
FanfictionDemi kesembuhan adiknya, Sejeong menyetujui perjanjiannya dengan Sehun tanpa rasa ragu hari itu. Gadis itu memang nekad. Ia rela melakukan apa saja, termasuk memberikan separuh dari hatinya untuk ibu Sehun, hanya agar sang adik bisa menjalani operas...