25. Pertemuan Yang Tak Terduga

11 2 0
                                    

Selepas telfonan dengan Azhar, yang sangat mendebarkan jiwa. Hana berjalan kembali pada Damar, yang tengah menunggunya disana.

"Bang." Sapa Hana. Menepuk punggung Damar. Membuatnya menoleh.

"Lama banget, telfon dari siapa emangnya ?"

"Ada deh. Hehe." Damar yang mendengar itu mendengus.

"Cucunya Pa Adam belum juga kesini, Bang ?" Tanya Hana. Saat ini dia tengah berjalan mengambil ice criem.

"Tadi udah datang, lonya lama sih. Dia jadi balik lagi, deh."

"Siapa emang nama cucunya ?" Tanya Hana seraya memakan ice criemnya.

"Kalo ga salah sih, Devan. Tadi dia nyuruh buat kamu temuin di taman belakang." Hana membulatkan matanya. Devan ? Apakah ia sosok Devan yang sama ? Jika ia, tolong ! Hana tak ingin bertatap muka denganya sekarang.

"Devan ?" Tanya Hana ragu. Dan Damar menganggukan kepalanya. Membuat dirinya lemas seketika.

"Dia minta kamu datang ke taman sekarang. Gih kesana, nanti kita pulang." Dengan berat hati Hana melangkahkan kakinya ke taman. Dengan membawa bongkahan harapan, semoga sosoknya bukan Devan yang sama.

Pernah kan kalian merasa tak ingin bertemu karena masa lalu? Bukan karena sosoknya jahat, tapi waktunya saja yang tak tepat. Mereka di pertemukan dan di pisahkan pada waktu yang salah. Jiwa Hana belum terlalu siap. Masih ragu dalam mengenalnya seperti dulu.

Hana pergi ketaman, di kejauhan ia melihat sosok lelaki membelakanginya. Perawakannya mirip dengan yang ia kenal. Sudah di duga, jika Devannya, adalah Devan sahabatnya, dulu.

"Duduk, Han. Gue tau lo di belakang." Devan membalikan tubuhnya. Membuat Hana menegang seketika.

"Iya, ka." Hana pun duduk di sebelah Devan.

"Ga nyangka, bisa ketemu." Devan menatap lurus kedepan.

"Dunia nyatanya sesempit ini yah." Hana masih tetap diam.

"Jadi, lo sepupunya Bang Damar ?" Kali ini Devan menatap Hana.

"Iyah, kita sepupuan."

"Lo, ko bisa di ajak kesini, Han ?"

"Bang Damar, nyuruh aku jadi pacar pura puranya." Devan terkekeh mendengar perkataan Hana.

"Terus, lo mau gitu aja ?"

"Cuman bisa bilang iya, soalnya kasihan."

"Emangnya Bang Damar gaada pasangan yang beneran ?"

"Gaada, umurnya udah 25, emang dasarnya aja dia mau jadi single sampai tua."

"Ga boleh gitu, gabaik doain yang jelek sama saudara sendiri."

"Ya, habisnya aku gasuka pesta pesta kaya gini. Rasanya bosan."

"Ambil aja hikmahnya, andaikan gaada pesta ini, gue ga akan ketemu dan ngobrol sama lo, kaya gini." Devan tersenyum. Menatap Hana dengan lekat.

"Kalo dari awal gue tau, akan ada lo disini, gue ga akan nolak kakek buat cepet berangkat ke sini." Kekeh Devan. Ia yang membuat sang kakek terlambat. Dia tak suka berada di pesta. Dia yang membuat alasan, sehingga mereka telat datang.

"Jadi yang bikin kalian lama itu, gara gara kaka ?" Devan mengangguk.

"Iya, hehe."

"Ihs, kasian tuh kakek kaka. Harus nanggung malu karena telat datang."

"Iya maaf, abisnya gue gasuka pesta gini."

"Tapi, saat kakek bilang ada lo, gue antusias ingin ketemu lo." Hana menoleh.

Dua Pilihan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang