38. Pergi

66 2 0
                                    

  Ujian kenaikan sudah dimulai. Kini hari terakhir mereka mengerjakan. Dengan berbekal hapalan masing - masing. Mereka harus menyelesaikanya dengan baik.

  Hana sudah terlihat lebih tegar. Dan Azhar, masih sama acuh padanya. Hana sudah bisa menerima itu.

  Setelah bersusah mengisi soal, akhirnya bel pulang telah tiba. Hana buru - buru keluar. Menunggu seseorang, yang selama ini sudah membuatnya kembali tegar. Kalian tau kan siapa sosoknya ?

  "Hei, Han." Devan datang. Hana menoleh ke arahnya. Mereka sama- sama tersenyum.

  "Gimana tadi ujian terakhirnya?" Tanya Devan.

  "Ga terlalu sulit, masih bisa aku kerjakan." Ucap Hana. Membuat Devan gemas seketika. Ia mengelus kepala Hana lembut.

  "Ayo pulang, atau sedikit merayakan usainya ujian kenaikan ?" Tanya Devan.

  "Kita ke toko ice criem aja, setuju ?" Usul Hana. Wajahnya imut berseri.

  "Let's go." Devan menggenggam tangan Hana. Mereka terlihat bahagia. Entah aslinya.

  "Ayo !"

●●●

  Azhar tengah terdiam di rumahnya. Usai ujian ini, saatnya berangkat. Meninggalkan kota kesayanganya. Berbekal hati yang mantap, Azhar harus ikhlaskan semua. Termasuk sahabatnya itu yang harus ia tinggal disini.

  Percayalah, hati Azhar sakit melihat kedekatan yang tercipta pada Hana dan Devan. Ia cemburu. Namun bisa apa selain diam menunggu ?

  Azhar ingin katakan semuanya. Namun, Hananya tak boleh tau. Karena jika ia tahu, hati Azhar akan goyah. Jiwanya akan merasa sulit untuk beranjak pergi.

  "Har, udah disiapin semua kan, barangnya ?" Tanya sang bunda, memasuki kamar Azhar. Azhar pun mengangguk.

  "Udah bun, semuanya udah siap." Azhar menunduk. Selama ini jiwanya tertekan. Kalian tahu kan, seberapa sakitnya memendam ?

  "Udah bicara dengan Hana ? Bunda lihat, kalian jarang kelihatan berdua akhir - akhir ini. Apa kamu ngehindar dari dia ?" Bunda Azhar mengelus rambut putranya. Azhar hanya diam.

  "Ada masalah sama kalian, yah ?" Tanyanya sekali lagi.

  "Azhar belum bilang sama Hana, bun. Dan bunda, jangan bilang apa - apa soal kepindahan Azhar. Biarin takdir yang mempermainkan." Azhar sedikit menghirup.

  "Bunda akan ikut pindah dengan kamu disana, ayah dan ka calline juga akan ikut pindah." Azhar membelakan matanya.

  "Kenapa ?" Tanyanya.

  "Biar, kita sama - sama disana. Bunda gamau pisah sama kamu." Azhar memeluk bundanya.

  "Terus, Hana gimana bun ?" Tanya Azhar bimbang.

  "Dia kuat. Bunda yakin, dia bisa tegar tanpa ada kamu disisinya."

  "Azhar tau itu." Azhar berusaha menyangkal perasaan buruknya.

  "Yaudah, sana siap - siap lagi. Takutnya ada yang ketinggalan." Titah ibunda Azhar. Dan Azhar mengangguk.

  "Kita berangkat jam 7 malam. Pastikan gaada yang ketinggalan." Ibunda Azhar pun keluar dari kamarnya.

  Azhar menghela nafasnya. Sesak. Itulah yang dadanya rasakan. Hana menjauh disaat ia tak akan bertemu lama denganya. Batinya meronta ingin memeluk Hana, namun logika menang lagi kali ini. Ia harus pergi tanpa pamit. Sepertinya, itu yang terbaik.

  "Gue bakal kangen sama lo, pacar." Azhar menatap bingkai foto antara dirinya dengan Hana.

●●●

Dua Pilihan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang