Jam sudah menuunjukkan angka 10 malam. Nata sedang berada di ruang tengah, dan di dampingi oleh mbak Risa, assisten maminya, beserta beberapa mahasiswa yang cukup akrab dengan Nata.
Mbak Risa tampak terlihat sibuk dengan panggilan di ponselnya. Entah apa yang sedang di lakukan mbak Risa, Nata tidak tahu. Sekarang ia sedang di suapi oleh mas Bram makan. Makanan pertama yang masuk setelah hari sudah beranjak malam.
"Nih mbak!" mbak Yuna, salah mahasiswi maminya menaruh sebuah koper besar, dengan dua tas tangan bewarna hitam ke hadapan mbak Risa.
"Okei, makasi Yun. Tolong kamu taruh di sana ya!" Mbak Risa menunjuk ke arah pintu.
Nata masih belum mengerti dengan semuanya. Matanya masih tampak bingung memperhatikan kegiatan para mahasiswa maminya.
"Nata" panggil mbak Risa pelan setelah selesai dengan panggilan di telpnya.
"Mbak harus ngomong ini, sebelum pergi, Mami minta mbak bawa Nata tinggal di Jakarta. Nata pergi sekarang, gak apa-apa ya dek" ucap Risa pelan.
Matanya menatap nanar adik angkatnya ini. Ia tidak kuasa melihat penampilan adiknya yang tampak berantakan.
Buk Lala, atau dosen pembimbingnya saat sarjana kemarin, adalah ibu angkatnya. Lala mengangkatnya, dan menyekolahkan Risa hingga S2. Dan sekarang, gantian, ia yang harus merawat Nata. Kehidupan Nata sebenarnya sudah lebih dari cukup, hanya saja, Risa harus segera menjauhi Nata dari lingkup papanya. Tidak peduli mereka baru saja kehilangan hari ini, karna yang penting adalah membawa Nata menjauh dari papanya dengan segera.
Nata menggeleng pelan, "Tapi mbak, tahlilan mami" tanya Raya yang mengerti dengan kondisinya sekarang.
"Nanti mbak yang urus ya. Pokoknya kamu harus pergi malam ini juga" ucap Risa.
Nata hanya bisa mengangguk mengiyakan. Tidak ada pilihan jika ia ingin selamat dari papanya.
^^^
Risa serius dengan kata-katanya. Setelah Nata selesai makan, mereka langsung berangkat menuju Bandar Udara Internasional Adi Soemarmo, dengan keberangkatan terakhir menuju Jakarta.
Risa punya rumah di Jakarta, rumah mili kedua orangtuanya yang telah meninggal. Dan ia akan membawa Nata menuju rumahnya. Setidaknya, papa Nata tidak pernah tau tentang keterlibatan Risa pada hidup Nata. Semua mahasiswa yang sudah mengenal Risa sebagai anak angkatnya buk Lala, di minta diam dan tidak membocorkan informasi itu kepada siapapun. Karna mereka semua sekarang sedang bertarung dengan hidup Nata.
"Nat, mbak tinggal disini ya. Mbak besok harus pulang ke Solo. Nata gak apa-apakan?" tanya Risa.
Nata tersenyum lemah. Tangannya terulur dan mengelus lengan mbaknya. "Nata gak apa-apa mbak. Nata udah bisa jaga diri. Makasih ya mbak, udah mau nolongin Nata" lirih Nata sedih. Air matanya kembali jatuh saat mengingat betapa hancurnya kini hidupnya. Ia sendirian sekarang, dan ia harus kuat. Nata tau, maminya pasti tidak suka jika Nata terpuruk dengan kondisinya sekarang.
"Gak apa-apa. Nangis aja, enggak ada orang jahat disini. Ada mbak yang akan lindungi Nata dari sekarang" bisik Risa membawa Nata kedalam pelukannya.
Ia pernah berada di posisi Nata, di tinggal oleh orang yang tersayang untuk selamanya. Hanya saja, Nata berada di dua posisi, yaitu ketakutan dan kesedihan. Takut dengan papanya yang terobsesi ingin mencelakainya, dan sedih karena di tinggal oleh Maminya.
Keesokan harinya, Risa kembali ke Solo dengan penerbangan awal. Ia harus mengajar dan menggantikan posisi buk Lala yang terbengkalai, dan meninggalkan Nata sendirian di rumahnya.
Nata menatap nanar ke sekeliling rumah. Rumah mbak Risa berada di perumahan sederhana yang tidak jauh dari jalan raya.
Menghembuskan nafasnya pelan untuk meringankan beban pikirannya. Ia kembali sendiri, tapi setidaknya ia aman disini.
Mbak Risa sudah menyelesaikan urusan masalah sekolah baru Nata. Nata di perbolehkan untuk masuk setelah merasa sudah baikan. Dan sepertinya itu menjadi keputusan yang tepat, mengingat ia masih sedikit trauma dengan datang kesekolah. ia pasti akan langsung memikirkan pada masa itu, kenangan terakhir saat bersama maminya.
Nata pernah beberapa kali berkunjung ke Jakarta, dan menginap di rumah mbak Risa. Risa juga sering mengajaknya ke SMA swasta yang tidak jauh dari rumah mbak Risa, untuk menemui temannya yang merupakan guru bimbingan konseling disana. Nata juga akan bersekolah di sana, sekolah tempat Risa dulu.
Jadi, bisa di katakan bahwa Nata tidak terlalu asing dengan lingkungan disini. Setidaknya, suda ada beberapa tetangga yang ia kenal. Risa juga menitipkannya ke salah satu tetangga yang berada di depan rumah Risa, rumah sepasang suami istri yang sudah lama menikah, namun masih belum di karuniai anak. Mas Miko dan mbak Farid namanya.
Mereka ikut sedih saat mendengar Nata baru kehilangan maminya. Mereka tahu, seberapa baik mami Lala. Maka dengan itu, mereka meminta Nata untuk menganggap mereka sebagai orangtua angkatnya, dan jangan sungkan untuk meminta tolong.
Seperti pagi hari ini, Miko menawarkan untuk mengantar Nata ke sekolah, bersamaan dengannya yang juga akan berangkat bekerja. Setelah menghabiskan waktu dua hari untuk menata hati dan mentalnya, Nata memustuskan untu kembali bersekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Power of Girl (TERSEDIA DI PLAYBOOK)
Teen Fiction[Tersedia ebook full di playbook] Nata, si gadis ayu yang cantik, harus memperjuangkan dirinya sendiri setelah pasca kematian maminya yang secara tragis. Wajah cantik dan sifat lemah lembutnya ternyata mampu menarik perhatian orang-orang sekeliling...