Beberapa bulan sudah berlalu, dan saat itu merupakan hari terberat Nata. Sidang yang dilakukan untuk mengdili papanya, atau papa tirinya benar-benar menguras tenaga dan emosinya. Segala hal yang di sembunyikan oleh maminya terkuar, dan itu membuat Nata down.
Dulu ia menganggap papanya adalah laki-laki idamannya, yang akan melindunginya. Namun berubah dalam sekejap, karna papanya menemukan mama Adele, yang merupakan kekasih pertamanya. Segela hal di lakukan papanya, termasuk kekerasan agar maminya bisa keluar dari rumah. Namun sial, papanya juga sudah terlalu terobsesi dengan dirinya, sehingga tidak terima jika ia di bawa oleh maminya sendiri.
Semua terasa berat, apalagi ia harus menerima kenyataan maminya meninggal karena ulah papanya. Papanya melakukan hal itu, agar bisa mendapatkan hak asuh dirinya. Hanya saja, Maminya jauh lebih pintar, sehingga memikirkan kedepannya. Maminya membuat Risa, anak angkat maminya lah sebagai walinya. Dan hal itu jelas membuat papanya murka, hingga kembali melakukan percobaan pembunuhan pada mbaknya.
Nata mendesah lelah. Ia baru saja pulang dari pengadilan. Hari ini adalah sidang terakhir papanya, sebelum di tetapkan hukumannya yang setimpal.
Dan sudah beberapa bulan ini ia juga memutuskan untuk pindah kembali ke Solo, agar bisa merawat Risa, Mbaknya.
Elang, seniornya itu selalu berusaha menghubunginya, mencari tahu keadaanya, namun selalu Nata tolak. Cukup ia harus memikirkan masalah papanya, dan ia tidak ingin terbebani dengan perasaanya pada Elang.
Beberapa kali juga Elang berusaha mendatanginya, namun nihil, tidak membuahkan hasil sama sekali, karna Nata benar-benar melakukan segala upaya agar tidak bertemu dengan laki-laki itu.
Ucapan Elang tempo lalu akan bertunangan dengan Nata membuat gadis itu ketakutan. Ia masih belum siap terikat dengan laki-laki karna papanya. Apalagi saat ini, di saat kondisi fisik dan mentalnya kelelahan menerima semua fakta mengenai keluarganya.
Hanya ada satu yang sangat di syukuri oleh Nata, yaitu sadarnya kembali mbak-nya, setelah beberapa minggu koma. Risa seakan tahu, bahwa dunia sudah kembali aman, setelah papanya Nata di jebloskan ke penjara. Nata juga selalu menghabiskan waktunya untuk pemulihan pada Risa, karna hanya dialah satu-satunya keluarga yang ia miliki saat ini.
Nata baru saja selesai menyuapi Risa makan siangnya. Gadis itu tampak terlihat sibuk merapikan alat makan yang di gunakan Risa. Nata cukup sadar, bahwa Risa sedari tadi menatapnya dengan tatapan berarti.
"Sudah ya Re! Sudah cukup cuti sekolahnya" ujar Risa. Mata perempuan itu menatap Nata dengan serius. Sejujurnya, ia tidak tahu apa sebenarnya yang ada di dalam diri Nata, sehingga lebih memilih merawatnya, dibandingkan kembali ke Jakarta, dan bersenang-senang dengan teman-temannya.
"Emang mbak udah sehat? Kalau belum, ya biar Re jaga dulu" ujar Nata berusaha tidak menatap mata Risa.
Namun, genggaman pada telapak tangan Nata membuat gadis itu dengan terpaksa menatap Risa.
"Mulai nanti malam, mbak udah bisa pulang kata dokter Rama. Dan mbak juga udah minta ke mas-mu, buat ngurus kepindahan mbak dari kampus. Mbak memutuskan untuk memulai semuanya kembali di Jakarta. Kita berdua harus bangkit, dan mulai segalanya dari awal lagi" ucap Risa lirih.
Nata, gadis itu tampak berpikir. Matanya menatap Risa dengan bertanya-tanya. Apakah keputusan yang telah di buat Risa adalah hal yang sudah di pikirkan matang-matang, dan bukannya hanya karna keperluan Nata saja. Nata hanya tidak ingin menjadi egois, sehingga membuat orang lain mengorbankan semuanya.
Namun, melihat wajah Risa, Nata tahu bahwa ia tidak bisa menolak, karena keputusan ini sudah bulat. Dan itu artinya, ia juga harus mencoba untuk tidak memikirkan masa lalu lagi, dan fokus ke depannya.
Kembali mendesah, Nata akhirnya mengangguk mengerti. Mungkin inilah yang harus ia lakukan, mencoba dunia baru.
^^^
Seperti perkataan Risa, mereka langsung berangkat menuju Jakarta setelah ia di persilahkan untuk pulang. Risa bahkan tidak mengizinkan Nata untuk mampir terlebih dahulu ke rumah lama gadis itu, sehingga mau tidak mau, mereka berangkat malam itu juga menuju Jakarta.
Bram juga ikut mengantar mereka. Laki-laki itu harus memastikan kedua perempuan itu sampai di tempat tujuan dengan selamat, tanpa kekurangan sedikitpun.
Nata merindukan Jakarta, tentu saja. Disini, ia mengenal banyak hal, merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan. Memiliki banyak pelindung, dan disini, Nata tidak pernah merasa sendiri.
Mungkin keputusan Risa agar mereka berdua menetap disini adalah pilihan yang terbaik. Mereka berdua bisa menenangkan diri, dan bisa melupakan kejadian na'as selama mereka tinggal di Solo.
Hari sudah pagi, disaat mereka sampai. Dan tanpa istirahat, Risa meminta Nata membawanya ke sekolah gadis itu, untuk menemui temannya, yang merupakan salah satu guru di sekolah Nata.
Ia meminta bantuan pada guru tersebut, agar membiarkan Nata cuti hingga beberapa bulan. Dan sekarang, ia harus menemui sang guru untuk berterima kasih secara langsung.
"Ayo mbak!" Ajak Nata, disaat gadis itu sudah duduk di atas motornya. Nata hanya memakai hoddie hitam dengan celana putih, serta tak lupa masker hitam, yang menutupi area bawah wajah gadis itu. . Itu merupakan baju yang ia kenakkan selama di perjalanan menuju Jakarta. Risa sama sekali tidak memberikan kesempatan untuknya mengganti pakaian terlebih dahulu.
"Kamu itu nyusahin hidup aja ya Nat. Kenapa beli motor segede ini" gerutu Risa. Gamis yang ia kenakkan sungguh sangat tidak cocok di gunakan untuk naik motor gede seperti milik Nata.
Nata menolehkan kepalanya ke belakang, memperhatikan motornya sendiri. Jujur saja, sejak pertama kali ia beli motornya, Nata hanya sempat memakai beberapa kali, lantaran Elang selalu menawarkan diri untuk mengantar jemput Nata. Jadi, inilah satu-satunya kesempatan yang ia punya untuk memakai motornya sendiri, ya walau ia tidak tahu, apakah perlakuan Elang masih akan tetap sama atau tidak padanya.
"Nata suka mbak" jawab gadis itu santai.
Kembali merungut, Risa akhirnya mengalah. Ia meminta Nata untuk membantunya. Lalu mereka mulai berangkat menuju sekolah Nata.
Jam masih menunjukkan pukul sebelas siang, saat mereka berangkat. Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai disana, dan Nata yakin bahwa ia tidak akan bertemu siapapun, karna ini masih jam pelajaran.
Risa juga mengatakan pada Nata bahwa mereka hanya sebentar, karna Ratih, yang merupakan guru Nata serta teman Risa harus mengajar. Namun, sesampainya disana, Risa malah singgah masuk ke ruangan Ratih, dan meninggalkan Nata di parkiran motor seorang diri.
Gadis itu masih memilih untuk tetap di atas motor miliknya. Pandangan matanya kini tertuju pada motor Elang yang tidak jauh di parkirkan dengan motornya. Ia merindukan laki-laki itu. Dan Nata hanya bisa tersenyum lirih.
Betapa tidak tahu dirinya dia karna berusaha menolak Elang, sedangkan laki-laki itu selalu berusaha berada di sisi Nata. Betapa jahatnya ia, karna menolak Elang bertemu dengannya, padahal laki-laki itu sudah melewati perjalanan yang panjang dari Jakarta hanya untuk bertemu dengannya.
^^^
Di lain sisi dan di waktu yang sama, Elang membeku di tempatnya. Matanya menatap seorang yanh saat ini sedang duduk di atas sebuah motor.
Bentuk tubuh serta area samping wajah itu adalah hal yang paling Elang ingat. Si gadis hoddie yang sudah ia cari-cari keberadaanya selama ini.
Tapi mengapa?
Mengapa ia baru datang, disaat Elang sudah memutuskan untuk memperjuangkan Nata. Mengapa?
Tbc
Jangan lupa vote ya Bundd
KAMU SEDANG MEMBACA
The Power of Girl (TERSEDIA DI PLAYBOOK)
Teen Fiction[Tersedia ebook full di playbook] Nata, si gadis ayu yang cantik, harus memperjuangkan dirinya sendiri setelah pasca kematian maminya yang secara tragis. Wajah cantik dan sifat lemah lembutnya ternyata mampu menarik perhatian orang-orang sekeliling...