Nata memandang sekolahnya dengan sedih. Ia jadi teringat dengan maminya, yang selalu menyempatkan untuk mengantar Nata ke sekolah.
Sekarang? Ia tidak bisa merasakan hal itu, dan harus mengurus dirinya sendiri. Hanya mas Miko, tetangga rumah mbaknya yang baik dan menawarkan untuk menggantikan tugas maminya untuk mengantar Nata ke sekolah.
Nata masih berdiri tepat di gerbang sekolah. Kini ia menjadi pusat perhatian. Semua orang yang melewatinya akan melirik Nata dua kali untuk memastikan bahwa gadis itu beneran manusia dan bukan malaikat. Padahal Nata sudah menggunakan kaca mata untuk menyamarkab sedikit wajahnya.
Ia sedikit risih, karna sekolah lamanya adalah sekolah khusus perempuan.
Menguatkan hatinya, Nata mulai memasuki sekolah. Sekolah dengan empat lantai, dan memiliki banyak fasilitas.
Di samping kirinya terdapat lapangan basket dan volly. Sedangkan sebelah kanannya khusus area parkir.
Nata mulai masuk ke gerbang tinggi yang bewarna putih gading. Bangunan-bangunan membentuk lingkaran, dan di tengahnya merupakan lapangan bola kaki. Ia pernah datang ke sekolah ini beberapa kali untuk menemani Risa bertemu dengan temannya. Tapi ia tidak pernah memperhatikan setiap inci pemandangan sekolah barunya. Ia bahkan tidak pernah kepikiran akan bersekolah disini.
Nata sempat berhenti sebentar untuk membaca papan pengumuman. Ia sedang mencari keberadaan ruang kepala sekolah, untuk mengurus administrasi yang tersisa.
Sebelum berangkat, Risa sudah menghubunginya lebih dahulu, untuk memastikan apakah Nata memulai sekolah hari ini. Karna jika iya, Risa akan meminta temannya yang merupakan salah satu pengajar untuk membimbing Nata.
Seorang guru yang memakai kaca mata tampak terlihat memperhatikan Nata. Guru perempuan itu mendekat, dan mengajak Nata untuk berbicara. “Nata, adiknya Risa?” tanyanya memastikan.
Mengangguk, Nata balas dengan tersenyum.
“Perkenalkan, saya Ratih, teman Risa.” Ratih mengulurkan tangannya dan mengajak Nata untuk bersalaman.
“Saya Renata buk, panggilnya Nata saja” jawab Nata dengan lembut.
Melihat kelemahlembutan Nata, Ratih langsung merangkul gadis itu, dan membawanya menuju ruang kepala sekolah. Ratih sudah mendengar semua cerita Risa tentang siapa Nata. Dan entah bagaimana, jiwa ingin melindunginya langsung terkuar. Nata terlihat rapuh, namun berusaha kuat di luar. Ratih prihatin melihat gadis itu.
^^^
Nata baru menduduki bangku kelas 10, dan baru melewati empat bulan masa belajar di sekolah lamanya.
Ratih menyampaikan gadis itu memasuki kelas unggul 10A. Nata memang gadis yang pintar, maka bukan hal yang tidak mungkin untuk masuk ke kelas unggul.
Ratih juga memperkenalkan Nata kepada pak Rahman, yang merupakan wali kelas dan guru olahraga di kelas 10.
Rahman membawa gadis itu menuju kelas barunya yang berada di lantai tiga. Mungkin, melihat interaksi Ratih dan pakaian Nata yang cukup berbeda dengan murid SMA Pujangga, membuat semua orang membuat spekulasi sendiri, dan berharap Nata memang merupakan siswa baru yang akan masuk ke dalam kelas mereka.
Saat Rahman membuka pintu kelasnya, banyak mata yang berharap melihat ke arah belakang Rahman, berharap ada siswi baru itu disana.
“Morning guys, hari ini kita kedatangan teman baru. Saya tau, kalian semua menunggu moment-moment ini. Kalian beruntung guys, siswa barunya masuk kedalam kelas kita” ucap Rahman pertama kali saat memasuki kelas. Gaya bicaranya yang sedikit kemayu, membuat semua orang cepat akrab padanya.
“Silahkan nak, perkenalkan dirimu!” perintah Rahman untuk mempersilahkan Nata memperkenalkan diri.
“Hai, saya Renata Hermawan. Pindahan dari Solo. Semoga kita bisa menjadi teman yang akrab” ucapnya singkat dan padat, namun dengan nada yang lembut sekali.
Semua orang terpana, tentu saja. Nata ini sudah cantik, ngomongnya juga lembut. Semua orang bahkan bisa merasakan jika sikap Nata ini lemah lembut, yang membunuh semut lewat saja ia tidak tega.
“Okei Re, kamu mau duduk dimana?” tanya Rahman. “Eh sebentar, kamu rabun ya? Kalau begitu, duduk di depan saja ya” final Rahman tiba-tiba. Padabal Nata memakai kaca mata hanya untuk menutupi sedikit wajahnya.
Akhirnya, mau tidak mau, Nata duduk tepat di bangku yang berada di baris ke dua. Tidak masalah sih sebenarnya, karna bangku yang berada di belakang lebih dominant cowoknya dari pada cewek.
Klara, gadis yang menjadi teman sebangkunya menyapa Nata. “Hai, gue Klara. Moga kita bisa jadi teman ya” ucao Klara sambil menyalam Nata.
Tersenyum, Nata ikut membalas salaman Klara, dan kembali memperkanalkan dirinya.
Pelajaran kembali di mulai setelah Rahman keluar dari kelas, dan mempersilahkan guru yang mengajar untuk masuk. Walau begitu, Nata tetap jadi bahan perhatian orang-orang. Sedikit-sedikit melirik ke arah gadis itu, untuk cuci mata atau sekedar mencari penyegaran.
^^^
Saat istirahat pertama di mulai, Klara menginfokan kepada Nata untuk segera mengambil satu ekskul. Karna eskul di jadikan sebagai nilai tambah pada rapot mahasiswa.
Nata sih tidak masalah sebenarnya. Ia juga sedikit penasaran, eskul apa yang di sediakan sekolah barunya.
Klara segera membawa Nata menuju corner bagian OSIS yang khusus tempat pendaftaran eskul. Disana, ia di sambut oleh Tari, yang merupakan seniornya yang saat ini sudah menginjak kelas 12.
“Oh ini anak baru yang viral itu ya?” Tari bertepuk tangan dengan heboh. Matanya menatap Nata dengan rakus, memandangi wajah cantik gadis itu.
Tersenyum, Nata mengulurkan tangannya. “Renata kak. Panggilnya Nata aja” ucap Nata memperkenalkan diri.“Hai dek, kakak namanya Tari” balas Tari ikut tersenyum. “Mau daftar eskul ya?” tanyanya antusias.
Nata mengangguk.
Tari memberikan beberapa beberapa katalog ekskul kepada Nata. Gadis itu menerimanya dengan sopan, dan tak lupa membalas dengan tersenyum.
Matanya segera memindai isi dalam katalog. Seperti di sekolah-sekolah biasa, ekskulnya ada seperti ekskul dance, olahraga seperti voly, dan bola kaki, nyanyi dan banyak lagi. Namun dari semua ekskul yang tersedia, hanya satu saja yang menarik minat Nata. Ekskul pencinta alam.
“Kak, aku boleh masuk ekskul ini?” tanya Nata sambil menunjuk kearah katalog yang berisi beberapa dokumentasi pencinta alam.
Tari sedikit meringis, tangannya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Boleh sih dek. Tapi, 98% yang ekskul ini cowok. Gak masalah?” tanyanya memastikan.
Nata mengangguk. “Gak masalah kak” jawabnya tanpa ragu.
“Okei, baiklah. Nanti kakak hubungi ketuanya untuk memberitahu ini ya. Kamu boleh isi data disini ya, biar nanti kakak hubungi selanjutnya ya” ucap Tari.
Tanpa membuang waktu, Nata segera mengisi beberapa kolom yang berisi biodata singkatnya, karna bel masuk akan segera berbunyi. Ia tidak ingin telat masuk kelas di hari pertamanya, tentu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Power of Girl (TERSEDIA DI PLAYBOOK)
Teen Fiction[Tersedia ebook full di playbook] Nata, si gadis ayu yang cantik, harus memperjuangkan dirinya sendiri setelah pasca kematian maminya yang secara tragis. Wajah cantik dan sifat lemah lembutnya ternyata mampu menarik perhatian orang-orang sekeliling...