9. Prioritas

7.2K 799 34
                                    

Elang kawatir dengan kondisi gadis itu. Setelah kepergian Nata lima menit yang lalu dari kantin, Elang berjalan untuk menyusul Nata, mencari tahu keadaan gadis itu yang sebenarnya.

Namun ia kalah cepat, karna hanya tinggal bu Ratih yang berada disana, yang merupakan guru BK.

Mengikuti instingnya, Elang kembali melangkahkan kakinya menuju gerbang depan. Ia sedikit terkejut, karna melihat Nata yang berada di lapangan basket sendirian. Apa yang di lakukan gadis itu disini?

Elang bisa melihat dari tempatnya berdiri, Nata terlihat sedang menangis dan sedang menghubungi seseorang. Ada apa sebenarnya?
Salah satu di sudut hatinya merasa nyeri saat melihat gadis itu menangis.

Memilih untuk mendekat, ulu hati Elang semakin nyeri melihat tatapan rapuh dan wajah memerah Nata. Ada apa dengan gadis ini sebenarnya.

Menarik ponsel yang di genggam Nata, Elang bisa melihat nama pemanggil, mbak Risa, pada layar ponsel Nata.

“Hallo!!” Panggilnya.

Suara grasak grusuk terdengar dari seberang, sebelum suara helahan nafas legah. “Maaf, saya mbaknya. Nata baik-baik saja kan?” tanya Risa.

Elang melirik gadis itu dengan sendu. Nata terlihat benar-benar rapuh. Ada apa sebenarnya.

“Dia tidak terlihat baik-baik saja. Ada apa sebenarnya?” tanya Elang.

Elang mendengar suara helahan nafas lagi. “Kamu siapanya Nata? Boleh saya minta tolong?” Tanya Risa penuh harapan.

Lamunan Elang terhenti, saat melihat pergerakan tubuh Nata. Sesaat saat ia selesai berbicara dengan mbaknya Nata, Risa, Elang segera membawa gadis itu menuju bascamp organisasi mereka, basecamp yang Elang beli sendiri, agar mereka punya rumah kedua.

Terlihat merilih, dan Elang sama sekali tidak berniat untuk beranjak dari duduknya dan mendatangi gadis itu.

Nata mengerjabkan matanya menatap sekeliling. Dimana dia? Tempat ini begitu asing untuk Nata.

Berusaha bangkit dari tidurnya, Nata mendapati Elang duduk di salah satu sofa yang menghadap ranjang tempat ia tertidur tadi. Laki-laki itu menatap Nata dengan tatapan dingin, dan membuat sekujur tubuh Nata langsung di serang rasa gugup.

“Gimana perasaan lo?” tanya Elang dingin yang masih belum beranjak dari tempatnya duduk.

Nata membasahi bibirnya yang tampak kering dengan lidahnya, dan pemandangan itu sama sekali tidak di lewatkan oleh Elang.

“Aku dimana?” tanya Nata gugup.

“Bascamp tim” jawab Elang seadanya.

Nata mengangguk mengerti. “Ini jam berapa? Berapa lama aku tertidur?” tanya gadis itu, yang melirik kesekelilingnya, untuk mencari keberadaan jam.

“Jam 3. Dan kita sudah melewatkan jam sekolah” jawab Elang dingin.

Mereka melewatkan jam sekolah? Apa itu artinya mereka membolos?

Ya Tuhan

Nata kembali ingin menangis saat mengucapkan kata membolos. Kata-kata yang selalu maminya minta untuk Nata lakukan, agar Nata memiliki pengalaman yang menarik saat bersekolah. Sayangnya, ia selalu menolak ajakan maminya, karna tidak ingin tertinggal pelajaran.

Membolos juga adalah permintaan terakhir maminya, dan Nata menolak. Ia lebih memilih menghabiskan waktu ke pelajaran daripada masa-masa terakhir maminya.

“You okey?” tanya Elang dengan raut wajah datar, namun ada nada kawatir terselip.

“Maaf!” parau Nata. Gadis itu menelan salivanya berat saat menyadari suara paraunya.

“Ayo turun! Lo belum makan apa-apa hari ini” ajak Elang, yang langsung beranjak dan keluar dari kamar yang Nata tempati.

Nata memilih diam sebentar sebelum ikut keluar bersama Elang. Ia harus memperbaiki penampilan, dan hatinya terlebih dahulu. Ia tidak mungkin, kembali memperlihatkan kepada Elang, mengenai dirinya yang hancur dan rapuh.

Saat sudah turun ke lantai bawah, Nata bertemu dengan teman-teman se timnya, yang menatap Nata dengan tatapan jahil dan menggoda. Iya, menggoda. Karna Nata berada di ruang yang sama dengan Elang dan hanga berduan.

“Apalah daya yang jomblo ini ya we!!!” dengus Theo, namun tetap menyeringai.

“Iya. Sampai bang Elang gak bolehin kita masuk kamar hanya sekedar ambil ps doang. Baru tau, ternyata bang Elang cocwit. Bikin Lanang cemburu” gerutu Lanang, salah satu teman seangkatan Nata.

Gadis itu tersenyum mendengar ucapan Lanang.

“Kalau tau Elang si kulkas kita ternyata cocwit gitu, udah dari dulu gue embat. Eh, ternyata gue kalah seksi sama Nata” lelucon Rion.

Pipi Nata seketika bersemu merah, saat Rion mengucapkan kata itu. Sampai suara geraman dari belakang tubuhnya, membuat tubuh Nata seketika meremang.

Ada Elang menatap teman-temannya dengan tajam. Tidak suka, jika Nata terlalu dekat dengan mereka, walau mereka semua adalah temannya sendiri. Ingat, ngembat ngambil punya teman itu sudah seperti sifat alami manusia, dan Elang tidak akan membiarkan hal itu.

“Gue suruh makan, bukan ngobrol!” ucap Elang dingin, yang langsung menarik tangan Nata menuju dapur.

Nata merasa asing dengan perhatian Elang. Perhatian yang sebenarnya tidak cocok, jika mereka hanya punya hubungan sebagai teman se-tim.

Tapi Nata tidak bisa menyimpulkan perhatian jenis apa yang di berikan oleh Elang seperti ini. Sedari dia lahir hingga beberapa minggu yang lalu, pusat dunianya hanyalah maminya, dan ia tidak pernah terfokuskan oleb hal lain, kecuali perhatian dan kasih sayang maminya.

Elang membawa Nata menuju dapur, yang di meja makannya sudah terhidang berbagai bungkusan makanan.

“Mmm... jatah makanan Nata yang mana ya?” tanya gadis itu gugup.

“Lo gak bisa lihat di atas meja?” tanya Elang datar.

Nata menggeleng pelan, “bukan, ini banyak banget. Yang jatah Nata dimana?” tanya gadis itu lagi.

“Semuanya Nata” desah Elang berusaha sabar.

Gadis itu membelalakan matanya terkejut, “semua? Tapi Nata gak bisa makan semuanya” lirih gadis itu.

“Kalau gitu, makan sebisanya” ujar Elang. “Sisahnya, bisa dikasih ke mereka nanti” lanjut Elang.

Nata menggeleng, “Mana boleh kasih sisa makanan kita ke orang. Nata ajak mereka makan bareng aja ya” pinta gadis itu memohon, yang masih belum duduk.

“Makan sekarang Nata!!” geram Elang, karna gadis itu tidak mematuhi ucapannya sedari tadi.

“Tapi_,,

“Makan sekarang!!” tekan Elang tidak ingin di bantah.

Akhirnya Nata mengangguk pelan. Ia takut dengan Elang.

Mengikuti kata laki-laki itu, Nata memundurkan kursi di depannya, sebelum duduk. Tangannya menarik salah satu kresek dengan asal.

Dengan pelan, Nata membuka wadah makanan di depannya.

Rujak.

Nata mengerutkan keningnya, karna mendapati jenis makanan itu. Apa Elang memintanya memakan rujak? Benarkan Elang membeli rujak sebanyak ini? Tanya Nata dalam hati.

“Jangan yang itu!” Elang menghentikan Nata, saat ingin membuka bungkusan rujak tersebut.

Dengan cekatan, Elang segera menarik wadah rujak itu menjauhi Nata, dan mengambil salah satu kresek yang bertuliskan dari rumah makan padang.

“Ini aja!” Elang membuka bungkusan nasi tersebut, dan menaruh ke depan Nata.

Nata menatap Elang dan nasi yang di depannya dengan gantian.

“Makan sekarang!” perintah Elang lagi.

Mengangguk, Nata memakan makanannya dengan pelan, dibawah pengawasan Elang, yang sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari Nata.

Saat sudah selesai makan, Elang menarik bungkusan nasi Nata, lalu menggulungnya, sebelum membuang bungkusan nasi itu ke tong sampah.

“Motor Nata di manak tanya gadis itu memecah keheningan.

Bukannya menjawab, Elang malah mendekatkan wadah rujak tadi kedepan Nata.

“Makan buahnya aja, jangan ikut kuahnya” perintah Elang lagi.

“Mbak lo nitipi lo ke gue. Jadi, mulai sekarang, lo prioritas gue. Gue gak terima bantahan. Ngerti?” tanya Elang dingin.

Nata menatap pria itu dengan ngeri. Sampai ketahap mana Elang mengetahui masalah Nata, sampai mbak Risa, menitipkan Nata pada laki-laki itu.

Ada yang kangen Elang Nata?
Maaf telat up ya.

Jangan lupa votenya. Trimakasih

The Power of Girl (TERSEDIA DI PLAYBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang