30. Sebuah Kebenaran

3.5K 558 42
                                    

Pemandangan belakang balkon vila tempat mereka menginap adalah tempat yang di pilihkan oleh Adele, agar ia bisa menenangkan diri.

Sudah dua puluh menit berlalu, dan Nata hanya memandang kejauhan dengan tatapan kosong. Adele menyadari keresahan yang di rasakan oleh Nata saat ini, karna ia pernah mengalaminya beberapa saat lalu, sebelum papa kandungnya menjemput paksa ia pulang.

"Gue tau apa yang lo rasain" ucap Adele membuka suara pertama kali. Sama hal seperti Nata, Adele juga hanya menatap hamparan pohon-pohon itu dengan tatapan kosong.

Menolehkan wajahnya, Nata hanya memandang Adele dengan tatapan lelah. Lelah dengan semua yang ada, lelah dengan keadaanya.

"Dari awal gue ketemu lo, gue langsung sadar, itu emang lo" ucap Adele lagi, yang tampaknya semakin membuat Nata kebingungan.

"Mama gue yang di nikahin papa lo, btw" jujur Adele pada akirnya. Gadis itu tersenyum lelah. "Dan gue pernah berada di posisi lo seperti sekarang, dan dengan orang yang sama" lanjutnya.

Tes

Air mata Nata terjatuh.

"Mungkin, setelah kepergian gue dari rumah itu, bokap lo akhirnya berbalik arah buat cariin lo lagi" simpul Adele lirih. "Gue minta maaf. Gue kabur dari rumah itu, bukan karna mau melampiaskannya ke lo. Tapi karna gue enggak kuat. Mama gue bahkan kini sudah di rumah sakit jiwa, karena enggak bisa terbebas" Adele menangis.

Nata tersenyum. Senyum sedih, yang untuk pertama kalinya ia sunggingkan, setelah kehidupan barunya di Jakarta.

Nyatanya, seumur hidupnya, ia memang tidak pernah terbebas dari papanya. Ia punya maminya yang selalu menjadi temeng untuknya dulu, temeng untuk menjauhi papanya dari dia. Maka dari itu, obsesi papanya terhadap keluarga, beralih kepada Adele. Perempuan yang masih ia tidak percayainya ternyata saudara tirinya.

"Jadi sekarang lo mau apa? Kasihan Elang terkena imbasnya, padahal ia enggak ngerti apa-apa" ucap Adele pelan.

Adele menolehkan wajahnya kepada Nata. Teman yang merangkap sebagai saudara tirinya itu hanya terdiam, menatap hamparan luas dari tempat mereka berada.

Pikiran Nata tampaknya sudah menjarah kemana-mana. Gadis itu terlihat berpikir keras, dan Adele tidak tau apa persisnya yang sedang di pikirkan oleh Nata.

^^^

Hamparan luas dari balkon atas vila masih menjadi tempat favorit Adele hingga saat ini. Sudah dua jam berlalu, dan Adele masih memutuskan untuk duduk disini, dan bukannya bergabung dengan teman-temannya yang lain.

Ponselnya juga masih bergetar sejak dua jam yang lalu. Elang mengirimi dirinya banyak pesan saat ia dan Nata memilih untuk menenangkan diri.

Namun, Adele kembali mengacuhkan panggilan ponsel itu. Walau sudah berlalu dua jam, tetap saja Elang bisa menemukan Nata hanya dalam lima belas menit, jika ia mau.

Katakanlah bahwa ia memang egois, yang lebih membiarkan Nata menyelesaikan semuanya sendirian, di bandingkan menghalangi temannya itu, untuk menjalankan rencananya. Ia ingin mamanya bisa sebebas dulu, jika ia ingin bertemu. Tidak seperti saat ini, Adele bahkan takut untuk pulang ke rumah mamanya sendiri.

Menghela nafas untuk kesekian kalinya, Adele memantapkan diri untuk berbohong. Mau bagaimanapun, ia harus menghadapi Elang. Tidak peduli, bahwa Elang mempercayainya ataupun tidak.

^^^

Sedangkan di tempat lain, setelah lima jam berlalu, Nata baru berani masuk ke dalam ruang rawat inap milik mbaknya, Risa.

Mbak Risa masih dalam keadaan coma, saat Nata baru saja menginjaki ruang inapnya.

Nata hanya diam di depan ranjang rumah sakit tempat Risa berbaring. Tidak ada raut apapun, yang tergambara pada wajah gadis itu, seakan memang ia sudah terlalu lelah untuk berekspresi.

Apalagi, saat matanya terpaku pada balutan perban yang menutupi leher Risa. Salah satu tusukannya bersarang pada leher mbaknya, yang untungnya orang yang melakukan hal itu adalah orang amatiran, yang tidak tau dimana-mana titik-titik fokus akan rawan kematian.

Kembali menghela nafas, Nata mengerutkan dokumen yang berada di tangannya.

Ia sudah siap.

Ia akan kembali ke rumah lamanya, untuk mengambil motor, sebelum kembali pergi ke rumah papanya, untuk menyelesaikan semuanya. Jika keinginana papanya hanya untuk mencelakai sedikit wajahnya, maka Nata akan berikan, agar ia punya kebebasan yang selalu di perjuankan oleh maminya. Tidak peduli bahwa sebenarnya ia kalah yang memilih mengalah, dari pada berjuang.

"Nat?" Panggil Bram saat memasuki ruang inap Risa.

Nata tersenyum. Senyum simpul, yang sangat jarang di sunggingkan gadis itu.

"Hai mas!" Sapa Nata berusaha ceria.

"Kamu ngapain disini? Elang mana?" Tanya Bram menyelidik.

"Di rumah lama mas. Aku cuma mau sapa mbak bentar, sebelum kembali ke Jakarta. Ini udah mau balik, jadi aku duluan ya mas" ucapnya, yang langsung pergi keluar dari ruangan, tanpa mendengar respon Bram lagi.

Gadis itu berjalan dengan mantap menyusuri rumah sakit. Ini hari terakhirnya ia harus bersembunyi, karna setelah berlalu hari ini, ia akan bisa bebas dari papanya sendiri.

^^^

"Bego lo!!!" Suara itu mengelegar di penjuru vila.

Untuk pertama kalinya, mereka melihat Elang, si laki-laki dingin yang selalu cuek itu, sedang marah besar.

Adele sudah terduduk di lantai, tubuhnya bergetar, tidak tahu bahwa ia akan mendapat kemarahan Elang, karena ia membiarkan Nata pergi begitu saja.

Sedangkan teman-temannya yang lain, tampak tidak ingin membantu Adele dari amukan Elang.

"Gue bisa jelasin bang" ucap Adele lirih. Ia sedari tadi berusaha menguatkan diri.

"Lo mau jelasin apa lagi, ha? Lo temannya bukan sih? Otak lo kemana? Kenapa lo biarin dia pergi sialan?" Ucap Elang.

Rahang laki-laki itu mengeras. Tatapan matanya tajam, dan bahunya bergerak untuk mengatur nafasnya.

Adele tidak tau, bahwa arti Nata bagi Elang memang sebesar ini. Tapi mengapa Nata seakan tidak memiliki siapa-siapa yang bisa melindungi gadis itu. Elang bahkan sangat cukup mampu untuk melindungi Nata, dari papanya.

"Kalian semua mending pulang!!! Apalagi lo! Lo enggak beguna disini" ucap Elang, sebelum berbalik badan meninggalkan mereka semua yang masih terdiam di tempatnya.

Tbc

The Power of Girl (TERSEDIA DI PLAYBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang