PART 8

480 71 5
                                    

Sekarang Sakura berakhir di kantin universitas. Dia duduk sambil memegang keningnya. Ponselnya berdering kencang. Sakura memaki sambil mengeluarkan ponsel dari tasnya.

"Kau dimana?" Tanya Younghoon.

"Kantin." Sakura masih tersengal-sengal.

"Ada apa Sakura? Kau seperti dikejar anjing."

"Lebih buruk dari itu."

Younghoon tertawa puas.

"Berhenti mentertawaiku seperti itu."

"Baiklah maaf." Younghoon menghentikan tawanya. "Apa kau sudah makan?"

"Belum."

"Jika kau selalu telat makan seperti ini. Kau bisa sakit."

"Aku tahu. Aku akan makan." Jawab Sakura.

"Baiklah. Tunggu aku kemungkinan satu jam lagi rapat akan selesai. Aku akan mengantarmu pulang."

"Tidak perlu. Aku harus pergi kesuatu tempat."

"Baiklah jika kau butuh sesuatu hubungi aku segera."

"Iya. Aku akan melakukannya."

Younghoon mematikan panggilannya.
"Hei pak presiden. Apa kau menghubungi pacarmu lagi?" Tanya Eric.

"Dia bukan pacarku."

"Jika dia bukan pacarmu lalu siapa. Ibumu, adikmu atau kakakmu." Balas Eric.

"Kita hanya berteman."

"Aku dan Sakura hanya berteman tidak lebih."

"Jangan berbohong. Walaupun kita tidak begitu dekat aku tahu dari matamu ketika melihatnya dan membicarakan dia. Kau menyukainya."

"Jangan membuat rumor yang tidak pasti."

"Ckk. Teruslah saja mengelak. Kau akan merasakannya jika Sakura diambil dari sisimu."

Younghoon tahu pasti dia memang menyukai Sakura namun Sakura tidak boleh tahu perasaannya. Dia tidak ingin Sakura meninggalkannya.

Sakura berjalan menuju toko buku terdekat. Dia tidak tahu berapa jauh jarak yang ditempuhnya dengan berjalan kaki.

"Tuhan, panas sekali hari ini. Sepertinya global warming mulai memburuk." Sakura mengibas-ngibaskan tangannya.

Sakura mulai menelusuri rak demi rak. Dia berusaha menemukan buku yang dicarinya namun belum juga ketemu.

"Nona ada yang bisa saya bantu?" Tanya petugas toko buku yang di name tagnya bernama Choi Yena.

"Aku ingin mencara buku kedokteran karangan Ibnu Sina."

"Ah buku itu. Mari kutunjukan dimana buku itu."

Sakura mengikuti Yena dari belakang. Melihat kesekeliling toko buku. Cukup banyak pengunjung yang datang namun kurang penjaga toko.

"Nona ini buku yang kau inginkan." Yena menunjukan buku yang dimaksud Sakura.

Sakura mengambil buku dari rak dan bertanya.

"Jika anda butuh sesuatu saya ada di meja kasir."

"Terimakasih." Sakura tersenyum dan Yena meninggalkan Sakura.

Setelah Yena pergi Sakura pergi juga menuju meja kasir. Sakura menyerahkan buku kepada yena untuk dibayar.

"Sepertinya toko buku ini cukup ramai tapi kenapa hanya ada kau yang menjaganya. Apa kau merangkap menjadi sales dan kasir?"

Yena mengangguk lesu. "Toko buku ini yang terdekat dengan universitas. Entah beberapa kali kami sudah mencoba menaruh papan pengumuman lowongan kerja namun tidak ada yang datang untuk melamar kerja."

"Namamu Yena bukan?"

Yena mengangguk.

"Bisakah aku melamar kerja disini?" Sakura tersenyum.

"Apa kau yakin? Gaji di toko buku ini tidak besar dan sepertinya kau anak orang kaya. Mungkin gajinya lebih kecil dari uang sakumu."

"Tidak masalah. Tolong beri aku kesempatan." Sakura memohon.

"Apa kau yakin?"

Sakura mengangguk.

"Aku akan memberitahu bosku."

"Ah, terimakasih." Sakura riang. "Bisa pinjam kertas dan bolpen?"

Yena memberikannya tanpa bertanya.

Sakura menuliskan nomor ponselnya dikertas tersebut.

"Ini nomor ponselku. Jika aku diterima mohon segera hubungi aku."

"Baiklah. Semuanya 3150 won."

Sakura mengeluarkan black cardnya. Black card merupakan salah satu kartu yang hanya dimiliki oleh orang yang kaya diatas yang kaya.

Yena membolak-balikkan black card Sakura. Dia masih tidak yakin. Wanita yang didepannya ini memohon pekerjaan tapi memiliki black card.

"Itu asli." Sakura meringis.

"Ah maaf." Yena langsung menggesek kartu tersebut dan setelah selesai menyerahkan pada Sakura.

"Jangan lupa telepon aku." Sakura mengambil bukunya dan kemudian meninggalkan toko buku.

"Apakah orang kaya zaman sekarang otaknya sudah tidak waras mau bekerja di toko buku seperti ini. Bahkan gajinya saja tidak cukup untuk membayar tshirt mahalnya." Yena menghela nafas lemas.

Sakura lupa jika dia membawa buku yang super tebal di tasnya dan kini dia membeli buku lagi.

"Ah berat sekali. Aku juga lupa memberitahu pak lee untuk menjemputku. Aku juga tidak mungkin menelepon Younghoon."

Sakura berjalan mencara halte terdekat namun sepertinya jarak halte lumayan cukup jauh.

Sakura meruntuki kebodohannya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi pak Lee namun panggilannya tersambung ke mailbox. Dia mencoba lagi sampai konsentrasinya pecah ketika suara klakson mobil berbunyi.

"Hei berisik." Sakura berteriak tanpa melihat ke si pemilik mobil yang menurunkan kaca mobilnya.

Klakson mobilpun berbunyi lagi.

"Sial." Batin Sakura. Dia bersiap-siap memaki namun terhenti karena senyuman dati pemuda tampan yang berada didalam mobil itu.

"Sakura." Panggil Daniel.

"Kau siapa?" Sakura mengerutkan alisnya.

"Aku daniel kita sekelas di mata kuliah profesor Min."

"Ah kau daniel yang mempunyai gigi kelinci itu." Ucap Sakura polos.

Daniel tertawa mendengarnya. Dia tidak tahu wanita ini bisa sangat polos. "Naiklah kau mau kemana."

Sakura langaung masuk kedalam mobil Daniel tanpa penolakan. "Aku mau pulang. Aku mencari halte terdekat tapi sepertinya maaih lumayan jauh."

"Halte terdekat sekitar 500 km lagi."

"Wow. Kuyakinkan diriku tidak ingin berjalan sejauh itu di cuaca yang terik ini."

Daniel tertawa. "Berikan alamat rumahmu. Aku akan mengantarkanmu selamat sampai tujuan.

Tanpa basa-basi Sakura memberikan Alamat rumahnya kepada Daniel. Untung saja dia bertemu Daniel jika tidak mungkin dia pasti harus berjalan jauh lagi menuju halte atau menunggu pak Lee yang tidak menjawab panggilannya.

FIANCE FROM HELLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang