Liquor

1.3K 213 63
                                    

"Hah!"

Kepala Jennifer yang semula terbaring di sisi meja nakas dekat ranjang anak lelakinya spontan terangkat begitu suara tarikan napas yang amat berat sekaligus keras itu membangunkan ia dari tidurnya, lalu mendapati sang putera yang telah terjaga, terduduk dengan selimut tersingkap dan dada yang naik turun tak teratur karena napas yang memburu bagai baru saja selesai berlari kencang.

Tanpa pikir panjang ia segera menghampiri putera satu-satunya itu dan merengkuh tubuh pemuda itu dalam pelukannya. Berusaha sebisa mungkin mengendurkan otot-otot yang nampak tegang bak usai bermimpi buruk. "Semua baik-baik saja. Tenanglah, Ray."

Si pemuda dalam pelukan yang sebelumnya menerima afeksi wanita itu dengan menggenggam erat lengan Jennifer lantas melonggarkan sedikit rengkuhan ibunya dan menatap wanita itu dengan raut bingung untuk kemudian berujar, "siapa Ray?"

Yang ditanya sontak saja membulatkan mata akibat amat terkejut akan ujaran anak lelakinya itu. Dengan segera ia menarik napas untuk kemudian berteriak sembari menoleh pada pintu kamar yang terus terbuka, "Dave!"

"Bu?" Si pemuda kembali bertanya dan membuat atensi ibunya kembali padanya. "Mengapa Ibu memanggil nama Inggris Ayah?"

.

.

.

Ken melihat Seokjin tersentak kaget kala sebuah letupan kembang api meluncur dan meledak di langit sebelah timur dari tempat mereka berada kini. Seokjin menolak untuk diajak makan, dan ia tak bisa memaksa pemuda itu melakukannya.

"Aku tak sadar jika ini adalah malam pergantian tahun." Tutur Seokjin masih dengan kepala tertunduk usai sedikit memperhatikan sekitar yang nampak ramai akan sekumpulan orang.

Keduanya berada tak jauh dari Thomas L. Kane Memorial Chapel, duduk berdua di dalam mobil yang Seokjin bawa kabur dari pemiliknya, sementara Ken masih berusaha memutar otak mengenai bagaimana supaya pemuda itu mau pergi bersamanya.

Sebuah gagasan sempat mengemuka dalam kepala kala tengah berpikir, membuat Ken berinisiatif untuk menyalakan mesin mobil tanpa izin pemuda di sebelah dan membuat ia menjadi pusat perhatian yang bersangkutan.

"Mau ke mana?" Jiwa Seokjin masih meretih lemah hingga enggan rasanya untuk melakukan hal lain, sampai-sampai untuk protes-pun tak kuasa dilakukannya dan hanya pertanyaan sederhana yang mampu terucap.

Ken tahu bahwa mentari Smethport tak pernah sekalipun menyakitinya, namun membawa Seokjin ke tempat teduh dan gelap adalah yang paling ia inginkan sejauh ini. "Ke tempat yang menyenangkan."

Jawaban singkat itu jelas tak mampu merangkum segala tujuan yang telah terencana dalam akal. Tidak pula dapat dijelaskannya secara gamblang demi menghindari penolakan. Dan berpikir bahwa si sosok incaran di kursi sebelah sama halnya seperti orang kebanyakan, tak mampu berkilah kala tengah tersudut.

.

.

.

Freddy mencoba mencakapi pemuda itu dengan teramat hati-hati kala keduanya duduk berhadapan di depan perapian. Sosoknya masih terperangkap dalam netra yang bersangkutan hingga rasanya tak mampu untuk berkilah demi sekadar menghilangkan asa yang mulai terintimidasi untuk pertama kalinya setelah sekian lama. "Siapa namamu?"

Yang ditanya kemudian nampak tersentak akibat terlalu lama memperhatikan sosok di seberang meja, lalu menoleh ragu pada kedua orang tuanya yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Yang menolak menemani demi membuat sedikit privasi. Lalu mulai membuka mulut demi melafalkan nama dengan marga yang selama ini dimiliki, "Kim Namjoon."

MOONCHILD [ Namjin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang