Waktu sepertinya berjalan dengan cepat, hari berganti, tahun berganti, seperti tak terasa, atau memang dirinya yang tak pernah merasakan jalannya waktu?
Seorang pria duduk di kursi kerjanya sambil mengetukkan jari di meja kerjanya, terdengar suara ketukan pintu, pria tersebut mempersilahkan orang yang mengetuk pintu itu masuk.
"Ada seseorang yang ingin menemui tuan." Ujar sekretarisnya dengan sopan.
"Persilahkan dia masuk."
"Baik tuan." Sekretaris pria tersebut keluar dari ruangannya kemudian mempersilahkan seorang masuk.
Seorang pria tinggi, putih, dengan memakai Hoodie hitam, celana training putih-hitam dan juga topi yang terbalik serta sepatu berwarna putih.
Pria tersebut mendekati meja pria tadi yang mempersilahkan ia masuk.
"Kenapa aku hanya dijadikan karyawan biasa di sini?" Tanyanya.
"Karena kamu perlu belajar dari awal nak, adik-adikmu juga."
"Ya aku tahu, tapi tidak bisakah aku dijadikan salah satu aktor di agensi ini? Aku ini tampan, berbakat dan juga banyak penggemarnya." Pria itu berdiri sambil berbicara dengan pedenya.
"Tidak bisa! Pokoknya kamu tetap jadi karyawan di sini, ingat kamu juga punya pekerjaan sampingan yang sangat mulia."
"Ayah! Jangan ingatkan aku pada pekerjaan itu, aku sedang tidak ingin memikirkanny." Pria tersebut ternyata adalah anaknya sendiri.
"Kamu harus memikirkannya Daniel, walaupun tidak dapat bayaran tetapi dengan pekerjaan itu kamu dapat meningkatkan kekuatan dan keahlianmu, pulanglah, dan jaga adik-adikmu." Perintah pria yang duduk di kursi kerjanya yang pasti kita ketahui bahwa itu adalah Sean, ayah Daniel.
Daniel memutar matanya malas, " Tanpa aku jaga, mereka akan baik-baik saja."
"Ya sudah kalau begitu lanjutkan pekerjaanmu!" perintah Sean kepada Daniel.
Daniel melangkah keluar dengan menghentakkan kakinya menirukan gaya bicara ayahnya.
Dasar ayah yang kejam!, Gerutu Daniel dalam hati.
°°°°°°
Malam yang gelap gulita telah menerjang bumi, Sean masuk ke rumah dengan langkah pelannya.
Ia menuju ke ruang makan, di sana sudah tersedia makanan banyak.
Sean duduk di salah satu kursi yang ada di ruang makan itu, ia meletakkan kepalanya di atas meja.
Selang beberapa menit, terdengar suara langkah kaki menuju ruang makan, langkah tersebut semakin dekat dan menampakkan seorang gadis dengan berpakaian santai.
"Daddy!" Teriak gadis tersebut kemudian mendekati Sean dan duduk di sampingnya.
"Hai Lyn." Sapa Sean kepada gadis tersebut yang ternyata bernama Lyn itu.
"Sejak kapan Daddy di sini?"
"Baru saja, tolong panggilkan semua kakakmu, kemudian kita makan bersama." Lyn mengangguk den memperlihatkan jempol tangannya.
Lyn bangkit dari duduknya kemudian menuju tangga sambil berteriak.
"Daniel, Leon, Yasdar, Ellen, Lia, Jerome, Jeremy, Jasper, Elina, Edward, Yumna, cepat turun ke bawah Daddy sudah menunggu kalian semua!"
"Hei! Siapa yang mengajarimu tidak sopan begitu, hah?!" Daniel keluar dari kamarnya.
"Kenapa kau bilang aku tidak sopan?" Tanya Lyn.
"Karena kau memanggilku tanpa embel-embel kakak, dasar anak nakal." Jelas Daniel.
Lyn mengabaikan ucapan Daniel, kemudian mengetuk kamar kakak keduanya.
"Kak! Ayo makan malam, Daddy sudah menunggu kita."
Pintu terbuka menampakkan seorang pria yang menggunakan piyama biru dengan menggendong kucing.
"Sejak kapan Bapak menunggu?"
"Sejak tadi."
Lyn meninggalkan kamar kakak keduanya, kemudian mengetuk satu per satu pintu kamar kakaknya dan setelah itu turun ke bawah.
Saat Lyn sampai di ruang makan, ia melihat di sana sudah ada Daniel dan juga Daddy-nya.
Lyn kemudian ikut duduk di samping Daniel, satu per satu kakak-kakaknya turun menuju ruang makan, ruang makan telah penuh dengan para penghuni rumah ini.
"Oke, sebelum kita makan, kita cek kehadiran dahulu." Ucap Sean.
"Daniel hadir, yah."
"Leon hadir juga bapak."
"Yasdar hadir, pa."
"Ellen with Lia hadir juga pi."
"Jerome hadir, pak, mantul!"
"Jeremy right here, bapak."
Jasper hadir, yah."
"Elina bersuara!, papah ganteng!"
"Edward hadir."
"Yumna yeogiseo, Appa."
"Jesselyn yang pertama, Daddy."
Sean mengelus dadanya dengan sabar, kenapa anaknya semua seperti ini? Hanya ada beberapa yang normal, dari mana mereka mendapat sifat bar-bar mereka?
Sean jadi ingat, anaknya terlahir dari rahim seorang perempuan yang bar-bar juga, apakah mereka menuruni sifat perempuan itu?
Semua anak Sean wajahnya mirip dengannya, tapi kenapa sifatnya berbeda dengannya, hanya Jasper dan Edward yang menuruni sifatnya.
Kenapa dulu saat Sean ingin menghamili Sena dia tidak berpikir dua kali? Berpikir tentang sifat bar-barnya, Sean tersenyum mengingat Sena.
"Sena Andriana." Gumam Sean dengan lirih.
"Daddy bilang apa?!"
"Bapak bilang apa?!"
"Papah ganteng bilang apa?!"
"Papi bilang apa?!"
"Ayah bilang apa?!"
"Papa bilang apa?!"
"Appa! Hanbeon tteo!"
Tanya anak Sean bersamaan dengan berteriak.
Sungguh! Suara anak-anaknya sangat menggelegar di telinganya.
Tak bisakah mereka tidak berteriak, kalau seperti ini setiap hari, telinganya akan sakit.
R E V I S I 23-08-2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Monster [✓]
Hayran Kurgu[PART SUDAH TIDAK LENGKAP/SEBAGIAN ADA DI KARYAKARSA] Langit malam tak menghentikan langkahnya, jika suatu hal sudah ada keinginannya, maka tak akan ada yang dapat menghalanginya. Sean terjun bebas, meninggalkan jembatan tempat dirinya berpijak. Tuj...