Tuhan, aku tau kini tubuhku sedang sakit, aku tau nyawaku sedikit demi sedikit terpupus. Tubuhku sudah semakin rusak, bibirku kaku untuk bicara, bahkan untuk makan pun aku sering tersedak. Tanganku, kakiku.. Sudah sulit untuk di gerakan. Aku rindu berlari di koridor sekolah, aku rindu menari di bawah hujan, aku rindu semua.
Bisakah aku menggapai bintang hati yang sudah lama ku simpan? Sebelum semua terlambat, aku benar-benar ingin mengutarakan isi hati terdalam ini. Sungguh, kenyataan ini sangat sulit ku terima, tapi aku berusaha untuk ikhlas. Semua impianku, semua yang akan ku lakukan esok, harus tergerus karena sakit ini.
Tuhan, bolehkah aku mati suri saja? Aku ingin membuat semua impianku kenyataan, sebelum aku benar-benar pergi dari kehidupan ini. Saat ku terbangun dari mati suriku, semua baik-baik saja, penyakitku sembuh total, bahkan aku bisa ikut ujian dan lulus dengan nilai memuaskan, dan, membahagiakan orang tua, dan lagi, aku bisa bahagia bersama seseorang yang ku cintai. Akankah do'aku ini di kabulkan oleh-Mu?
"Sayang, makan dulu yuk."
Perkataan ibu mengagetkan Ratri, ia pun langsung menutup buku dan pulpennya. Rangkaian diary tadi di tulisnya dengan susah payah. Bahkan garisan huruf per hurufnya sudah tak lurus lagi. Tangannya sudah semakin tidak sinkron.
"Eh habis nulis ya, nulis apa hayo?"
"Bkan a-apa-apa k-kok," kata Ratri, bahkan suara Ratri semakin hari semakin tidak jelas.
Ibu tersenyum teduh, memang ibu pun belum pernah membaca isi buku diary Ratri yang begitu tebal itu. Buku itu sudah 2 tahun lamanya, isinya pun sudah banyak dan hampir habis.
"Ya udah ayok makan dulu," kata ibu yang mulai menyuapi Ratri.
Di tengah-tengah sarapannya, Ratri memberi kode sudah kenyang, dan, "bu, b-sa ambilk-an b-ku itu," ucapnya sambil menunjuk sebuah buku novel yang bersender di meja sampingnya.
"Ini?"
Ratri mengangguk, "um"
"Ayok minum dulu dan minum obat, habis itu kamu boleh baca-baca buku lagi ya."
~
Membaca buku bukan hobinya, tapi jika novel ataupun komik, pasti Ratri semangat. Apalagi sebuah novel oranye yang berjudul Dengarkan Senja, bukan lain novel yang di kasih oleh kak Aleo.
Dari kemarin ia baca, bahkan sudah sampai halaman 212. Butuh 92 halaman lagi untuk menyelsaikan. Di tengah aktifitasnya, tiba-tiba Ratri mengingat sesuatu, "kak Leo, daun maplenya! - I-IBU!"
"Iya nak kenapa?? Ada apa??"
Ratri menangis sesenggukan, "hiks hiks, bu, d-un map-lnya, t-dak keba-wa."
"Daun maple apa nak?" tentu saja ibu tidak tau yang di maksud Ratri, karena ia tak pernah bercerita tentang buku novel dan daun maple dari Aleo teman kecilnya.
"Hiks," Ratri tak sanggup bicara banyak, karena suaranya tersedak-sedak.
Ibu pun langsung memeluk Ratri dengan erat, "Ratri ingin apa? Coba Ratri tulis di kertas," kemudian ibu memberikan sesobek kertas dan spidol hitam pada Ratri.
Ia mulai menulis, "D A U N M A P L E."
"Daun maple?"
Ratri mengangguk, dan melanjutkan tulisannya dengan susah payah, "K A M A R."
"Daun maple kamar?"
Ratri menggeleng,
"Daun maple di kamar Ratri?"
Ratri mengangguk, dan menulis lagi, "D A R I K A K L E O."
"Daun maple dari Aleo?"
Ratri mengangguk lagi, air matanya masih bercucuran. Baginya daun maple itu sangat berharga, apalagi di kasih oleh kak Aleo teman masa kecilnya. Ia sudah menganggap Aleo sebagai kakaknya sendiri.
"Sst, jangan menangis sayang, gak papa, pasti daun itu aman di kamarmu, besok kalo kita pulang, Ratri bisa ambil daun itu ya," ucap ibu sambil mengelus halus kening Ratri.
~
Setelah 20 menitan Ratri membaca novel itu, ia memutuskan untuk istirahat. "Kak Leo sedang apa ya?"
"Iya hallo.. Nak Leo! Aduh ini beneran nak Leo? Aduh bibi pangling sama kamu nak!"
Ratri menoleh pada ibu yang sedang berjalan ke arahnya. "Kak Leo?" batin Ratri.
"Sayang, ini Aleo nak vc, sinih."
"BENARKAH?!!" Batin Ratri girang. Iapun langsung melihat Aleo dari layar hp itu. Senyumnya merebah, ingin sekali ia menceritakan keadaannya, dan ingin sekali ia memberitahu jika buku dan daun maplenya sudah di terima.
"Rat, bagaimana keadaanmu?"
"B-ik, hiks," Ratri tak sanggup bicara banyak. Ini sangat menyakitkan, ketika ada waktu bisa melihat kak Leo, tapi bibirnya kaku dan suaranya hilang.
"Syukurlah, kamu tambah cantik saja, aku meminta nomer bibi pada ayahku, untungnya aku langsung dapat. Sudah lama tidak bertemu ya, kamu haris tetap semangat! Aku mendukungmu dari sini, besok bulan juni aku akan pulang, pas sekali di bulan ulang tahunmu, tunggu aku ya!"
Ratri mengangguk, matanya berbinar. Sungguh sangat sakit tak bisa bicara banyak dengan Aleo. Tapi Ratri berusaha untuk ikhlas dengan keadaannya.
Ibu pun ikut tersenyum, "kamu hati-hati di situ ya nak, semoga kuliahmu cepat selesai."
"Iya bi pasti, maaf sebelumnya aku gak bisa bicara banyak, masih ada banyak tugas yang harus aku selsaikan."
"Iya nak, tidak apa, iya kan Ratri?"
Ratri mengangguk dan tersenyum pucat.
Ya, hanya sepersekian menit Ratri bisa melihat Aleo dari layar hp itu. Tapi semua itu bisa menaikan moodnya hari ini. "Kak Leo, semoga kita bisa bertemu."
(bersambung...)
Merinding aku nulisnya :"D
VOTE DONG..
KAMU SEDANG MEMBACA
USIA 18 [END]
Teen FictionMaaf_bukan_cerita_porn🔞 Tuhan, jangan ambil nyawaku secepat ini, aku ingin mati suri saja. Dan saat ku terbangun dari mati suriku, semuanya baik-baik saja. Aku bisa sekolah dan lulus dengan nilai bagus, penyakitku sembuh total dan bisa kembali menc...