23| Haruskah Aku Mengalah?

681 37 3
                                    

"Uhuk!" Ratri terbatuk, kemudian ia melihat telapak tangannya yang tadi untuk menutupi batuknya ada darahnya.

"Ratri," panggil ibu yang sedang berjalan dengan membawa semangkuk bubur.

Ratri langsung mengambil tissue untuk membersihkan darah di telapak tangannya. Jangan sampai ibu tau.

"Ibu," ucap Ratri sembari tersenyum dengan bibir pucatnya.

"Hayuk makan malem dulu, makan yang banyak, sini ibu suapin."

Drrrtttt
Drrrrrrrttttt
Drrrrrrrrrrttttt

Mendengar hpnya berderding, ibu langsung beranjak, "sebentar ya sayang."

Ratri mengangguk.

"Hallo, maaf ini siapa ya," tanya bu Ratmi saat mendapati telephone tanpa nama itu.

"Hallo bu, ini Hanum," ya, ternyata yang menelphone adalah Hanum.

"Eh nak Hanum, senang sekali mendengar suaramu nak, ada perlu apa?"

"Hehe, bu, kak Ratri mana? Hanum kangen banget sama kak Ratri, boleh bicara sebentar?" ucapnya di telephone dengan nada yang riang.

"Tentu saja boleh, sebentar ya,
Nak, ini ada telephone dari Hanum."

Ratri meraih ponsel dengan senyum sumringah, "ha-llo."

"Kak Ratriiii.. Aaaa Hanum kangen banget sama kak Ratri, gimana keadaan kak Ratri??"

Ratri tersenyum, Hanum begitu gadis periang dan fun dengan siapa saja, pikirnya, padahal-

Mengingat ia tak bisa bicara banyak, Ratri hanya bisa menjawab dengan dua tiga patah kata, "ka-bar ba-ik."

"Bagus deh, kak Ratri ada yang mau Hanum bicarain," kini nada Hanum serius.

"I-ya?"

"Kak, Hanum gak tau sejak kapan perasaan ini muncul, tapi kalo di pendam terus menerus aku tidak enak, aku malu untuk mengungkapkannya pada kak Al-" Hanum menggantungkan kalimatnya.

Ratri diam, ia mendengarkan dengan baik apa perkataan Hanum.

"Kak, Hanum suka sama kak Alpi."

DEG!

Ia kaget apa yang di katakan Hanum barusan.

"Kak?"

"Um, i-ya, um ka-mu, b-leh suka kok s-ama Al-pi," ucap Ratri terbata-bata. Matanya memerah. Alisnya menurun.

"Serius kak??" tentu saja Hanum puas dengan jawaban Ratri.

"Um," ucap Ratri kembali dengan anggukan.

"Makasih kak! Besok Hanum bakal bilang sama kak Alpi! Sudah dulu ya kak, Hanum mau lanjut belajar, daaah."

Tuuuttttttt

Ibu yang sedari tadi memperhatikan Ratri, melihat heran. Raut yang bahagia tadi seketika terlihat muram, apalagi mata Ratri yang mulai berlinang.

"Ratri, sudah selesai telephonenya?"

Ratri mengangguk dan kembali tersenyum. Tapi senyumnya kali ini sangat terlihat tertekan. Seolah ada hal yang sangat menyakitinya.

"Kamu kenapa nak?"

Ratri hanya menggeleng dan tersenyum lagi.

"Ya sudah ayok lanjut makan, kalo ada apa-apa bilang ke ibu ya."


-o0o-



Di bilik kamar yang luas dengna dominan warna pink. Ya, Hanum sedang berdecak senang tak karuan. Berguling-guling tak jelas sambil memeluk boneka teddy bear yang besar itu.

"Kyaaa.. Mudah banget si! Bagus! Kak Ratri bilang sendiri kalo aku boleh sama kak Alpi! Ya iya lah, lagian kak Ratri pasti bentar lagi mat* kok, hum gak sabar besok bilang sama kak Alpi, kalo kak Ratri udah gak cinta lagi sama kak Alpi, hahahha buktinya dia mengiyakan apa yang aku bilang tadi," ucapnya dengan nada licik.

Kemudian ia beranjak dari ranjangnya, dan berjalan ke arah jendela bening dan luas yang menampakan lampu kota metropolitan. Kedua telapak tangannya menempel di kaca itu. Senyum di bibir ranumnya kini tak henti-henti ia tampakan.

"Hum, libur semester 4 akan tiba, dan kak Alpi sebentar lagi akan lulus dari SMA, ya ampun cepet banget si," katanya sendiri sambil mengusap-usap kaca jendela.

"Tapi, aku beruntung juga jadi pacar pura-puranya kak Alpi selama ini, karena aku jadi ketularan populer, bahkan banyak sekali yang ingin berteman denganku,"

"Semua ini karena kak Ratri, tapi aku sakit!! Kenapa aku harus menjadi pacar pura-puranya! Huft,"

Ia mengadahkan wajahnya ke atas, "tinggal satu bulan lagi."






(bersambung...)

Imbalan VOTEnya jgn lupa :*

USIA 18 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang