*
Romi datang ke gedung yang ia yakini Zahra berada disana. Orang-orangnya tidak tinggal diam. Mereka berpencar dan melancarkan taktiknya. Ada yang masuk dari belakang, samping dan depan.
Romi masuk bersama Irwan dan satu bodyguard kiriman ayahnya yang sangat sangar, lewat pintu depan.
Romi melacak setiap ruang yang ada disana. Setiap sudut ruang itu seperti tidak pernah tersentuh. Ia jadi ragu kalau istrinya berada disana.
Sudah banyak orang berkumpul di titik tengah. Satu pun dari mereka tidak ada yang menemukan keberadaan Zahra. Ia yakin kalau Zahra sudah di pindahkan.
"Kamu yakin ini lokasi ponselnya?" Tanya Romi pada orangnya.
"Saya yakin sekali."
"Ini ponsel siapa?" Tanya laki-laki sangar yang baru masuk dalam kerumunan itu.
Romi membolak-balikan telfon tadi. Tidak salah, ini milik istrinya. Ia mencoba menyalakan telfon Zahra alih-alih ada petunjuk disana.
Namun ponsel Zahra sudah mati total. Ia tidak dapat menghidupkan ponsel itu."Dimana ini kau temukan?" Tanya Romi sambil mengangkat hp Zahra.
"Arah barat tuan".
"Yang lain ke mobil. Saya Irwan dan Rendi akan menyusul. Pasang Indra kalian untuk mendapat petunjuk lainnya."
"Kita mau apa disini Rom? Bukannya makin cepat makin baik?" Tanya Irwan tergesa-gesa.
"Saya seperti yakin, Zahra meninggalkan sesuatu disini. Kita cari hal yang mungkin bisa jadi petunjuk."
Rendi itu orangnya cukup pintar. Jadilah Romi mengajak Rendi. Ia pasti akan menggunakan akalnya daripada seperti Irwan yang kalo dihadapkan dengan ini sama sepertinya yang panik.
Rendi itu kalem tapi pasti. Dan Romi yakin ia akan menemukan petunjuk disana. Karna memang istrinya itu memang cerdas dan berani.
***
Di tempat lain dengan waktu yang sama. Zahra baru saja mengerjapkan matanya lantaran obat bius tadi.
Kini dapat ia lihat sudah ada tiga orang yang sama sebelumnya disana. Dua pria mengerikan dan satu bidan yang tampaknya bukan bidan atau dokter kandungan seperti biasa.
Ini lebih ke psikopat kalo dilihat dari caranya memandang. Melihat wanita itu Zahra jadi teringat sesuatu. Ya, ia pernah menonton film horor 'rumah darah' bukan horor si, tapi lebih ke psikopat.
Bukannya takut Zahra lalu cekikikan dibuatnya. Yang melihat pun bingung, ada apa dengan wanita di depannya. Bukannya nangis dan merengek malah tertawa seperti itu.
"Puasin aja ketawa sebelum bos kita Dateng ke sini." Itulah sekiranya kata yang keluar dari mulut wanita jadi-jadian di depannya.
Lama, satu dari mereka pun tak ada yang membuka suara memulai pembicaraan. Hingga derap langkah yang rupanya dua pasang kaki membuat mereka tersadar.
Ya Tuhan, satu di antaranya Zahra mengenal, kenal dengan baik. Namun wanita di sebelahnya tidak begitu Zahra hafal, ia memakai masker dan menutup dirinya dengan topi dan rambut yang dibiarkan tergerai. Akankah ini adalah akhir dari penderitaan nya? Senyum lalu terbit di bibir Zahra, memandang orang tadi dengan lekat dan seksama, berharap ia mau menolongnya.
Namun rupanya salah. Laki-laki itu tetap diam di tempat. Ia mematung dan menatap Zahra dengan tatapan membunuh.
"Aji tolongin aku" pinta Zahra yang tidak digubris sama sekali.
"Ji, itu Lo kan? Lo aji yang gue kenal kan? Ji bantu aku keluar. Perutku sakit akibat tali ini"
Aji tersenyum kecut dan perlahan mendekat ke arah zahra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Pilihan (Selesai)
Ficção AdolescenteCara orang menyampaikan cintanya itu berbeda. Dan kamu tidak perlu menjadi sempurna untuk dicintai. Lalu, cinta dulu baru menikah? menikah dulu baru cinta? Atau bahkan tidak perlu mencintai? ***Masalah dalam hubungan, tidak di alami oleh siswa SMA...