Saya akan kasih peringatan 18+ untuk part ini karena ada bau kekerasannya. Jadi, silakan ditanggung sendiri risikonya.
Dan, saya lagi mood bikin cerita absurd.
***
Perasaan kosong mengisi hatinya.
Oikawa melempar seragam volinya yang basah oleh keringat ke seberang ruangan. Duduk meringkuk di karpet, bersandar pada sofa. Barang-barang yang tadinya ada di atas coffee table di hadapannya berserakan di lantai.
Wajah Oikawa tenggelam di lipatan lengannya. Rambutnya acak-acakan. Matanya sembab karena sudah menangis beberapa lama.
Pikirannya berantakan. Hatinya sakit, perasaannya terluka.
Oikawa pergi merantau meninggalkan tempat tinggalnya dan berhasil masuk ke universitas swasta terbaik yang ada di Jepang. Selain grade kampusnya, universitas ini juga terkenal karena tim bola volinya yang selalu menang di kejuaraan nasional. Oleh karena itu, Oikawa berambisi untuk masuk ke kampus ini untuk membuktikan bahwa kemampuan yang selama ini ia asah dapat mengalahkan orang-orang yang terlahir dengan bakat.
Namun, nyatanya kemampuan yang selama ini sudah ia asah dikalahkan oleh bakat teman-teman satu timnya. Ia mengira bahwa kemampuan yang ia miliki sudah cukup untuk membuat orang lain bekerjasama di bawah kendalinya. Keadaan yang ia hadapi 180° terbalik dari yang pernah ia harapkan.
Orang-orang yang menjadi timnya adalah orang-orang yang terlahir dengan bakat yang dipoles sampai sedemikian rupa. Meskipun awalnya masih banyak melakukan kesalahan karena belum merasa terbiasa, perlahan-lahan mereka terlatih untuk menyesuaikan gerakan dan tempo permainan tim. Oikawa di sana merasa menjadi orang asing yang tak banyak mengalami peningkatan sekeras apapun dia mencoba berlatih. Ia berusaha belajar dari video latihan dan pertandingan timnya yang ia rekam sendiri, namun masih juga belum merasakan kemajuannya.
Oikawa merasa bahwa dirinya adalah seorang atlet mentok. Permainannya banyak membuat kesalahan. Pertandingan yang diikutinya tak pernah membuahkan kemenangan. Ia sudah mencapai di ujung kemampuannya. Ia tak akan dapat maju ataupun berkembang lagi.
Orang-orang di sekitarnya menyebutnya atlet mentok. Dulu ia dibanggakan, kini ia ditinggalkan.
Kalau saja Oikawa masih memiliki Iwaizumi di sisinya yang mampu mendorong semangatnya, mengasah kemampuannya, dan mendengarkan gerutuannya. Nyatanya, kini ia tak memiliki siapapun di sampingnya.
Oikawa merasakan lelah di hatinya. Harga diri yang ia banggakan terdengar seperti bualan di telinganya. Ia mengusap wajahnya kasar. Menggaruk-garuk kepalanya sampai rambutnya kusut. Air matanya sudah kering. Tak ada kisah tragis yang lebih menyedihkan selain masa lalunya.
Ia bangkit berdiri. Merapikan kembali majalah olah raga ke atas coffee table. Ia membuka rak buku dan mengeluarkan isinya ke atas coffee table, mengumpulkan semuanya menjadi satu, lalu ia tinggalkan untuk membasuh dirinya yang terasa lengket oleh keringat.
---
Iwaizumi berkali-kali menghubungi nomor Oikawa yang tak kunjung tersambung. Salah satu teman Oikawa adalah kenalan Iwaizumi semasa sekolah. Selain akrab dengan Oikawa, Iwaizumi juga akrab dengan si teman ini. Tentang pertandingan hari ini pun Iwaizumi mendengarnya dari temannya ini.
Sejak Oikawa merantau, Iwaizumi tak pernah mendengar kabar apapun dari Oikawa. Ia cukup merasa khawatir karena Oikawa adalah seseorang yang tak akan melihatkan kekhawatiran yang dirasakannya dan akan memendamnya sendirian. Iwaizumi cemas kalau suatu hari emosi Oikawa meledak dan menyalahkan orang lain dalam timnya, lalu menghukum dirinya sendiri karena merasa makin bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haikyuu!! Fanfiction
Fanfiction"Karena berbagi (suami) itu indah"-optimuspride. I don't own chara. I don't own pictures. I don't own u. Haikyuu created by Papa/Mama (?) Haruichi Furudate tersayong || Story written in Bahasa Indonesia.