Ruangan itu terlihat lengah. Lampu-lampu utama sudah diredupkan, meninggalkan beberapa kubikel yang masih menyala. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan kurang lima. Tapi tidak ada tanda-tanda dua orang yang tersisa di ruangan itu akan mengakhiri kegiatannya.
"belom kelar juga lo, Ren?" perempuan berambut pendek sebahu dengan kacamata yang menukik di pangkal hidungnya itu merenggangkan tubuh sambil bertanya. Memperhatikan satu-satunya rekan kerjanya yang masih terjaga mengerjakan satu laporan analisa salah satu bimbingan belajar yang mempekerjakan jasa mereka.
"dikit lagi mbak. Tinggal 5 soal doang kok buat target hari ini."
"gak usah dipaksa banget, Renata. Kalo belum kelar ya selesaiin besok aja."
Yang dipanggil Renata hanya tersenyum seadanya. Gadis itu lalu menengguk sisa coklat panas yang telah mendingin di gelasnya. Ini adalah bulan ke duanya bekerja. Menjadi bagian dari tim R&D Alphabeta Academic Consultant yang bekerja sama dengan beberapa homeschooling dan bimbingan belajar se-Indonesia.
"hehehe... nanggung banget soalnya ini mbak."
"ya pokoknya jangan dibikin pusing aja sih. Kerjaan kita tuh banyak mikirnya. Tiap hari rasanya kayak balik SMA cuma buat ujian sekolah. Pas nge-review kan udah pusing, bagian bikin laporannya dibikin selo aja sih Ren."
"kerjaan Mbak Feby udah kelar?"
"final draft udah gue kirim. Tinggal nunggu konfirmasi sama final check sama tim media. Ada beberapa revisi sih, tapi minor banget. Masih bisa dikerjain besok."
"ini tuh project yang sampe ngehire freelance buat bantuin bang Iyus itu bukan sih mbak?"
"heum... udah hampir akhir bulan tapi si Iyus belom juga ngasih laporan apa-apa. Ya bukannya giman-gimana, gue paling males kalo pada ribut pas udah deadline aja."
Renata hanya mengangguk-anggukkan kepala. "balik sekarang mbak?"
"heum... I got a chance to have sweet dating with my hubby. Mumpung anak gue lagi di rumah neneknya, mami sama papinya mau pacaran dulu."
"hahaha salam buat Mario ya mbak. Bilangin jangan ngegemisin kalo gak mau dicubit tante Rere."
"ada-ada aja lo, Ren. yang ada malah tambah takut anak gue sama lo." Ujar Feby sudah hampir melenggang pergi. "oh ya, jangan pulang kemaleman ya Ren. Kasihan Mas Khalid nungguin."
"Ha?" Rere hanya mengernyit tidak mengerti. Mas Khalid?
Mas-mas divisi Human Resource itu? Yang sering diomongin sama anak-anak timnya itu? Yang kalo masuk ruangannya sering bikin Kanina atau yang lainnya kayak uler keket itu? Lah ngapain orang HR repot-repot nungguin dia?
"ck, mas Khalid tuh kerjaannya nungguin kerjaan karyawan sini. Dia paling anti pulang sebelum seluruh karyawan perempuan pergi. Jadi jangan bikin dia ikutan begadang nungguin lo doang ya."
"oh... oke. Happy Thursday night mamanya Mario."
___
Pukul sepuluh tepat Renata berhasil mengakhiri pekerjaannya. Gadis itu menggerakkan badannya menghilangkan rasa pegal di leher serta pinggangnya. 10 jam lebih berkutat dengan soal-soal ujian anak SMA tentu saja bukan hal menyenangkan yang dapat membuatnya bahagia. Tapi setidaknya pekerjaannya ini jauh lebih menghasilkan uang dari pekerjaan sebelumnya. Oh ayolah sejak kapan menjadi guru honorer itu menyenangkan? Bukannya dia tidak punya hati nurani, tapi ayolah, this is 2020 and stop being naive.
"baru pulang mbak?" tegur suara baritone di balik punggungnya. Gadis itu menoleh, mendapati laki-laki jakung berkulit pucat dengan setelan kemeja biru langit yang tak serapi biasanya. Jaket hitamnya telah tersampir di lengan kirinya, sedang tangan satunya menggenggam ponsel pintar yang baru saja ia masukkan ke saku celana.
"mas Khalid." Sapanya balik. "iya mas. Lembur juga ya mas?"
Renata membatin, jenis pekerjaan apakah yang dilakukan bagian Human Resource hingga membuat laki-laki ini harus bekerja hingga selarut ini. Toh tidak ada projek baru yang mengharuskannya menghire pegawai atau freelance baru. Toh besok bukan akhir bulan dimana waktu itu adalah waktu sibuk-sibuknya bagian HR merekap dan mengevaluasi kerja karyawannya. Apa laki-laki ini benar-benar tidak memiliki kehidupan lain di luar AAC?
"Dia paling anti pulang sebelum seluruh karyawan perempuan pergi." suara Feby sebelum pulang tadi mendadak terngiang di telinga Renata. Membuat gadis itu menggulung lidah merasa tidak enak karenanya.
"mbak Renata naik apa?"
"oh... saya ngegrab mas." Jawab Renata membuat laki-laki berambut hitam cepak itu menolehkan kepala. Hanya sebentar, mata tajamnya kembali memicing memperhatikan langit Jakarta dan Renata bergantian. Gadis berambut panjang itu tidak tahu jenis tatapan apa itu. Yang jelas laki-laki itu memiliki pandangan mata tajam penuh perhitungan.
Ada hal menarik di wajah laki-laki itu jika diperhatikan dari ketinggian tubuh Renata saat ini. Ada sebuah tahi lalat kecil di dekat rahang hampir menyentuh telinga kirinya. Dan juga kumis tipis di sudut bibir merahnya yang belum sempat dibersihkan. Renata berani bertaruh, nikotin tidak pernah menyentuh bibir laki-laki jakung itu.
Seingat Renata, bagian HR adalah divisi paling rapi dan rajin di perusahaannya. Mereka harus terlihat professional dan prima serta membawa citra baik perusahaannya. Namun malam ini, melihat pria beraura tak tersentuh ini membuat Renata mengerti bahwa mereka juga manusia yang dapat menampakkan sisi lelahnya. Tapi ganteng juga sih. Gadis ini membantin.
"is that safe?"
"ha?" ulang Renata menarik kembali kesadarannya. "kenapa mas?"
"itu ojeknya mbak Renata bukan?"
"oh iya. Udah sampai ternyata. Saya duluan mas. Permisi." Pamit Renata yang hanya dibalas dengan anggukan singkat sebelum menghampiri abang ojol yang telah menantinya di depan gerbang gedungnya.
"Renata..." seru suara dibalik punggungnya, membuat gadis itu mau tak mau menghentikan pergerakannya dan menaruh perhatian penuh pada laki-laki di seberang sana.
"lain kali jangan naik kendaraan umum kalau terpaksa harus lembur."
Oh... oke.
____
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperceptible Boundary [COMPLETED]
Fanfiction"Mas Abrian... aku suka kamu." Ujar gadis itu tiba-tiba, tepat di pinggir lapangan sekolah saat tak ada siapapun di sana. Tepat sebelum Brian melanjutkan langkah menuju hall utama untuk pertunjukan bandnya. Gadis itu terlihat sangat biasa, tanpa ro...