18. Abrian and his Guitar

1.7K 291 53
                                    

Renata diam sebentar memandangi gedung tinggi di hadapannya. Masih merasa tidak nyaman jika harus masuk ke dalam. Terakhir kali ia kemari adalah dua bulan yang lalu, sekaligus menjadi kali pertama Renata bertemu teman-teman abangnya. Setelahnya ia selalu menolak jika abangnya memintanya kembali datang. Namun siang tadi Kevin meminta diantarkan beberapa potong pakaian. Meskipun sebal, pada akhirnya Renata hanya menuruti.

Kali ini bukan karena harus mendatangi gedung ini. Tapi lebih karena merasa kasihan melihat Kevin harus pontang panting kesana kemari setelah malam sebelumnya laki-laki itu harus mengantar maminya keluar kota. Laki-laki itu bahkan hanya sempat membantu maminya menurunkan barang-barangnya saja. Setelah itu tanpa harus bersusah payah meletakkan pantatnya, Kevin sudah kembali meluncur ke studionya.

"eh... Mbak Rere ya?" sapa suara bass menghampirinya. Laki-laki itu terlihat lebih muda darinya dengan sekotak susu UHT di tangan kirinya dan beberapa camilan ringan di tangan kanannya. Di belakangnya telah berdiri laki-laki batak berwajah kotak dengan topi bisbol di kepalanya.

"Renata kan? Adek sepupunya Bang Kevin?" laki-laki bertopi merah itu sedikit menelengkan kepala memperhatikan Renata.

"weh... ini Daniel, Mbak. Adiknya Mas Kevin sing paling lucu." Ujarnya lagi menerbitkan senyuman ramah yang dapat membuat siapa saja gemas karena ulahnya.

"gue Ajun. Kalo-kalo lo lupa sama gue." Renata hanya menarik senyum tidak enaknya mendengar Ajun dengan santai menyindirnya. Tentu bukan sebuah sindiran yang dimaksudkan bagaimana atau bagaimana. Lebih seperti mengingatkan Renata untuk tidak terlalu berjarak atau takut kepadanya.

"oh... hai..."

"Mau ketemu Bang Kevin ya? Anaknya lagi keluar bentar tadi Ren." Lapor Ajun mendorong pintu studio dengan sebelah lengannya. Mengisyaratkan Renata untuk mengikuti mereka.

"gue cuma disuruh nganter beberapa potong baju ganti Bang Kevin doang kok. Bisa gue titipin kalian aja gak?"

"weh... gak sayang po Mbak ke sini cuma nganterin baju doang? Tunggu di atas aja yuk Mbak. Bang Kevin paling lak ndak lama." Ujar Daniel tahu-tahu sudah menyeret Renata dari tempatnya, sedikit memaksa gadis itu mengikutinya.

"tapi..."

"ke atas aja Ren. Bang Kevin bentar lagi paling juga udah balik."

"ah aku tahu. Mbak Rere pasti masih takut sama Bang Ian yo?" tebak Daniel sok tahu. Ian? Ian Abrian? Abrian yang mesum itu?

Oh Renata bahkan lupa kalau mantan kakak kelasnya itu adalah teman ngeband Kevin juga.

"tenang wae Mbak. nanti kalo Bang Ian macem-macem masih ada aku. Nanti pasti tak laporke Bang Kevin. Biar mampus dia dijotos Bang Kevin." Renata hanya tersenyum sebagai jawaban. Laki-laki ini sangat menggemaskan. Darimana sih abangnya ini mendapatkan anak di bawah umur untuk dipekerjakan.

"kenapa harus lapor Bang Kevin? Kenapa gak lo aja yang nonjok Bang Ian?"

"yo rak wani no... wong awake Bang Ian segede gaban ngono. Aku lak wes makno kalah." Renata meledakkan tawa, tidak sanggup mengatasi wajah menggemaskan Daniel yang terlihat serius memajukan bibirnya.

"weh Mbak Rere iso guyu juga to. Tak kiro ki cuman iso mbesengut i..."

"mbesengut apaan, Dan?"

"cemberut." Jawab Renata menyudahi tawanya.

"loh... Mbak Rere iki iso ngomong boso jowo juga to? Belajar dimana e Mbak?"

"I'm a Javanese afterall. Tapi kelamaan tinggal di Jakarta kayaknya udah aneh banget kalo ngomong bahasa jawa."

"loh iya to? Kok Bang Kevin rak iso blas ngomong jowo to? Padahal dee ki lak yo wong jowo to?"

Imperceptible Boundary [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang