29. A Cup of Coffee

1.5K 266 77
                                    

Bagi keluarga Salim, etika adalah segalanya, sudah tertanam sejak dini bahwa tutur kata dan perbuatan adalah cerminan kepribadian mereka. Sejak kecil Renata sudah dididik keras untuk bersikap. Bagaimana menghormati orang tua dan menyayangi yang lebih muda.

"ajining dhiri ana ing lathi, ajining raga saka busana." itu adalah ujaran mamanya saat menyisiri rambut panjang Renata di suatu hari.

Keluarga Salim percaya, sepenting apa menjaga kesopanan baik dalam ucapan ataupun penampilan. Bagaimana ucapan –lathi–,dan penampilan –busana–kita adalah sebuah cerminan. Apakah kita pantas untuk dihargai atau justru dicaci. Terutama bagi perempuan.

Sudah bukan menjadi bahasan baru bahwa mahluk lembut yang tercipta dari tulang rusuk Adam ini akan selalu menjadi objek penilaian. Perempuan dengan perangai santun dan penampilan sopan akan selalu dihargai. Dan mereka yang tidak baik dalam menjaga diri akan lebih mudah untuk dilempari ujaran benci.

Renata dapat mengingat dengan jelas umpatan pertamanya. Saat itu ia masih berusia lima, masih terlalu dini untuk mengerti perkataan orang dewasa. Saat itu ia tidak tahu apa arti kata "asu". Yang ia tahu, itu hanya nama salah satu hewan dalam bahasa Jawa yang tidak sengaja ia dengar saat perjalanan pulang ke rumah. Entah apa yang mendorongnya, saat kesal gadis kecil itu pernah mengucapkan kalimat terlarang tepat di hadapan ayah dan ibunya, yang membuatnya harus menerima satu pukulan di mulut sebagai hukuman sudah pernah mengumpat di hadapan orang tua.

Sejak saat itu Renata benar-benar menjaga perkataannya. Tidak berani sama sekali mengatakan kalimat-kalimat umpatan yang dapat menurunkan nilai kepribadiannya. Butuh waktu begitu lama, hingga gadis itu dapat sedikit longgar mendengar orang-orang mengumpat di sekitarnya. Menghadapi Joana semisal.

"don't bring your dirty joke here. You may talk many dirty things with you friends but not with me." Ujar gadis itu di suatu hari. Saat terlalu jengah menghadapi candaan temannya yang sedikit banyak mengarah ke sesuatu yang dapat merendahkannya.

"it may sound simple and I guess you will think that I do overthinking. Tapi aku paling gak suka kalo ada orang yang mandang aku murahan bahkan mikir aku ini cewek gampangan karena aku gak pernah kelihatan keberatan. It's okay if you think that I'm conservative and super boring. I'm totally okay with that. As long as being conservative could rescue me from the sexual-assault-things."

Renata benar-benar memegang teguh prinsip keluarganya. Meskipun sering kali menunjukkan gelagat tidak ramah, namun itu semua adalah cara gadis ini melindungi dirinya. Ia sangat berhati-hati dalam setiap tindakan yang diambilnya. Akankah perbuatannya dapat menurunkan nilai kesantunannya, apakah sikapnya cukup sopan pada orang tua, bagaimanakah orang memandangnya. Dan begitulah alam bawah sadarnya mengendalikan sebagian besar tindakannya.

Ia benci dipandang rendah dan tidak suka digurui. Karena yang Renata percayai, hal-hal yang dilakukannya saat ini adalah keputusan terbaiknya dalam bersikap. Tidak menjadi sesuatu yang mengejutkan jika gadis itu akhirnya sangat berhati-hati.

Dan apa yang Brian lakukan beberapa hari lalu jelas adalah sebuah kesalahan fatal yang membuatnya marah besar. Siapa memang si brengsek itu hingga berani menilai tindak tanduknya? Siapa dia hingga berani menyebutnya kekanakan dan tidak sopan? Semakin Renata memikirkannya, perasaan jengkel itu semakin jelas menyakitinya. Terutama tatapan kecewa yang laki-laki itu lemparkan kepadanya.

Astaga.

Renata menghela. Menyesap segelas kopi hitam di tangannya. Sambil memandang hamparan luas gedung-gedung tinggi yang terpapar dari rooftop tinggi di gedung kantornya.

Imperceptible Boundary [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang