Rumitnya Menyusun Ribuan Keping Puzzle Hadits Shalat
Mon 13 April 2020 | Hadits > Penerapan hadits
Pertanyaan :
Kenapa ada perbedaan bentuk shalat di tengah umat Islam, padahal sumber rujukannya hanya satu yaitu praktek shalat Nabi Muhammad SAW?
Jawaban :
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Satu hal yang penting untuk kita ketahui bahwa tidak ada satu pun hadits yang menjelaskan bagaimana tata cara shalat Nabi SAW yang lengkap dari A sampai Z.
Yang ada bahwa hadits-hadits nabawi terkait shalat itu jumlahnya ribuan. Namun tidak banyak yang tahu bahwa hadits-hadits itu sebenarnya merupakan keping-keping puzzle yang harus disusun sedemikian rupa agar membentuk suatu gambar utuh.
Kenyataan ini memaksa kita untuk melakukan perakitan atas ribuan hadits tentang shalat menjadi satu bangunan shalat yang utuh. Bagaimana menyusun ribuan keping puzzle menjadi satu. Itu fakta yang tidak bisa dipungkiri dan tidak boleh ditutup-tutupi.
Maka jangan ada orang yang merasa paling mengerti tata cara shalat nabi, lalu dengan jumawa menyalah-nyalahkan tiap orang yang tidak sependapat dengan dirinya. Padahal dia pun sebenarnya merakit juga, lewat logika dan perasaan dia sendiri.
Karena pada dasarnya tidak ada satu pun hadits tentang shalat nabi yang utuh dan lengkap, semua ketentuan ibadah shalat kita ini hasil rakitan, hasil penyusunan ribuan keping puzzle. Dan pastinya perakitan dan penyusunan itu adalah ijtihad, bukan ittiba'.
Tentu saja ijtihad sangat diperlukan dalam menyusun ribuan keping puzzle dan merakit hadits-hadits shalat. Dan tingkat kerumiannya sangat tinggi. Ada begitu banyak tantangan yang harus bisa dijawab. Sekian banyak tantangan itu kalau saya deretkan diantaranya sebagai berikut :
1. Kekuatan Periwayatan
Kekuatan periwayatan tiap hadits itu dinilai oleh masing-masing ulama dengan kadar yang berbeda-beda. Satu keping hadits bisa saja punya beberapa penilaian dari tiap ahli hadits.
Seringkali terjadi satu hadits dibilang shahih oleh seorang ahli hadits, namun pada saat yang bersamaan, ulama ahli hadits yang lain bilang hanya hasan.
Dan sangat mungkin ulama yang lain lagi malah sama sekali tidak komen apapun. Kenapa? Oh, rupanya dia tidak menemukan hadits itu.
2. Faktor Penyempurnaan Syariat
Kadang ada fenomena penyempurnaan ketentuan hukum syariah, dan ini juga berlaku pada ketentuan shalat.
Dulu awalnya shalat itu masih boleh bicara, belum menghadap ke ka'bah, juga belum ditetapkan lima waktu, bahkan juga belum ditetapkan jumlah rakaatnya yang sehari semalam 17 rakaat.
Lalu kemudian semua mengalami serangkaian penyempurnaan selama 23 tahun. Kalau dibagi lagi, ada fase Mekkah 13 tahun dan fase Madinah 10 tahun.
Di masing-masing fase itu ada begitu banyak hadits terkait shalat, yang seringkali satu dengan yang lain saling meniadakan alias menjadi nasikh atas mansukhnya.
Semua ini butuh kepiawaian tersendiri untuk menyusunnya, tidak asal main pasang seenaknya. Ada ilmunya dan ada teorinya.
3. Faktor Variasi Dari Nabi SAW
Seringkali kita menemukan ada sejumah hadits yang saling bertentangan satu dengan yang lain, terkait ibadah shalat. Padahal sama-sama shahihnya dan tidak ada tanda-tanda yang satu menasakh yang lain.
Kalau sudah begitu, biasanya para ulama menerima saja tanpa menentangnya. Logikanya, barangkali memang Nabi SAW sengaja membuat semacam variasi yang berbeda dalam gerakan dan bacaan shalat.
Mirip seperti perbedaan dalam qiraat Al-Quran yang memang sejak dari Jibril alaihissalam menurunkannya sudah berbeda-beda hingga 7 harf.
Kadang banyak orang yang tidak sampai kesini cara berpikirnya. Lalu dengan santainya main tuduh salah kepada orang lain. Padahal yang dituduh salah itu ahli hadits juga.
4. Menentukan Status Hukum
Ini tahapan yang paling rumit, yaitu bagaimana standarisasi dan metodologi dalam menentukan status hukum tiap sparepart dari ibadah shalat yang terdapat di dalam hadits nabi.
Sebenarnya dari Nabi SAW tidak ada penjelasan apakah itu masuknya ke dalam syarat sah, atau syarat wajib, atau masuk ke dalam rukun, sunnah, atau yang membatalkan shalat.
Oleh para ulama kemudian dikenali secara mendalam lewat pengamatan panjang serta membandingkannya dengan model-model kasus ibadah shalat.
Setelah itu nanti ketahuan mana bagian-bagian pokok yang harus ada, dan mana yang baigan yang sifatnya asesori utama, asesori tambahan dan asosore pelengkap.
Kayak gitu itu ada ilmunya, ada teorinya dan pakai logika rumit. Tidak ngasal dan main pasang-pasang seenaknya.
Setelah masing-masingnya ketahuanpunya status hukum, barulah kemudian dipasang dan dirakit dengan sangat presisi.
Ibarat pabrik perakitan sepeda motor, ada blok mesin, ada rangka, ada sistem kelistrikan, ada roda, rem, shockabshorber (sokbleker), spion, sadel, dan seterusnya.
* * *
Sayangnya banyak sekali kalangan yang kurang ilmu, merasa cukup hanya baca-baca haditsnya, lalu main pasang-pasang seenaknya. Akibatnya yang terbentuk bukan motor, tapi tetap masih serpihan sparepart yang berantakan.
Sudah nggak bisa, eh malah mulutnya monyong-moyong memaki-maki pabrik perakitan motor betulan sambil mengoblok-goblokkan. Padahal satu pun sepeda motor tidak bisa dirakitnya. Kalau pun ada, bentuknya aneh dan yang pasti mesinnya tidak bisa distater. Payah sekali.
Padahal pabrik motor yang asli dan betulan justru tidak pernah memaki-maki sesama pabrik kompetitor. Justru mereka tiap hari mempelajari apa yang dilakukan oleh kompetitornya, tapi bukan untuk menjelek-jelekkan, melainkan untuk berlomba saling menyempurnakan.
Wallahu a'lam bishsshawab. Wasalam
Ahmad Sarwat, Lc.,MA
🌼🌼🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
مختصر لمادة؛ علوم الحديث | Ringkasan Pembahasan Ilmu Hadist ✓
Espiritualبِسْــــــــــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم الحمدلله وكفى، وسلام على عباده الذين اصطفى. وبعد... Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Salawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw. Untuk memudahkan mempelajari Sebuah Hadist, maka ditunt...