Apakah Kita Melaksanakan Hadits Shahih Saja?
Thu 10 August 2006 | Hadits > Status Hadits
Pertanyaan :
Assalamu'alaikum Bapak Ahmad Sarwat, rahmatullah wabarakalluh'alaika.
Saya mau bertanya tentang tingkatan hadits sebagai sumber hukum Islam, apakah kita hanya melaksanakan hadits yang derajatnya paling shoheh dengan meninggalkan yang lebih rendah sama sekali. Yang kedua apakah hadits di luar riwayat Bukhori dan Muslim kurang (tidak ) shoheh?
Terima kasih jika bapak berkenan untuk menjawabnya.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ketika ada beberapa dalil hadits yang berbicara pada tema yang sama namun isinya saling berbeda, maka ada beberapa cara yang bisa diterapkan, antara lain:
1. Thariqatul Jam'i, yaitu menggabungkan keduanya sesuai dengan esensi masing-masing dalil.
2. Nasikh mansukh, yaitu melihat ke masa disampaikannya masing-masing dalil, di mana yang datang belakangan lebih kuat dari yang datang lebih dahulu.
3. Al-'aam wal khash, yaitu mendahulukan hadits yang lebih erat kaitannya dengan suatu masalah (lebih khusus) dari pada hadits yang bersifat umum.
4. Ar-riwayah, yaitu melihat riwayat untuk menilai derajat keshahihan masing-masing hadits itu. Namun penilaian derajat keshahihan suatu hadits bisa saja berbeda antara satu ulama dengan ulama lainnya.
Khusus masalah yang keempat ini bisa kita perjelas dengan keterangan berikut ini:
Hadits berbeda dengan Al-Quran yang sudah pasti shahih 100% dan diriwayatkan secara mutawatir (oleh banyak orang) dalam setiap level (thabaqat)-nya. Sedangkan hadits, sebagiannya mutawatir dan selebihnya tidak (hadits ahad). Tapi baik yang mutawatir maupun yang ahad, bisa saja sama-sama shahih. Karena keshahihan suatu hadits tidak semata-mata ditentukan oleh jumlah periwayat, melainkan oleh kualitas periwayatnya itu sendiri.
Bisa saja suatu hadits hanya diriwayatkan oleh satu orang saja pada satu thabaqat, tapi kualitasnya shahih.
Tetapi penting juga untuk dipahami bahwa status keshahihan suatu hadits punya standar yang variatif. Seorang ahli hadits (muhaddits) bisa saja punya standar yang berbeda dengan ahli hadits lainnya. Misalnya, Al-Bukhari seringkali berbeda dalam penetapan keshahihan suatu hadits dengan Imam Muslim. Terkadang mereka sepakat menshahihkan suatu hadits, tapi seringkali mereka berbeda pendapat.
Ada banyak hadits yang dianggap shahih oleh Al-Bukhari tapi Imam Muslim mengatakannya tidak shahih. Sebaliknya, banyak juga yang dishahihkan oleh Imam Muslim tapi Al-Bukhari tidak menshahihkannya. Kalau kebetulan keduanya sepakat, dinamakan hadits muttafaqun 'alihi.
Di luar kedua imam ahli hadits itu, ternyata masih banyak lagi ahli hadits yang punya otoritas dan kapabilitas untuk menyatakan suatu hadits itu shahih.
Hadits shahih selain yang dishahihkan oleh kedua imam itu termasuk bahan baku berkualitas tinggi yang tidak bisa dianggap enteng. Apalagi bila kedua imam itu tidak mencantumkannya di dalam kedua kitab mereka. Seperti yang dilakukan oleh Al-Hakim, di mana beliau 'seolah' meneruskan apa yang telah dirintis oleh Al-Bukhari, lantaran beliau menggunakan metodologi kritik hadits yang digunakan Al-Bukhari dalam menshahihkan hadits yang oleh Al-Bukhari belum dilakukan. Kitab beliau bernama Al-Mustadrak, yaitu kitab hadits shahih sesuai syarat dari Bukhari.
Selain Al-Bukhari, Muslim, Al-Hakim, masih banyak kitab hadits lain yang juga mengandung banyak hadits shahih. Yang paling masyhur adalah kutubus-sittah (enam kitab).
KAMU SEDANG MEMBACA
مختصر لمادة؛ علوم الحديث | Ringkasan Pembahasan Ilmu Hadist ✓
Espiritualبِسْــــــــــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم الحمدلله وكفى، وسلام على عباده الذين اصطفى. وبعد... Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Salawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw. Untuk memudahkan mempelajari Sebuah Hadist, maka ditunt...