"Aku nggak mau kehilangan kamu Ra." Katanya sukses bikin jantungku menggila.
Jantung tenanglah, bisikku dalam hati.
Aku tiba-tiba udah duduk dengan posisi yang sama kayak Mas Resi. Aku mematung sambil menatapnya lekat.
Dia bilang apa barusan? Nggak mau kehilangan aku? Aku lagi nggak mimpi kan? Aku masih mencerna perkataan Mas Resi.
Dia juga bilang apa tadi? Cinta? Cinta sama aku? Ini beneran kan? Jantungku semakin menggila. Aku ngga tau harus gimana sekarang. Sampai-sampai aku tersadar kalau tangan Mas Resi udah ngelambai tepat di depan mukaku.
"Ra?" Panggilnya.
"Kamu melamun?" Tanyanya memastikan.
"Eenggak." Jawabku gugup setengah mati.
Tuhan, selamatkan aku dari situasi ini, bisikku dalam hati.
Nggak lama kemudian, aku mendengar suara mangkok berdenting. Ah, rupanya udah datang si abang bakso.
Terima kasih Tuhan, batinku.
Aku nggak bisa njawab pertanyaannya Mas Resi, jadi aku mengalihkan topik pembicaraannya.
"Ayo, katanya mau beli bakso?" Ajakku sambil menyeret lengan jaketnya.
Jarak abang baksonya sekitar lima puluh dari tempat kami tadi. Aku berjalan sambil menyeret lengannya.
"Pelan-pelan Ra." Katanya
Bukan malah pelan, tapi aku makin kenceng nyeretnya.
"Biar cepet nyampai Mas." Jawabku asal.
"Atau kamu mau modus nya?" Godanya.
Seketika aku berhenti, Mas Resi juga ikutan berhenti.
"Nggak usah ngawur ya Mas!"
Aku melepaskan tanganku dari lengannya lalu berjalan meninggalkannya. Aku sebenarnya nggak tahu apa yang terjadi dengan diriku saat ini. Semuanya gara-gara Mas Resi pokoknya!
Tiba-tiba dia udah berjalan sejajar denganku.
"Baksonya mau makan disini atau dibawa pulang?" Tanyanya random.
"Enaknya gimana Mas?" Jawabku seakan nggak ada yang terjadi.
"Aku ngikut kamu aja."
"Ya udah. Makan sini aja ya."
"Boleh."
Akhirnya, kami sampai ke tempat abang bakso.
Aku duduk di belakang penjual bakso, sedangkan Mas Resi memesan baksonya.
"Pak, bakso dua mangkok ya."
"Yang satu nggak pakai, mie ya Pak." Imbuhku.
"Ya Mbak." Jawab si abang bakso.
"Kamu mau minum apa Ra?"
"Jeruk anget aja."
"Sama, jeruk anget dua ya Pak."
"Ya Mas."
Setelah itu, Mas Resi duduk disebelahkh. Suasana berubah jadi hening. Hanya terdengar suara kuah bakso yang mendidih.
"Pengantin baru ya ini?" Tanya abang bakso tiba-tiba.
Aku sama Mas Resi cuma saling tatap. Nggak nyangka kalau abang baksonya punya pertanyaan macam itu.
"Bukan Pak." Jawabku segera.
"Oh, pacaran ya?" Tanya abang bakso lagi.
"Kami cuma temen Pak." Jawabku sekenanya.
"Tapi kalian cocok kok Mas, Mbak."
Kali ini aku bener-bener nggak bisa njawab. Jantung semakin tak berirama.
"Masih jadi temen Pak, belum serius." Jawab Mas Resi tiba-tiba.
"Ya kalau jodoh nggak kemana kok Mas." Timpal abang bakso sambil meniriskan bakso ke mangkok.
Ya Tuhan, apa lagi ini?
Mas Resi kenapa si tiba-tiba jadi aneh? Batinku.
Refleks aku mencubit lengan Mas Resi.
"Aw!" Pekiknya.
Aku hanya melototi Mas Resi. Nggak bisa ngomong apapun.
Sepertinya cuaca memang nggak mendukung kami untuk jajan di pinggir jalan. Gerimis datang tanpa diundang.
"Yaudah Pak, jadinya dibungkus aja bakso sama jeruk angetnya."
"Ya Mas. Saya biasanya bawa tenda. Kok saya malah hari ini nggak bawa." Kata abang bakso itu.
"Nggak apa-apa Pak."
"Jadinya berapa Pak?"
"Dua puluh ribu Mas."
Mas Resi membayarnya dengan uang pas. Aku segera beranjak dari kursi ini.
"Makasih Pak."
"Sama-sama Mas."
Setelah itu, kami berjalan kembali ke rumah kami. Awalnya gerimisnya tipis-tipis. Tapi, lama kelamaan, gerimisnya jadi besar-besar.
Aku menutupi kepalaku dengan kedua tanganku. Aku dan Mas Resi berjalan lebih cepat dari tadi.
"Mas, uangnya nanti aku ganti pas sampai di rumah ya." Kataku sambil mengelap air yang mulai deras menetes.
"Nggak usah. Anggep aja ini traktiran dari aku, karena kamu udah mau jadi temen curhatku."
"Bener ini?" Tanyaku serius.
"Iya dong." Jawabnya.
Tiba-tiba Mas Resi berhenti. Aku spontan ikutan berhenti.
"Ada apa?" Tanyaku disaat gerimis mulai berganti menjadi hujan.
Tanpa menjawab, Mas Resi tiba-tiba melepas jaketnya dan memayungkannya untuk kami.
"Pakai ini, biar kamu nggak kebasahaan. Gerimisnya makin deres." Katanya.
Aku malah diam sambil natap Mas Resi.
"Kenapa? Kok gitu ngelihatin akunya?"
Aku cuma bisa geleng-geleng kepala.
"Ya udah, ayo jalan. Sebelum tambah deres lagi."
Aku jalan sesuai perintah Mas Resi. Aku nggak tau, kenapa rasanya jadi nggak karuan. Karena jaketnya nggak lebar-lebar banget, bahu kiriku jadi kebasahan.
Tiba-tiba, Mas Resi merangkul bahuku yang sukses bikin jantungku tak berirama lagi.
"Biar nggak basah-basah banget Ra." Katanya tanpa menoleh kearahku.
Apa ini sisi lain dari Mas Resi yang nggak aku tahu?
Seromatis ini?
Plis, siapapun jangan ambil dia. Sisakan dia buat aku. Bisikku dalam hati
*
*
*
Fyi, tadi pas aku baca ulang rasanya geli gitu baca tulisan sendiri😂😂
Ini aku lagi bucin siapa sampai kayak gini😭😭😭😂
Tau ah😂
Btw, selamat membaca
Jangan lupa votee yaaa
Mau kasih komen jugaa bolehh bangettt👍
Selamat menikmati sore yang indah inii
Love you All💖
Moon maap kalau ada typo😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirius
JugendliteraturCover by @ranita_kd Tentang segala rasa yang pernah ada. Aku tahu rasa itu juga ada di kamu. Karena aku bisa merasakannya lewat cahaya yang bersinar dari dalam dirimu. Dan hanya aku yang tahu tentang itu. Kamu bersinar saat yang lain redup. Satu hal...