Sembilan

1K 65 1
                                    

"Ini adalah ruanganmu, dan ruanganku ada persis di sebelah ruangan ini" Tutur Jimin menunjukan ruangan yang berbalur nuansa biru laut itu.

Narin mengamati sekitarnya, ia akui ia sangat takjub oleh perusahaan itu. Ruangan yang akan menjadi tempat kerja nya memang sangat indah dan nyaman.

"Dan ini adalah telfon kantor, jika kau memerlukan bantuanku kau bisa menghubungi lewat telfon ini dengan menekan nomor 5124, itu adalah nomor telfon kantorku"

"Hm mungkin lebih baik saya datang ke ruangan Tuan saja jika saya memerlukan bantuan, saya merasa tidak sopan jika harus melewati telfon"

Jimin tersenyum.

"Jangan terlalu formal denganku, aku bukan Taehyung. Aku hanya ingin karyawanku merasa nyaman bekerja denganku. Dan ya, jika kau mungkin tidak ingin menggunakan telfon kantor bisakah aku memiliki nomor handphone mu?" Tanya Jimin dengan menyodorkan ponselnya ke Narin.

"Ah i..iya baiklah" Narin mengetikan sebuah nomor pada ponsel Jimin.

"Kau bisa menghubungiku tentang pekerjaan atau bahkan hal pribadi"

"Hal pribadi?" Narin mengulang perkataan Jimin.

"Iya, mulai sekarang jangan liat aku sebagai boss mu, tapi liatlah aku sebagai temanmu. Bagaimana?"

Narin mengusap tengkuknya yang tidak gatal. Ia masih merasa dirinya dan Jimin memiliki status sosial yang sangat jauh, ia merasa tidak pantas jika boss tempat ia bekerja telah memintanya untuk menjadi temannya.

"Aku tidak ingin ada canggung diantara kita" ucap Jimin lagi, kali ini sambil memegang kedua bahu Narin.

"T...tapi Tuan saya dan anda sangat.."

"Aku tidak suka jika kau membawa-bawa status sosial dalam pertemanan" Perkataan Jimin memotong ucapan Narin.

Narin hanya tersenyum, kali ini senyumnya terlihat tulus. Senyum yang tidak pernah ia perlihatkan kepada Taehyung, suaminya sendiri.

"Kalau begitu aku akan mengajarkanmu apa saja yang akan kau kerjakan nanti"

Narin mengangguk mengikuti kemana arah Jimin pergi. Sungguh, Jimin dan Taehyung bagaikan langit dan bumi, mereka benar-benar memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Ah andai Taehyung memiliki sifat seperti Jimin pastilah ia tidak akan menyesal telah menjalani pernikahan bodoh itu.

*****

Ketegangan nampak terlihat di ruangan yang cukup luas itu. AC yang semula tidak terlalu dingin, kini dapat dirasakan dinginnya menembus tulang oleh siapapun yang berada didalam ruangan tersebut.

"Kenapa kau mengatakan hal itu Pak Jiseo?" Tuan Cho terlihat sedikit tidak senang.

"Saya hanya mengatakan apa yang saya inginkan Tuan, dan saya tidak mengerti mengapa Tuan memilih gadis yang bahkan dia tidak memiliki keistimewaan apapun itu"

"Sudah cukup! Apa maksudmu putrimu Bae Irene lebih pantas bersanding dengan putraku Taehyung?"

"Mungkin bisa dibilang begitu Tuan, apa Tuan tidak melihatnya? Mereka sebenarnya saling mencintai"

Tuan Cho menyipitkan matanya.

"Apa itu benar?"

"Tentu saja Tuan"

"Tapi mengapa Taehyung tidak pernah mengatakannya kepada saya?"

"Mungkin ia tidak ingin melawan perintah Tuan"

Tuan cho nampak terdiam dan berpikir, ia kenal betul dengan Putranya itu. Jika memang ia mencintai Irene ia pasti akan menolak pernikahan itu.

"Tapi aku juga memiliki alasan tersendiri mengapa gadis itu kupilih untuk menjadi pendamping Taehyung"

My Terrible Husband [KTH] *NEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang