Bagian 42

54 17 4
                                    

Cahaya mentari perlahan menyilaukan mata. Ruangan bernuansa putih kembali menyambutku setelah sekian lama tak pernah menginjakkan kaki lagi di tempat ini. Kepala yang pusing serta pandangan yang tak begitu jelas mulai terasa sedikit demi sedikit. Pandangan yang kabur perlahan mulai pudar dan menampakkan langit-langit ruangan yang masih menyala lampunya.

Tanganku serasa digenggam, kulihat sosok laki-laki tengah tertidur pulang dengan kepala yang ia tangkupkan di sisi kasur sambil terduduk. Wajahnya yang tenang dan damai serta helaian rambut yang menghalangi matanya perlahan kusingkirkan. Sosok laki-laki yang selama kurang lebih 16 tahun ini menemaniku, memberikan semangat serta motivasi yang tiada tara serta sahabat terbaikku didunia ini. Sahabat yang sudah aku anggap sebagai kakaku sendiri. Bahkan kasih sayangnya seolah tak pernah padam dan terus menyayangiku dengan setulus jiwa.

Bilal Handan Fauzan, dia sangat baik hati, penyayang dan ceria. Terkadang sifatnya seperti anak-anak berumur 5 tahun. Sudah lebih 2 minggu ini aku jarang bertemu dengannya. Diapun seolah menjauh dan tak mau bertemu denganku. Tapi kini aku lega saat melihatnya disampingku. Aku jadi rindu akan suaranya.

Saat aku berusaha untuk membenahi tidurku. Pintu ruangan pun terbuka dan menampakkan papa serta Kak Bayu disana.

" Vina.. Kamu sudah siuman. "Bayu yang melihatku terbangun langsung meletakkan kantong plastik yang berisi makanan itu. Kelihatannya Kak Bayu dan papa baru saja dari kantin rumah sakit.

" Syukurlah Vina kau sudah siuman. "Kak Bayu langsung memelukku erat.

Bihan yang terganggu tidurnya langsung terbangun dan terkejut betapa bahagia terpancar dari wajahnya itu ketika melihatku.

" Vina.. Kamu udah siuman. "Bihan pun tak segan memelukku juga. Kini aku dipeluk oleh kedua lelaki kesayanganku ini. Kak Bayu dan Bihan.

Uhukkk.. Uhukkk..

Nafasku yang sesak karena pelukkan mereka langsung mereka sadari.
" Ya ampun Vina, maaf gue nggak tau.. " Bihan langsung mengambilkan air putih yang ada di nakas itu.

" Ini minum. "Sugguhnya.

" Makasih Bihan. "Akupun langsung meminumnya. Betapa legahnya saat air itu perlahan mengalir di tenggorokanku. Entahlah aku sudah tak minum berapa hari. Tapi tentunya dokter telah memberikan vitamin untukku.

Aku yang melihat papa sedari tadi di ambang pintu sana hanya terheran. Kenapa papa tak memelukku seperti kaka Bayu dan Bihan.
" Papa.. Papa nggak mau peluk aku. Aku kangen loh sama papa. "Ucapku.

Papa yang melihatku langsung tersenyum dan memelukku erat. Kurasakan papa tengah menangis.
" Maafin papa Vina.. Maafin papa.. Gara-gara papa kamu harus masuk rumah sakit lagi... Hikss.. Hiks.. Maafin papa Vina.. Maafin papa. " Papa tak henti-hentinya mencium pipiku sambil menangis.

" Nggak pa.. Papa nggak salah, Vina yang ceroboh. Dan papa juga jangan tampar Kak Sila ya. Vina takut lihat papa yang kemarin. Vina nggak suka pa. "Kataku dengan air mata yang membanjiri pipi.

Jujur Vina memang sangat takut melihat perubahan emosi pada diri Firman, yang Vina tau, Firman adalah sosok papa yang lemah lembut dan penyayang. Dia tak pernah menampar ataupun bermain kasar dengan siapapun.

" Iya nak.. Papa nggak bakalan tampar kak Sila dan papa janji papa nggak akan bikin Vina takut. " Kata papa dengan menggenggam tanganku.

" Janji, dan papa nggak akan sembunyiin apapun dari Vina. Papa nggak boleh marah, dan papa juga nggak boleh emosi lagi. "Kataku memberikan jari kelingking ke arah papa.

" Iya.. Papa janji" Papa langsung menautkan jari kelingkingnya ke kelingkingku. Lalau Firman kembali memeluk anak cantiknya itu.

Firman kini telah lega karena Vina telah siuman. Yang akan Firman lakukan kini hanya satu, menjaga Vina di sisa-sisa terakhir hidupnya.

2 jam yang lalu

" Pak Firman " Panggil dokter itu saat Firman tengah melintas di sepanjang koridor rumah sakit.

" Iya dokter ada apa? " Firman yang merasa dipanggil langsung menghampiri dokter itu.

" Saya harus membicarakan sesuatu dengan anda pak. Ikuti saya, mari pak. "Dokter itu langsung berjalan begitupun dengan Firman. Ia mengikuti kepergian dokter itu.

Firman telah tiba di ruangan Dokter itu. Dokter pun mencari berkas terkait dengan kondisi Vina. Setelah mencarinya di rak yang dikelilingi berkas pasien yang ia rawat. Kini ditangan dokter itu telah terdapat map putih lengkap dengan nama Vina disana.

Dokter itu pun langsung mengambil beberapa hasil ronsen yang telah ia dapatkan. Diletakkan hasil ronsen itu pada benda yang bercahaya dan menunjukkannya kepada Firman.

" Begini pak, saya telah menerima hasil cek ronsen pada area kepala Vina. Lihat pak, ini adalah hasil ronsen saat terakhir Vina cek up disini. Dan itu sekitar 6 bulan yang lalu. Saat kami telah menyatakan bahwa Vina telah sembuh. "Kata dokter itu memperlihatkan hasil kesehatan Vina.

" Namun, kami melakukan kesalahan yang besar pada putri bapak. Hasil cek up 6 bulan lalu memang menunjukkan Kesembuhan yang signifikan pada putri bapak. Tetapi, kami tidak menyatakan sembuh total pada kesehatan pada putri bapak. Kami juga saat itu telah memberikan beberapa obat untuk merendahkan rasa nyeri yang bisa timbul kapan saja. Mungkin Vina tak meminum obat yang telah saya berikan kepadanya "Lanjutnya.

" Apa obat dok? Saya tidak melihat obat apapun dokter yang dikonsumsi anak saya." Firman memang tak melihat  sama sekali jika Vina meminum obat itu.

" Saya masih ingat betul pak. Saat itu saya telah memberikan resep obatnya kepada nyonya Yeni selaku istri bapak. Dan saya juga telah memperingatkannya agar Vina tetap mengkonsumsi obat itu. "Lanjutnya.

Yeni? Benar, bukankah Yeni yang datang saat pengambilan hasil cek upa beberapa bulan yang lalu, bahkan aku dengar sendri dari dirinya jika Vina telah sembuh total. Kenapa sekarang? Atau jangan-jangan Yeni menyembunyikan hal yang sebenarnya?. Yeni memalsukan kesehatan Vina? Untuk apa dia melakukan hal itu?, batin Firman.

" Seperti yang sudah saya katakan terhadap putra bapak 4 hari yang lalu. Saya akan melakukan tindakan oprasi terhadap vina setelah ia siuman. Tetapi sebelum itu saya harus meminta persetujuan dari anda pak. Karena oprasi ini sangat beresiko pada diri Vina. Dan saya tak menjamin akankah Vina bisa pulih seperti sediakalah atau justru. "Dokter itu langsung menghentikan perkataannya saat melihat Firman mulai pucat seketika.

" Maaf Pak sebelumnya, dengan terpaksa saya harus menyampaikan yang sebenarnya tentang kondisi Vina. Karena umur Vina sudah tidak lama lagi pak " Kata Dokter dengan rasa bersalahnya.

Duarr...

Seolah dunia Firman telah runtuh, benar-benar runtuh. Hal inilah yang Firman takutkan pada diri Vina. Sesuatu hal yang Firman tak ingin dengar tentang kesehatan Vina. Firman hanya ingin satu hal, Firman ingin melihat Vina tersenyum seperti sediakala. Setelah 6 bulan Firman bisa melihat senyum yang telah hilang sebelumnya. Kenapa kini Firman harus melihat anak gadisnya itu kehilangan senyum untuk kedua kalinya. Dada Firman begitu sesak. Benar-benar sesak.

Firman tak akan sanggup jika putri cantiknya itu akan pergi suatu saat nanti. Dan Firman belum siap dengan semuanya. Firman belum bisa membahagiakan Vina dengan kebahagiaan yang sangat besar. Firman belum bisa menjadi sosok papa yang baik dimata Vina. Firman belum bisa menjaganya dengan baik. Kenapa kini seolah Tuhan ingin mengambilnya dari dekapan Firman. Kenapa? Kenapa harus Vina? Firman tak bisa kehilangan sosok yang ia cintai lagi didunia ini. Kepergian Sasa sudah cukup membuat Firman tersiksa. Kini kenapa Vina juga yang harus meninggalkannya.



Tbc

Aduh.
Siapa lagi sih itu Sasa? 😱
Penasaran? 🤗
Baca terus ya, karena part selanjutnya akan terbongkar siapa Sasa sebenarnya didalam kehidupan Firman.

Happy Reading semua... ❤

Salam manis

      Rina🤗

Love Secret [ COMPLETED✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang