19

37 6 1
                                    

Sudah lima bulan Kania menjadi mama tiriku. Itu berarti sudah lima bulan juga Raiyan tinggal di rumahku. Ia masih sehat. Jantungnya masih berdetak dengan baik. Tapi, dia harus terus meminum obatnya. Dia masih di tim basket.

Dia jujur dengan anak basket tentang penyakitnya. Tidak semua. Hanya satu orang. Kapten tim basket. Tetap saja, dia ingin semua orang tidak tahu kebenaran tentang penyakitnya terungkap. Hanya golongan tertentu yang ia beritahu.

Dan Black, ia masih menyembunyikan dirinya. Jika ini sebuah permainan petak umpet, aku sudah kalah sejak dulu.

Pagi ini, aku sedikit terburu-buru untuk berangkat. Raiyan bahkan sudah meninggalkanku.

Aku berlari sambil membenarkan dasiku. Dan tak sengaja menyenggol Kania yang berjalan. Membuatnya terjatuh.

"A!" Teriaknya histeris.

Aku yang sudah melewatinya balik lagi.

"Gua nyenggol lo nggak kenceng kali. Biasa aja kenapa?"

Ia masih berteriak. Tangannya memegang perut. Ia menahan sakit. Apa sebegitu menyakitkankah senggolanku barusan.

"Kania!" Panggil Papaku. "Apa yang terjadi?"

"Aku cuma nyenggol dia dikit. Nggak kenceng. Lagian aku juga nggak sengaja." Ujarku mengangkat bahu.

"Apa?" Ucap Papaku sedikit khawatir.

"Udahlah. Nggak usah lebay gitu."

Aku tidak tau apa yang terjadi kenapa Papaku begitu panik. Bahkan saat aku sakit dia biasa saja. Kenapa dengan kania sampai seperti itu?

Mataku membesar. Papaku menggendong kania.

"Siapkan mobil!"Serunya.

Aku ikut berjalan di belakang papaku.

Ini benar-benar jahat. Kenapa Papaku lebih peduli dengan Kania? Bahkan sekarang Papaku menggunakan nada tinggi untuk meminta satpam mengantarkan Kania ke rumah sakit.

Kania masih saja berteriak histeris. Ingin sekali aku menyumpal mulutnya.

Kania langsung dibawa ke UGD. Kami hanya menunggu diluar. Sekarang aku sama sekali tidak sekolah hanya karena Kania.

Aku masih tidak habis pikir. Kenapa Papaku begitu cemasnya hingga berdiri di depan pintu. Sesekali menilik ke dalam. Padahal juga tidak akan kelihatan.

"Udahlah Pa."

"Sudah bagaimana maksudmu? Kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan padanya."

"Aku cuma nyenggol dia dikit. Papakan perlu khawatir kayak gitu."

"Bagaimana Papa tidak khawatir. Kania hamil."

Aku tertegun. Apa? Hamil? Hamil anak papaku? Yang artinya calon adikku?

"Kamu tahu, apa yang lakukan itu bisa membuatnya kehilangan bayinya."

"Ya aku kan nggak tau kalo_"

"Tentu saja kamu tidak tahu. Kamu tidak akan pernah tahu. Sebelum kamu merasakan apa itu kehilangan."

Aku diam.

"Biar papa ajarkan apa itu kehilangan."

Papaku pergi dari depan pintu. Langkahnya tangkas.

Kehilangan? Apa maksudnya? Apa mungkin..

"Pa!"

Papaku sudah meninggalkanku. Bahkan mobilnya sudah pergi dari parkiran. Satpampun ditinggal pula.

Mie InstanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang