31

30 2 0
                                    

Aku masuk perlahan. Menyurusi setiap tempat hingga berujung di kamar mandi. Kantor sebesar ini tanpa ada pemandu bagaimana bisa.

Di toilet aku justru melihat karyawan dengan sifat aslinya. Benar-benar sangat buruk perilakunya. Mereka keluar tanpa memperdulikan anak sekolah di kantor.

Aku ikut keluar. "Apa ini maksud Kania? Gua harus nyingkirin bakteri di perusahaan gitu?" Gumamku. "Dasar kampret."

Aku mengelilingi lagi kantor ini. Seseorang menyenggolku dari belakang.

"Maaf. Nggak sengaja."

Aku kini terdiam melihat orang di depanku. Iapun sama diamnya. May? Di kantor papaku? Bukankah seharusnya dia bekerja di restoran atau kuliah?

"Pink? Ngapain lo disini?" Tanya May sama bingungnya.

Kulihat tangannya yang memegang kopi.

"Woi anak magang. Mana kopi gua?" Teriak salah satu karyawan.

"Iya!" Jawab May cepat. "Gua pergi dulu ya."

Ia berjalan cepat ke meja orang yang memanggilnya.

"Magang?"

"Heh, jangan berdiri di jalan. Ngalangin orang."

Aku menyingkir dari jalan. Membiarkan pria di belakangku lewat dengan dokumen di tangan.

Kenapa perusahaan papaku isinya orang tidak berguna semua?

Kenapa hidupku tidak pernah enak? Aku belajar saja malas. Sekarang malah di suruh menjalankan perusahaan. Memangnya aku tahu apa? Bukannya maju malah hancur.

"Ibu?"

Aku menoleh. Sekertaris papaku sudah datang. Kenapa dia bisa telat?

"Kenapa telat? Tau nggak, aku nyasar ke toilet. Emangnya aku tahu dimana ruangan papaku?"

"Maaf. Bukan begitu maksud saya. Tapi nyonya Kania menyuruh saya untuk membiarkan ibu berkeliling seorang diri. Agar ibu tahu bagaimana keseharian di kantor. Termasuk para karyawan."

"Ada CCTV di kantor ini kan?"

"Iya. Tapi Pak Land tidak pernah melihatnya. Jadi para karyawan mengabaikan CCTV yang ada."

"Aku mau ke ruangan papa."

"Baik bu." Jawabnya sambil mengangguk.

"Ngomong-ngomong aneh tau dipanggil ibu sama yang lebih tua. Panggilnya Divana aja gimana?"

"Itu tidak sopan. Ibu adalah atasan saya. Dan, nyonya Kania menyuruh saya untuk memanggil anda dengan sebutan ibu saja."

"Dasar kampret."gerutuku. "Anterin aku sekarang."

Aku digiring menuju ruangan papaku.

"Bu Ririn." Panggil seseorang.

Bu Ririn berhenti dengan panggilan itu. Orang yang bersuara mendekat.

"Kira-kira kapan ibu Divana datang?" Tanyanya.

"E.. Itu.." Bu Ririn terlihat bingung menjawabnya. Karena ibu Divana yang ditanyakan ada di depannya.

"Ya ada di ruangannyalah. Gitu aja pake tanya."

"Diem kamu bocah!" Serunya galak.

Tunggu dulu, bukankah dia yang berteriak minta kopi pada May?

"Hati-hati kamu bicara." Ujar bu Ririn tegas.

Orang itu mendekat ke bu Ririn. "Apa dia, putrinya ibu Divana? Berarti pak Land sudah jadi Kakek dong." ucapnya pelan di telinga bu Ririn.

Mie InstanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang