Aku berdiri. Masih tidak percaya orang yang berdiri di depanku, orang yang menyelamatkanku. Ia adalah Black. Superhero yang keberadaaannya hilang dibalik bayang. Saat aku membutuhkan, tidak. Saat aku sudah pasrah akan hidupku, dia datang.
Saat aku butuh ia pergi. Saat aku pasrah Ia kembali. Ia sungguhan Black?
Mendengar suaranya membuatku menangis. Apalagi dengannya yang hanya menatap kedepan tanpa ada rasa.
"Pink?"
Ku peluk Black dengan erat. Melepaskan semua rindu di dada. Black balik mendekapku. Aku benar-benar merindukanmu Black. Ini sungguhan. Aku benar-benar bertemu dan memeluknya.
Ku mulai membuka mata yang justru digantikan oleh Raiyan yang berada tujuh langkah di belakang Black. Tangannya mendrible bola kasti. Senyumnya liciknya juga mengembang begitu lebar. Apa dia akan melemparkankan bola itu pada Black?
Raiyan mengambil ancang-ancang. Pelukan Black yang kuat membuatku tetap berada di posisi.
Wushh
Bola itu melayang ke arahku. Ku tutup mataku rapat-rapat. Merapatkan tubuh pada Black.
Suara bola yang mengenai badan terdengar. Black melepasku. Ku lihat orang di belakangku yang ingin menusukku dengan pisau runcing. Ia mundur beberapa langkah. Tangan satunya memegangi mata.
"Makanya, jangan main dari belakang." Ucap Raiyan mendekat.
"Lo sama aja kale." Sahutku cepat. Apa dia juga tidak sadar melakukan hal itu juga?
"Makasih lo sama gua. Udah gua selametin tuh."
"Oh gitu lo. Oke. Kita impas. Inget waktu lo tenggelem di jembatan waktu itu? Siapa yang nyelametin? Gua." Ucapku menunjuk diriku. Berlagak menjadi superhero waktu itu.
"Perhitungan amat lo."
"Yang mulai duluan siapa?"
Raiyan Mengacak-acak rambutnya.
"Bersiap." Seru Black tegas.
Kami Jadi berdiri tegak. Memandang kedepan. Mereka bertiga berjejer dengan senjatanya masing-masing.
Ini termasuk keren lho. Bagaimana tidak. Black yang tidak bisa melihat justru yang memberi aba-aba. Ku tengok ia sejenak. Benar-benar pahlawan.
"Lihat terus si buta dari goa hantu. Wiro sablengnya di kacangin."
Kepalaku beralih kearah Raiyan. Dia bilang apa? si buta dari goa hantu? Black maksudnya. Berani sekali dia.
"Emang benerkan? Black buta tapi masih bisa nyelametin lo."
"Lo tuh yang buta. Nggak lihat situasi."
"Sudah cukup kalian berdua." Black menengahi.
"Oke." Raiyan berkacak pinggang. "Si buta dari goa hantu, Wiro Sableng plus Sinto Gendeng udah disini. Pas nih tiga lawan tiga. Siap-siap aja kalian."
"Sinto Gendeng?"
Raiyan menatapku dengan wajah menyebalkannya. "Ya lah. Si buta dari goa hantu." Tangannya menunjuk Black. "Wiro Sableng." Ganti menunjuk dirinya sendiri. "Sinto Gendeng." Ia menunjukku.
Apa dia fikir aku tidak tahu arti kata gendeng?
"Itu temennya Wiro Sableng."
"Emangnya nggak ada yang bagusan apa?"
"Ada. Tapi nggak cocok buat lo."
Mereka maju. Aku mundur. Melihat perkelahian mereka. Bisa-bisanya raiyan berlagak seperti Wiro Sableng yang di perankan Vino G Bastian. Yang justru ingin membuatku tertawa.
Kulihat Black yang hebat beladirinya. Dengan tangan kosong langsung melawan dua orang. Aku bahkan tidak pernah tahu jika Black bisa berkelahi. Ia lebih memilih menghentikan atau hanya melihat. Benar-benar jiwa seorang pahlawan. Hatiku serasa meleleh dibuatnya.
"Woi!" Teriak Raiyan.
Lamunanku buyar. Memang pengacau. Tidak tahu situasi. Tidak bisakah dia membiarkanku menatap Black dengan penuh rasa cinta?
"Daripada lo diem kayak tong sampah, mendingan lo tolongin Kania."
Ucapannya memang benar. Seharusnya aku melepaskan tali yang Mengikat Kania. Tapi nada dan situasinya itu membuatku emosi.
Aku cepat-cepat ke posisi Kania. Melepaskan semua ikatan. Tak lupa juga dengan bibi dan satpam. Ku bantu Kania berdiri.
Entah darimana asalnya, suara tembakan terdengar begitu nyaring. Aku bahkan menutup mata. Tidak kuat mendengarnya.
"PINK!"
DOR! DOR! DOR!
Mataku yang reflek tertutup kini terbuka. Tanganku bergetar. Wajahku pucat. Bibirku beku seketika. kurasakan sesuatu yang mengalir. Cairan merah dari orang yang memelukku terasa sangat menyakitkan.
Beberapa tembakan terdengar lagi. Kali ini bukan dari mereka. Tapi dari orang lain. Mereka mengenakan jas hitam.
"pink."
Suara lembutnya masih terdengar dari mulut yang penuh darah. Air mataku keluar begitu saja mendengarnya Black memanggil namaku dengan nama pink.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mie Instan
RandomMie instan itu penolong. Saat tanggal tua, Ia siap mengenyangkan perut. Saat lapar tiba-tiba dan makanan belum tersaji, ia juga siap dengan instannya waktu. Tapi Bukan hanya itu. Ada cerita dan memori indah yang pernah dilewati setiap orang Saat me...