Satu hari bertemu Black dan Raiyan. Apa maksud ini semua? Aku yakin jika mereka menemuiku pagi tadi. Apa mereka berencana datang di kehidupanku yang kacau balau ini? Mereka bakal mengisi celah di hidupku begitu?
"Ibu Divana?"
Pikiranku seketika lenyap. Menatap seisi ruangan yang sedang rapat.
"Gagasan saya tolak. Cari ide lain. Meeting selesai."
Aku pergi menuju ruangan. Menyebalkan sekali. Masih muda harus memikirkan hal besar seperti ini. Aku butuh refreshing.
"Ibu Divana." Panggil bu Ririn.
Aku melambatkan jalanku. Bu Ririn satu langkah di belakangku.
"Bu, saya mau kado ulang tahun." Celetukku. Sebelum aku di beri pekerjaan lagi.
"Akhirnya."
Aku berhenti. Mengerutkan dahi sambil menoleh.
"Akhirnya ibu Divana menanyakan hadiah ulang tahun. Saya takut jika barangnya sampai rusak."
"Memangnya papaku memberiku apa? Bukan mobil atau rumah kan? Itu terlalu berlebihan untuk anak umur 16 tahun."
"E.. Sebenarnya, itu memang benar."
Mataku membulat. "Serius?"
Bu Ririn tersenyum mengangguk. "Saya akan memanggil seseorang untuk mengantarkannya ke kantor jika ibu Divana ingin melihat mobilnya."
"Ya udah panggil aja. Saya mau ke ruangan sebentar. Hapus make up." ucapku pelan di bagian hapus make up.
"Tapi sebelum itu, ibu Divana harus menangani berkas ini."
Bahuku turun. Baru juga mau istirahat. Kenapa dikasih lagi? Kenapa pula bu Ririn tidak pernah lupa akan tugasnya.
Bu Ririn tersenyum. Menganggukkan kepalanya lagi.
Aku mengangguk dengan muka kecut. Melihat berkas itu di ruangan setelah menghapus make up.
Di ruangan papa sendirian aku malah senyum-senyum sendiri setelah membaca berkas yang Bu Ririn berikan. Pikiranku malah tertuju pada mobil yang papaku berikan. Aku mendapatkan mobil? Ini sungguhan?
Ketukan pintu membuatku menoleh dengan antusias. Bu Ririn sudah datang. Mengajakku ke luar gedung untuk melihat mobilku.
Mobil apa Kira-kira yang papa berikan padaku. Porsche macan 2.0, BMW? Atau Lamborghini Gallardo? Aku tidak sabar melihat mobil itu. Ayolah lift kantor, segera bawa aku ke bawah.
Sampai di depan kantor, ku cari-cari mobil itu. Tapi kenapa tidak ada?
"Mana mobilnya?" Tanyaku penasaran.
"Ibu Divana sudah melihatnya. Itu." Ia menunjuk sebuah mobil dengan roda empat di depanku.
Sungguh? Senyumku langsung rapuh. Benarkah ini?
"Mobil box?" Aku sama sekali tidak bisa percaya ini. Ayolah papa. Diantara semua mobil yang ada di dunia. Kenapa harus mobil box?
Bu Ririn tetap senyum melihat wajahku yang mungkin mulai masam. Bagaimana tidak masam Dan tidak kecewa. Anak muda diberikan mobil box.
"Ini kuncinya."
Ku terima kunci itu. Membuka box yang ada di belakang. Saat ku buka pintunya. Ini memang tidak bisa di percaya.
"Mungkin mie nya sudah kadaluarsa. Apa perlu saya buang?"
Ini mie kesukaan mama. Bagaimana papaku bisa mendapatkan mie yang bahkan sudah tidak lagi di jual dan diproduksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mie Instan
RandomMie instan itu penolong. Saat tanggal tua, Ia siap mengenyangkan perut. Saat lapar tiba-tiba dan makanan belum tersaji, ia juga siap dengan instannya waktu. Tapi Bukan hanya itu. Ada cerita dan memori indah yang pernah dilewati setiap orang Saat me...